Long weekend itu bukan kemewahan, tapi kebutuhan---terutama buat kami yang bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Di balik seragam dan rapat beruntun, kami juga manusia biasa. Bisa lelah, bisa jenuh, dan pastinya juga butuh rehat.
Banyak yang mengira ASN liburnya panjang, santainya lama. Padahal, kenyataannya kami juga sering "bekerja diam-diam" di balik layar: revisi dokumen, bales WA grup kerja, hingga menyusun laporan, semua kadang tetap jalan meski kalender merah.
Maka saat long weekend datang, saya memilih satu hal: healing tipis-tipis.
Tanpa Harus Pergi Jauh
Healing versi saya nggak muluk-muluk. Bangun pagi tanpa alarm, seduh kopi hangat di teras, sambil lihat anak-anak main atau ngobrol santai sama pasangan---itu sudah cukup bikin hati adem.
Kadang saya sempatkan juga untuk menulis jurnal. Bukan laporan atau program kerja, tapi sekadar catatan refleksi:
"Apa yang sudah kulakukan minggu ini?"
"Apakah aku masih melayani dengan niat yang tulus?"
Ternyata, hal sesederhana itu bisa jadi 'pengingat' yang kuat tentang kenapa dulu memilih jalan ini: menjadi pelayan publik.
Koneksi Emosional  yang Sering Terlupa
Di hari kerja, kita kadang sibuk dengan laporan dan surat menyurat, sampai lupa menyapa tetangga atau sekadar bercanda dengan anak. Maka long weekend jadi waktu yang pas untuk membangun ulang koneksi: bukan ke internet, tapi ke keluarga dan lingkungan.
Dan percaya atau tidak, dari hal-hal kecil itu semangat kerja bisa pulih. Saat hati terisi, kita kembali bekerja bukan dengan keterpaksaan, tapi dengan keikhlasan.