Oleh: Queentara Venggica Anam (Mahasiswa Universitas Brawijaya)
Fenomena media sosial dalam era digital telah menjadi "panggung" kehidupan manusia, di mana individu menampilkan diri mereka, berinteraksi dengan orang lain, dan membangun jaringan sosial. Media sosial, seperti Instagram dan Twitter, memungkinkan pengguna untuk berbagi momen, pengalaman, dan pandangan pribadi mereka dalam bentuk yang terpublikasi, sehingga menciptakan citra diri yang dapat ditampilkan secara kolektif kepada publik.
Pentingnya self-image online dalam membentuk identitas individu menjadi semakin relevan dengan perkembangan teknologi digital dan penggunaan media sosial, yang berfungsi bukan hanya sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai platform untuk eksplorasi dan pembentukan identitas.
Self-image online tidak hanya berfungsi sebagai cerminan diri individu, tetapi juga membentuk persepsi diri di dunia nyata. Dengan meningkatnya penggunaan media sosial, individu secara aktif mengalami proses pembentukan identitas yang kompleks, di mana persepsi mereka terhadap diri sendiri di dunia maya dapat mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dan berperilaku dalam kehidupan nyata.
Proses kurasi diri dalam memilih apa yang diposting, mengedit foto, menulis caption, memang dapat menciptakan tekanan untuk mempertahankan citra tertentu. Validasi eksternal melalui likes, komentar, dan jumlah followers membentuk loop umpan balik yang memperkuat citra online dan akhirnya memengaruhi kepercayaan diri di dunia nyata.
Contoh nyata: remaja merasa harus tampil "sempurna" di Instagram, mengorbankan kenyamanan diri untuk memenuhi ekspektasi audiens online. Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) dan pengaruhnya terhadap kepercayaan diri individu, terutama di kalangan remaja, sangat relevan di era media sosial, di mana norma sering kali dikuasai oleh kesan yang dihasilkan oleh pengguna lain.
Ketika konsep diri yang dibangun online bertolak belakang dengan kenyataan, muncul alienasi diri, rasa ketidakotentikan, bahkan gangguan psikologis seperti kecemasan sosial.
Mengelola pengaruh lingkungan yang berhubungan dengan kesadaran kritis terhadap tekanan eksternal merupakan suatu tantangan penting, terutama di era digital saat ini, di mana informasi dan norma sosial tersebar luas melalui berbagai platform media sosial. Lingkungan yang sehat dan suportif dapat memainkan peran kunci dalam membantu individu mengatasi tekanan ini dan mengembangkan kemampuan mereka dalam menilai informasi serta dampaknya terhadap perilaku mereka.
Selain itu, dengan upaya seperti literasi digital sangat penting untuk dilakukan. Pengguna media sosial perlu memahami bahwa apa yang dilihat di dunia maya sering kali adalah konstruksi, bukan kenyataan.
Membina konsep diri berdasarkan nilai intrinsik, bukan sekadar validasi eksternal, menjadi kunci menjaga kesehatan mental di era digital.
Dunia online dan dunia nyata tidak bisa dipisahkan, namun menjaga keseimbangan dan keaslian diri adalah tantangan yang harus dihadapi.