Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Latih Empati, Hindari Terlalu Berpusat pada Diri Sendiri

24 Maret 2023   13:08 Diperbarui: 24 Maret 2023   19:46 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi empati (Sumber: Freepik)

Dewasa ini, kita semakin terlatih untuk hanya berfokus pada tujuan dan keinginan kita sendiri. Di satu sisi, dengan demikian kita lebih memperhatikan diri sendiri. Namun, jika berlebihan, hal ini dapat berdampak negatif, seperti rusaknya hubungan dan malah dapat mengancam kesejahteraan diri kita. 

Di sinilah empati mmiliki peran penting. Melatih empati dapat membantu kita menghindari terlalu berpusat pada diri sendiri (self-centered) dan mengembangkan perspektif yang lebih ewelas asih.

Pemusatan pada diri sendiri (self-centeredness), atau egois, adalah sifat alami manusia. Meskipun sifat ini alamiah, ketika berlebihan sifat ini dapat berdampak negatif bagi diri kita dan lingkungan di sekitar kita. 

Ketika kita terlalu fokus pada diri sendiri dan kebutuhan kita sendiri, kita mungkin mengabaikan kebutuhan orang lain atau bahkan mengeksploitasinya untuk keuntungan kita sendiri. Namun, dengan mempraktikkan empati, kita dapat mengembangkan rasa koneksi dan pemahaman yang lebih besar dengan orang lain, dan menjadi kurang egois dalam prosesnya. 

Pada kasus tertentu, hal ini diperlukan karena kita harus mampu menjaga diri dan memenuhi kebutuhan kita sendiri.Tapi, pada kasus ekstrem, hal ini merugikan diri kita dan merusak hubungan kita dengan orang lain.

Meskipun mungkin sulit untuk mengatasi kecenderungan alami kita untuk mementingkan diri sendiri (self-centered), mempraktikkan empati dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun hubungan yang lebih kuat dan menjadi lebih terhubung dengan orang lain. 

Dengan mendengarkan secara aktif, memvalidasi perasaan, dan mengambil perspektif orang lain, kita dapat mengembangkan rasa empati dan kasih sayang yang lebih besar, dan menjadi kurang egois dalam prosesnya.

Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan dan situasi orang lain. Saat kita berempati, kita menjadi lebih sadar akan kebutuhan dan emosi orang-orang di sekitar kita dan dapat merespons dengan lebih penuh perhatian dan kasih sayang. Ini membantu kita dalam membangun hubungan yang lebih kuat dan menumbuhkan rasa sosial yang lebih tinggi.

Empati adalah kekuatan dahsyat yang mampu mengubah hubungan, komunitas, dan bahkan dunia di sekitar kita. 

Pada intinya, empati adalah kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan orang lain. Itu adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada posisi orang lain, melihat dunia melalui mata mereka, dan merasakan apa yang mereka rasakan. Kemampuan inilah yang memungkinkan kita terhubung dengan orang lain, membangun kepercayaan, dan membina hubungan yang bermakna.

Photo by Oliver Schwendener on Unsplash
Photo by Oliver Schwendener on Unsplash

Empati juga adalah sifat dasar alamiah manusia yang kita semua miliki turun temurun. Dalam psikologi, empati adalah konsep yang kompleks dan beragam yang mengacu pada kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan, pikiran, dan pengalaman orang lain. 

Empati memungkinkan kita membentuk ikatan sosial, berkomunikasi secara efektif, dan bekerja sama menuju tujuan bersama. Tanpa empati, interaksi kita dengan orang lain akan menjadi dingin dan terpisah, dan hubungan kita tidak akan memiliki kedalaman dan makna seperti saat ini.

Mengapa kita harus berempati?

Empati adalah komponen penting dari hubungan manusia, interaksi sosial, dan komunikasi. Dengan empati, kita dapat terhubung dengan orang lain, memahami pengalaman mereka, dan menanggapi emosi mereka dengan tepat. Empati juga memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan, mengembangkan ikatan sosial dan perilaku prososial. Tanpa empati, kita akan kesulitan menavigasi kompleksitas interaksi dan hubungan sosial.

Empati berdampak positif jika ditinjau dari kajian dalam psikologi. Dampak positif tersebut di antaranya adalah peningkatan kualitas hubungan, peningkatan perilaku prososial, dan kesehatan mental yang lebih baik. 

Penelitian telah menunjukkan bahwa individu yang lebih berempati cenderung memiliki keterampilan sosial yang lebih baik, hubungan interpersonal yang lebih kuat, dan kesejahteraan yang lebih baik. Mereka juga lebih cenderung terlibat dalam perilaku membantu orang lain dan mereka juga cenderung dipandang positif oleh orang lain.

Kekuatan empati terletak pada kemampuannya menjembatani kesenjangan antar individu, mendobrak sekat-sekat antara kepala dan hati manusia, serta menciptakan rasa persatuan dan pengertian. 

Ketika kita mampu berempati dengan orang lain, kita lebih siap untuk menyelesaikan konflik, merundingkan kompromi, dan menemukan titik temu. 

Empati memungkinkan kita untuk melihat melampaui perspektif dan bias kita sendiri, untuk memahami perspektif orang lain, dan untuk menemukan solusi yang bermanfaat bagi semua orang yang terlibat.

Selain manfaat sosialnya, empati juga memiliki sejumlah manfaat pribadi. Penelitian telah menunjukkan bahwa individu yang lebih berempati cenderung lebih bahagia, lebih tangguh, dan lebih sukses dalam kehidupan pribadi dan profesionalnya. Ini karena empati memungkinkan kita untuk terhubung lebih dalam dengan orang lain, untuk membentuk hubungan yang lebih kuat, dan untuk merasakan tujuan dan makna dalam interaksi kita dengan dunia di sekitar kita.

Salah satu manfaat utama dari melatih empati adalah dapat membantu kita menghindari keegoisan. Saat kita berempati, kita memprioritaskan kebutuhan dan keinginan orang lain dan mempertimbangkan dampak tindakan kita terhadap orang-orang di sekitar kita. Ini dapat membantu kita menghindari perilaku egois atau manipulatif seperti menggunakan orang lain untuk keuntungan kita sendiri atau mengabaikan perasaan orang lain.

Selain itu, empati dapat menghindarkan kita dari sifat narsistik. Narsisme dapat dilihat sebagai bentuk ekstrim dari terlalu berpusat pada diri sendiri (self-centered), di mana seseorang narsisis mementingkan diri sendiri dan tidak mampu berempati terhadap orang lain. Manusiawi jika seseorang egois dari waktu ke waktu, tapi pada individu narsistik kasus ini menjadi ekstrem. Narsisis memprioritaskan kebutuhan dan keinginan mereka sendiri di atas segalanya, seringkali dengan mengorbankan orang lain. Melatih empati dapat menghindarkan kita dari perilaku buruk tersebut.

Empati dapat memperluas perspektif kita dan membuat kita dapat menghargai dan memprioritaskan kebutuhan dan emosi orang lain. Empati membuat kita mengenali dan memahami emosi orang lain dan menanggapi dengan cara yang peduli dan penuh kasih. Ketika seseorang berempati, mereka menjadi lebih selaras dengan kebutuhan dan perasaan orang-orang di sekitar mereka dan cenderung tidak memprioritaskan keinginan mereka sendiri di atas yang lain.

Berempati dapat membantu mencegah narsisme dalam beberapa cara:

Empati memperluas perspektif: Berempati berarti berusaha memahami perspektif orang lain dan memahami pikiran dan perasaan mereka. Ketika kita mendengarkan orang lain dan memahami perspektif mereka, kita mendapatkan apresiasi yang lebih dalam atas keragaman pengalaman manusia dan sifat kompleks hubungan manusia. Ini dapat membantu kita menjadi lebih berpikiran terbuka, berbelas kasih, dan berkontribusi untuk keharmonisan sosial.

Empati membuat regulasi emosi menjadi lebih baik: Empati juga membuat seseorang dapat mengatur emosi diri sendiri dalam menanggapi emosi orang lain. Dengan melatih empati, individu dapat menjadi lebih baik dalam mengelola emosi mereka sendiri dan merespons emosi orang lain dengan cara yang lebih tepat dan penuh kasih. Regulasi emosional yang lebih besar ini dapat membantu mencegah kecenderungan narsistik. Narsisis umumnya tidak terlalu pintar meregulasi emosi dan tidak mau mengenali dan merespons emosi orang lain dengan tepat.

Empati membangun hubungan yang lebih kuat: Empati juga dapat membantu individu mengembangkan hubungan yang lebih kuat dengan orang lain. Dengan melatih empati, individu dapat menjadi lebih selaras dengan kebutuhan dan emosi orang-orang di sekitarnya, yang dapat membantu mereka membangun hubungan yang lebih kuat dan bermakna. 

Ketika kita memiliki hubungan yang kuat dengan orang lain, kita memperhatikan kebutuhan mereka di saat yang sama dengan kita memperhatikan kebutuhan diri kita. Hal ini dapat meminimalisir kecenderungan untuk kita tidak mau tahu dan memanfaatkan orang lain untuk kepentingan kita.

Namun, empati tidak selalu dikaitkan dengan hal yang positif. Dalam beberapa kasus, empati yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan emosional, terutama bagi individu yang bekerja dalam profesi pengasuh seperti perawat atau konseling. 

Selain itu, empati terkadang dapat menyebabkan penilaian yang bias atau tidak akurat jika didasarkan pada informasi yang tidak lengkap atau tidak akurat. 

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan antara empati dan pemusatan pada diri sendiri. Meskipun demikian, umumnya yang berlebihan pasti tidak baik. Dalam hal ini, ketika pemusatan pada diri sendiri yang berlebihan maka dampaknya lebih merugikan banyak pihak.

Bagaimana cara melatih empati?

Untuk melatih empati, kita dapat secara aktif mencari pendapat dan perasaan orang-orang di sekitar kita dan terlibat dalam percakapan yang terbuka dan jujur. Kita juga dapat membayangkan bagaimana perasaan kita dalam situasi tertentu atau terlibat dalam tindakan kebaikan dan kasih sayang.

Sayangnya, empati tidak selalu mudah untuk dilakukan. Kita harus menjadi terbuka (vulnerable) untuk dapat berempati. Kita harus mampu membuka diri terhadap emosi orang lain dan bersedia melangkah keluar dari zona nyaman kita sendiri. Namun, dengan latihan dan niat, empati dapat dikembangkan dan diperkuat seiring berjalannya waktu.

Menjadi lebih berempati dapat dilakukan dengan cara berikut:

  • Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan orang lain tanpa menyela atau menghakimi mereka. Perhatikan bahasa tubuh, nada suara, dan ekspresi wajah mereka untuk lebih memahami emosi mereka.
  • Mencoba memahami perspektif orang lain: Cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang mereka. Ajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi pikiran dan perasaan mereka.
  • Menjadi tidak menghakimi (non judgemental): Hindari mengkritik atau menilai orang lain atas pikiran atau perasaan mereka.
  • Mengakui emosi orang lain: Tunjukkan empati dengan mengakui emosi orang lain dan tawarkan dukungan atau bantuan sesuai dengan kapasitas kita masing-masing.
  • Selalu dilatih dan diusahakan: Lakukan upaya sadar untuk melatih empati dalam interaksi harian kita dengan orang lain.

Simpulan

Empati adalah alat penting yang dapat digunakan untuk menghindari pemusatan pada diri sendiri (self-centeredness) yang berlebihan dan untuk merawat hubungan dengan orang lain. 

Dengan mendengarkan secara aktif, memvalidasi perasaan kita dan perasaan orang lain, serta terbuka pada perspektif orang lain, kita dapat mengembangkan rasa empati dan belas kasih. Hal ini dapat membantu kita membangun hubungan yang lebih kuat dengan orang lain, menumbuhkan rasa kebersamaan, dan pada akhirnya menjalani kehidupan yang lebih memuaskan dan bermakna. 

Jadi mari kita utamakan empati dalam interaksi dan hubungan kita, dan berusaha untuk menjadi individu yang lebih terhubung dan berbelas kasih. (oni)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun