Cobalah berjalan ke toilet sekolah. Kita mungkin akan menemukan lantai licin penuh jejak kaki, air yang menggenang, bau tak sedap, atau coretan tak senonoh di dinding dan pintu. Sayangnya, pemandangan seperti itu masih dianggap "wajar" di banyak sekolah kita.
Namun, pernahkah kita berpikir bahwa toilet sekolah sebenarnya adalah salah satu ruang pendidikan karakter yang paling nyata dan jujur?
Toilet, tempat paling pribadi sekaligus publik, menjadi cermin bagaimana nilai-nilai dasar diajarkan dan dipraktikkan. Di tempat sesederhana itu, karakter anak-anak diuji tanpa guru hadir. Apakah mereka menyiram kembali setelah buang air? Apakah mereka merapikan sandal dengan rapi? Apakah mereka antre dengan tertib?
Karakter Bukan Teori di Ruang Kelas
Sekolah boleh menulis visi tentang "membangun insan berkarakter" dengan bahasa indah. Tapi toilet sekolah yang jorok bisa jadi menyingkap kenyataan yang berbeda: bahwa ada karakter yang tak benar-benar ditanamkan.
Pendidikan karakter tidak hanya dibicarakan dalam forum seminar atau di buku pegangan guru. Karakter dibentuk dari kebiasaan sehari-hari. Dan toilet sekolah, justru menjadi ruang sunyi yang menunjukkan:
Apakah peserta didik memahami makna tanggung jawab?
Apakah mereka peduli dengan lingkungan bersama?
Sering kali kita bicara soal penguatan pendidikan karakter melalui metode, modul, hingga workshop untuk guru. Tapi kita lupa: karakter bukanlah sekadar hasil dari pelajaran, melainkan cermin dari pembiasaan. Dan justru pada ruang-ruang tersembunyi seperti toilet itulah pembiasaan diuji.
Toilet Sekolah: Cermin Budaya, Cermin Diri
Kebersihan toilet tidak cukup hanya mengandalkan petugas kebersihan. Justru di situlah nilai tanggung jawab bersama diuji.
Seorang anak yang merasa memiliki sekolah akan menjaga kebersihan toilet, walau tak diminta. Sebaliknya, ketika tak ada rasa memiliki, maka tak ada juga rasa bersalah ketika mengotorinya.
Masalahnya bukan hanya pada anak-anak.
Apakah guru pernah menyinggung soal toilet dalam pembiasaan harian?
Apakah pimpinan sekolah menganggap kebersihan toilet sebagai bagian dari evaluasi mutu pendidikan?
Kalau tidak, maka kita semua turut menyuburkan pembiaran.
Di sisi lain, toilet juga mencerminkan relasi kuasa dalam sekolah. Ada sekolah yang memperbaiki ruang guru terlebih dahulu, meskipun toilet siswa rusak parah. Ada pula sekolah yang memasang papan visi misi besar di aula, tetapi tak menyediakan sabun di wastafel. Bukankah ini bentuk pendidikan karakter yang pincang?