Perjudian di Indonesia telah menjelma menjadi ironi besar: dilarang oleh hukum, ditentang oleh norma, namun tetap hidup bahkan berkembang. Di balik layar ponsel masyarakat, situs judi daring bebas berseliweran, menawarkan "cuan instan" kepada mereka yang putus asa atau sekadar tergoda. Praktik ilegal ini tumbuh masif, seolah-olah hukum hanyalah formalitas, bukan ancaman nyata.
Yang menyedihkan, penindakan terhadap perjudian lebih banyak bersifat kosmetik. Operasi penangkapan menyasar pelaku lapangan dan pengguna, bukan dalang besar atau operator jaringan. Penggerebekan terhadap warung judi tradisional memang ramai diberitakan, namun penyelidikan terhadap jaringan judi daring bernilai miliaran rupiah kerap mandek di tengah jalan atau bahkan tidak terdengar sama sekali. Di sini, muncul pertanyaan mendasar: apakah negara benar-benar hadir?
Data dan realitas sosial menunjukkan bahwa perjudian bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga soal kehancuran moral dan ekonomi masyarakat. Rumah tangga hancur, utang menumpuk, hingga kriminalitas meningkat sebagai dampak ikutan dari praktik ini. Namun, respons negara tampak lemah. Bahkan, kehadiran iklan judi terselubung di media sosial dan platform digital kian memprihatinkan. Bagaimana mungkin situs ilegal bisa membeli ruang iklan di platform besar tanpa terdeteksi oleh otoritas?
Lebih jauh, pembiaran semacam ini menimbulkan kecurigaan publik terhadap integritas aparat penegak hukum. Tidak sedikit kasus yang melibatkan oknum yang justru menjadi backing praktik ilegal. Jika ini benar adanya, maka bukan hanya masyarakat yang menjadi korban, tetapi juga hukum yang telah diinjak-injak oleh kepentingan segelintir orang.
Pemerintah tidak bisa lagi bekerja setengah hati. Dibutuhkan langkah tegas dan menyeluruh: menindak pelaku besar, membongkar jaringan, menutup akses teknologi yang dimanfaatkan, dan yang terpenting membangun literasi digital dan finansial masyarakat agar tidak mudah tergoda oleh janji kosong perjudian.
Ketika negara bersikap lembek terhadap kejahatan, maka keadilan akan menjadi barang langka, dan rakyat kecil akan terus menjadi tumbal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI