"Kamu tahu, semua tetangga pasti melihat perbuatanmu itu. Dan apa kata orang-orang nantinya. Bikin malu dan aib".
Terdengar suara Rika membela diri dan menjelaskan, namun Sang Kaji merah besar, dan berujar kasar. "Kamu tahu kalau saya sakit. Panas telinga saya mendengar ucapan dan tangisanmu. Silahkan pergi!!"
Rika menangis...namun putra mahkota justru membela sang ayah...
Padahal, kalau saya sih, Rika biasa seperti itu, apalagi mereka tinggal di kota besar. Mandiri itu penting. Dan gak ada tetangga yang akan berpikiran bahwa itu aib kalau di kota besar. Capek deh...ngurusin orang lain.
Lama kudengar Rika nangis terisak. Sang putra mahkota bersuara, dan meminta Rika meminta maaf dengan ayahnya.
Sebagai tetangga, saya cuma merasa, tak pantas rasanya Rika diperlakukan seperti itu. Namun entahlah, masing-masing keluarga punya cara tersendiri dalam mengatasi setiap masalah dalam hidup.
Haji Harun dulunya memang galak, namun tak seemosi sekarang, semenjak sakit dan terkena struk, emosinya semakin tak terkendali, cepat tersinggung
Pagi ini, aku datang ke rumah mereka. Sekedar menyapa, dan berpamitan karena kebetulan akan mudik ke rumah mertua juga. Aduuuh, jadi sugesti nih, keingat kejadian yang menimpa Mba Rika.
Mba Rika tetap tersenyum, meski terpaksa. Masih jelas terlihat lelah di wajahnya. Sisa-sisa menangis semalam masih ada. Mata yang bengkak dan sembab. Entah apa yang ia pikirkan, andai saja bukan karena menghargai haji Harun dan keluarga, mungkin ia sudah kabur dan pulang ke orang tuanya. Walau bagaimanapun tak pantas kata-kata seperti itu terucap, apalagi ka;au mengingat status yang disandangnya.
Semoga, romadhan kali ini membawa keberkahan, aamiin.