Hari ini, dunia terasa makin bising. Segala hal bisa disuarakan, semua orang punya panggung. Anak muda kita terlihat aktif: membuat konten, berdiskusi di ruang digital, ikut berbagai kegiatan. Tapi bila kita jujur mendengar lebih dalam, ada keganjilan yang mengendap: di balik semua keramaian itu, mereka justru kerap kehilangan suara mereka sendiri.
Kita mungkin sedang menyaksikan wajah baru dari budaya diam.
Ketika Suara Tak Lagi Menyuarakan Kesadaran
Dalam hidup yang terus didorong untuk cepat, produktif, dan tampil, anak muda dituntut untuk selalu "menjadi sesuatu". Menjadi populer, menjadi pintar, menjadi berguna. Tapi menjadi diri sendiri? Itu seringkali tidak diajarkan. Bahkan tidak disediakan ruangnya.
Kita hidup di tengah budaya yang menyamarkan diam sebagai kesibukan. Anak muda bisa tampak aktif, tetapi sebenarnya pasif secara makna. Mereka bisa vokal, tetapi kehilangan arah. Ada suara, tapi tak ada perenungan. Ada gerak, tapi tak tahu untuk apa.
Budaya Diam: Bukan Bungkam, Tapi Tak Sadar
Budaya diam bukan berarti tak bisa bicara. Ia terjadi ketika manusia tidak lagi bertanya, ketika hidup hanya mengalir mengikuti arus, tanpa sempat menanyakan ke mana seharusnya melangkah. Dalam keramaian zaman ini, budaya diam justru bisa menyamar jadi rutinitas harian yang sibuk dan riuh.
Anak-anak muda kita, meski terlihat berdaya, sebenarnya banyak yang sedang mencari pegangan. Mereka berlari, tapi tak tahu arah. Mereka tersenyum di layar, tapi cemas di dalam. Mereka ikut arus, karena tak ada yang mengajak untuk merenung.
Tugas Kita: Mendengar Kegelisahan yang Tersembunyi
Maka tugas pendidikan bukan hanya mengisi kepala, tapi juga membuka ruang hati. Bukan hanya memberi pengetahuan, tapi juga keberanian untuk bertanya. Anak muda perlu tahu bahwa kebingungan bukan kelemahan---ia bisa jadi pintu masuk menuju kesadaran.
Kita perlu berhenti sejenak, tidak tergesa-gesa memberi motivasi, dan mulai mendengar. Dengarkan kegelisahan mereka. Temani mereka berpikir. Ajak mereka berdialog. Karena saat mereka sadar bahwa hidup ini bisa ditafsirkan, mereka mulai lepas dari budaya diam.
Melampaui Suara: Menemukan Kesadaran
Tak cukup hanya bicara. Yang dibutuhkan hari ini adalah kesadaran. Kesadaran tentang siapa kita, untuk apa kita bergerak, dan nilai apa yang ingin kita bawa.
Anak muda yang sadar tak selalu lantang, tapi suaranya jernih. Mereka mungkin tidak ramai, tapi mereka tahu arah. Mereka tak hanya mengikuti, tapi bisa memilih.