Mohon tunggu...
Angga Deka Saputra
Angga Deka Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis_Frelencer

Tulisan adalah gambaran JIWA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Minggu pagi

6 Juni 2021   09:41 Diperbarui: 27 Juni 2021   11:22 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?q=doa+perempuan&tbm=isch&ved=2ahUKEwiBlvnA-bbxAhX7gUsFHchoDGgQ2-cCegQIABAA&oq=doa+perempuan&gs_lcp=CgNpbWcQAzICCAAyAggAMgIIADICCAAyBAgAEB4yBAgAEB4yBggAEAgQHjIGCAAQCBAeMgYIABAIEB4yBggAEAgQHlDlIljlImDQJGgAcAB4AIABZIgBZJIBAzAuMZgBAKABAaoBC2d3cy13aXotaW1nwAEB&sclient=img&ei=5frXYMGPFvuDrtoPyNGxwAY&bih=969&biw=1920&safe=strict#imgrc=RjuW-wO7zgoccM

"Pripun Zak. Setuju ta? Bapakmu loh nanya ibu terus." Sembari melipat pakaian yang baru saja diangkat dari jemuran.

Aku terdiam, dadaku berdegub kencang, hanya menatap wajah ibu tanpa memberikan sebuah jawaban. Dia tak boleh tahu jika aku teramat sedih dengan adanya perjodohan itu, padahal aku baru saja menemukan jawaban dari do'aku, seorang laki-laki yang mampu membuat hari-hariku penuh warna.

Semenjak adanya rencana perjodohan hari-hariku terasa suwung, hubunganku dengan bapak ibu menjadi anyep dan kesedihan selalu kubungkam dengan tawa, seperti namaku Zakyiatul Mufarrikhah yang artinya "perempuan yang berbahagia dalam kesucian"

Jadi bagaimanapun aku harus terlihat bahagia, meskipun ingin sekali aku menumpahkan segala kesedihan ini.

Sejak aku MTs memang semuanya sudah di atur sama bapak, sehingga aku merasa tidak memiliki kebebasan seperti teman-teman yang lain. Sampai aku tamat kuliah pun tidak ada yang berubah, segala sesuatu harus berjalan sesuai kehendak bapak, jadi hari-hariku lebih sering kuhabiskan didalam rumah dengan menonton tv dan deres hafalanku di kamar.

Ndokk . . . ditanya lah ko ngelamun sih? Suara ibu memecah lamunanku. Nopo bu suaraku terbata-bata. Gapopo ndok, yo wes siap-siap  dhuhuran kono "sembari menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajah sedihnya, melihatku melamun karena pertanyaanya.

bergegas aku mengambil air wudhu' dan memakai mukenah kesukaanku, aku duduk di atas sajadah sambil menunggu waktu dhuhur aku muroja'ah  hafalan.

"Seng sabar yo ndok, ibu ngerti lak kam ga ge. Di jodohke ibu ngerti lak kamu wes duwe calon dewe" melihat putri semata wayangnya dari sela pintu kamar yang terbuka, tengah duduk mengaji dengan hati yang sedih.

Satu persatu air mataku meluncur ke mushabku

Ya allah lihatlah aku, perempuan yang sejak MTs sudah seperti burung dalam sangkar. 

Buu lihatlah anak mu ini yang ta bisa memilih kebahagiaanya sendiri"gumamku dalam hati"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun