Mohon tunggu...
Puteri JannatulMawa
Puteri JannatulMawa Mohon Tunggu... Lainnya - Halo...assalamualaikum

“ Hidup itu tak mudah dan perjalanan itu keras, selalu menjalankannya dengan beribadah agar Tuhan selalu mempermudahnya ”

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam

27 November 2021   14:21 Diperbarui: 27 November 2021   14:24 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Makna Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Islam

Sebutan gender tidak ada dalam perbendaharaan kamus besar Bahasa Indonesia. Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti berarti jenis kelamin. Di samping itu juga gender bisa dimaksud selaku perbandingan antara laki laki serta wanita dilihat dari segi nilai serta sikap. Sedangkan itu, H. T. Wilson mengartikan gender selaku sesuatu bawah untuk memastikan perbandingan sumbangan pria serta wanita pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang selaku dampaknya mereka jadi pria dan wanita. Dengan demikian gender ialah konsep yang lahir dari ruang sosial serta budaya. Secara kodrat, memanglah diakui ada perbandingan antara pria dengan wanita dalam aspek biologis. Perbandingan tersebut tetap digunakan untuk memastikan kedekatan gender, semacam pembagian status, hak- hak, kedudukan serta guna di dalam warga. Gender bukan ialah perbandingan biologis. Perbandingan biologis merupakan perbandingan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan. Walaupun terasa selaku sesuatu isu yang sangat natural serta gamblang di zaman modern, kesetaraan gender belum menggapai titik ini. Untuk wanita, kesetaraan gender ataupun lebih tepatnya ketidaksetaraan gender senantiasa jadi sesuatu tantangan dini yang wajib diatasi dalam menempuh bermacam bidang kehidupan. dan wanita. Dengan demikian gender ialah konsep yang lahir dari ruang sosial serta budaya. Secara kodrat, memanglah diakui ada perbandingan antara pria dengan wanita dalam aspek biologis. Peran- peran sosial tersebut bisa dipelajari, berganti dari waktu ke waktu, serta bermacam- macam bagi budaya serta antarbudaya. Perbandingan biologis merupakan perbandingan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan. Walaupun terasa selaku sesuatu isu yang sangat natural serta gamblang di zaman modern, kesetaraan gender belum menggapai titik ini. Untuk wanita, kesetaraan gender ataupun lebih tepatnya ketidaksetaraan gender senantiasa jadi sesuatu tantangan dini yang wajib diatasi dalam menempuh bermacam bidang kehidupan.

Prinsip Kesetaraan Gender Dalam Islam

Islam menempatkan perempuan sama dengan laki-laki, yang diukur menurut Allah hanyalah tingkat kualitas taqwanya kepada Allah SWT. Pada dasarnya hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil. Oleh karena itu terhadap kaum perempuan merupakan suatu keyakinan yang berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam. Islam memang mengakui adanya perbedaan (distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan (discrimination). Salah satu satu tema sentral sekalian prinsip pokok dalam ajaran Islam yakni prinsip egalitarian, ialah persamaan antara seluruh manusia tanpa melihat bukti diri yang dimilikinya, baik berasal dari bangsa, suku, generasi, apalagi dari tipe kelamin yang dimilikinya, pria serta wanita. Nasaruddin Umar mengemukakan kalau terdapat sebagian variabel yang dapat digunakan selaku standar dalam menganalisa prinsip- prinsip kesetaraan gender dalam Alquran. Variabel- variabel tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Laki-laki dan Perempuan Sama-sama sebagai Hamba

Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. adz-Zariyat [51]: 56: (Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku). Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan siapa yang banyak amal ibadahnya, maka merekalah yang mendapat pahala besar tanpa harus melihat dan mempertimbangkan jenis kelaminnya terlebih dahulu. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal.

2. Laki-laki dan Perempuan sebagai Khalifah di Bumi

Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini selain untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh kepada Tuhan, juga untuk menjadi khalifah di bumi. Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan di dalam QS. QS. al-An’am [6]: 165. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab atas setiap perilaku yang dilakukan kelak kepada Tuhan.

3. Prinsip persamaan antara sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan keadilan, dengan memberikan keseimbangan pada keduanya.

Di samping itu, Alquran pun tidak pernah memberikan larangan kepada setiap manusia, laki-laki dan perempuan untuk mengembangkan potensinya dalam dunia pendidikan. Justru Alquran memberikan jalan dan mengangkat derajat para pencari ilmu pengetahuan, baik laki-laki maupun perempuan. Menjadikan pendidikan hanya sebagai dominasi kaum laki-laki sangat tidak sesuai dengan pesan Alquran yang berbicara tentang kesetaraan.

Membangun Kesetaraan Gender dalam Pendidikan 

Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjalin dalam kehidupan masyarakat, terjalin pula dalam dunia pendidikan. Terlebih, institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestarikan nilai- nilai dan tata cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat. Secara garis besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan dapat diklasifikasi dalam sebagian dimensi, antara lain;

1. Sedikitnya partisipasi

Dalam Mengenai partisipasi hampir perempuan di seluruh dunia hadapi masalah yang sama. Dibandingkan dengan laki- laki partisipasi perempuan dalam pendidikan formal jauh lebih rendah. Jumlah murid perempuan umumnya hanya separuh maupun sepertiga jumlah murid laki- laki;

2. Sedikitnya keterwakilan perempuan sebagai tenaga pengajar ataupun pimpinan lembaga pendidikan formal menunjukkan kecenderungan jika dominasi laki- laki dalam Mengenai tersebut lebih besar daripada wanita;

3. Perlakukan tidak adil. Aktivitas pendidikan di dalam kelas kerapkali bertabiat merugikan murid wanita.


Aktivitas pendidikan di dalam kelas kerapkali bertabiat merugikan murid wanita. Guru secara tidak sadar cenderung menyimpan harapan serta atensi lebih besar kepada murid laki laki daripada murid wanita. Para guru terkadang masih beranggapan perempuan tidak butuh memperoleh pembelajaran besar. Permasalahan ketidaksetaraan gender dalam dunia pembelajaran terpaut erat dengan diskriminasi. Diskriminasi tersebut dibagi jadi 2 tipe, yaitu diskriminasi de jure serta diskriminasi de facto. Diskriminasi secara de jure ialah diskriminasi secara ketentuan. Di dalam ketentuan tersebut pria dan wanita betul- betul dibedakan. Sementara itu, dalam dunia pembelajaran tidak ada Undang- Undang yang membedakan antara keduanya. Malah keduanya diberikan hak yang sama dalam mendapatkan pembelajaran. Dengan kata lain, secara de jure sejatinya tidak terdapat diskriminasi. Tetapi secara de facto masih ada persepsi yang membedakan antara pria serta wanita. Apalagi timbul pandangan kalau wanita ialah masyarakat kelas dua yang terletak di dasar laki-laki. Karenanya, mereka tidak berhak memiliki pendidikan yang sama dengan lak-laki.

Dalam konteks perguruan tinggi pun diskriminasi antara laki-laki dan perempuan masih terlihat. Selain itu, tidak sedikit dari masyarakat juga masih melihat bahwa laki laki adalah pencari nafkah utama. Pandangan-pandangan seperti inilah yang menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Kesenjangan gender dalam dunia pendidikan tentu perlu diatasi, jika tidak selamanya perempuan akan teritimidasi dalam ranah tersebut. Adapun ciri-ciri kesetaraan gender dalam pendidikan adalah sebagai berikut;

1. Perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografis publik. Dalam konteks ini sistem pendidikan, tidak boleh melakukan tebang pilih terhadap kondisi masyarakat, terutama dari segi jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan.

2. Adanya pemerataan pendidikan yang tidak mengalami bias gender.

3. Memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap individu.

4. Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman. Dalam konteks ini pendidikan yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kebutuhan di masa yang akan datang. Tujuannya agar kiprah peserta didik di waktu yang akan datang bisa teraktualisasikan.

Proses pembelajaran berwawasan gender dalam pendidikan perlu ditingkatkan, karena sampai saat ini gejala bias gender masih kerap ditemukan dalam dunia pendidikan. Misalnya, dalam buku-buku pelajaran yang mengungkapkan status dan fungsi perempuan dalam keluarga dan masyarakat belum sepenuhnya peka gender. Di sisi lain, peserta didik perempuan tidak merasa dirinya inferior dibandingkan dengan peserta didik laki-laki. Semakin setara antara laki-laki dan perempuan dalam berkiprah di dunia pendidikan, semakin sedikit tingkat kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam berkiprah di dunia pendidikan dan Islam tidak pernah mengajarkan adanya perbedaan antar laki-laki dan perempuan karena sesungguhnya yang membedakan mereka hanyalah tingkat ketakwaannya pada Allah SWT. Jadi prinsipnya kita semua baik laki laki ataupun perempuan adalah "sama".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun