Saat transit di Stasiun Kranji, seorang lelaki masuk ke gerbong Kereta Rel Listrik (KRL), duduk dengan santai di antara beberapa perempuan.
"Mas, ini gerbong cewek," tegur pelan penumpang di sampingnya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dia beranjak pasrah menuju gerbong lain.
"Ke sini, Mas," ajak petugas keamanan yang siaga di gerbong sebelah.
Beberapa KRL memiliki Gerbong Khusus Perempuan (GKP) ditandai ornamen pink di sisi luar. Namun, beberapa tanpa tanda ini. Announcer KRL kerap mengingatkan letak GKP. Pun demikian, sepertinya perlu penanda visual pada KRL yang belum memilikinya.
Begitulah satu corak yang menghiasi perjalanan saya bersama KRL. Ada corak lainnya yang ingin diungkap, melompat-lompat di kepala, berebutan minta dikonversi menjadi rangkaian kata. Sempat saya tuangkan di sini sampai offside (lebih dari 1.500 kata) dan terpaksa harus dipangkas sana sini.
Saya teringat perkenalan dengan KRL nyaris enam tahun silam. Keadaan memaksa saya untuk menggunakannya, menjelma menjadi Anker (Anak Kereta, sebutan untuk pengguna KRL).
Berhubung menjalani aktivitas lintas provinsi, saya rutin melintasi Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Selama pembangunan Jalan Tol Layang Sheikh Mohammed bin Zayed, macetnya Jalan Tol Jakarta-Cikampek tidak bisa ditolerir. Bayangkan, kendaraan sampai "parkir" di jalan!
Beberapa teman seperjuangan lintas provinsi merekomendasikan KRL. Saya pun tertarik dan mulai berhitung, tidak hanya soal biaya, yang lebih penting soal waktu. Saya harus menyesuaikan kembali jadwal aktivitas harian, utamanya waktu keberangkatan.
Pada kesempatan pertama mencoba KRL rasanya canggung. Lama-kelamaan rasa canggung itu lenyap karena rutin "terpapar" dengan KRL. Saya pun menemukan cara menaiki KRL versi saya.
Pertama, siapkan fisik yang prima. Demi keamanan dan kenyamanan, sebagian besar fasilitas ditempatkan di lantai dua: loket penjualan dan pengisian Kartu Multi Trip (KMT), commuter vending machine untuk mengisi saldo KMT, gate untuk tap in dan tap out, toilet, musala, ruang tunggu, charging booth untuk pengisian daya baterai hand phone. Mau tidak mau, penumpang harus naik ke lantai dua untuk mengakses KRL dan fasilitas yang ada, bisa lewat tangga, elevator, atau eskalator. Saat menggunakan eskalator, gunakan sisi kiri untuk tetap di tempat, gunakan sisi kanan untuk mendahului.
Di dalam KRL, penumpang tidak selalu mendapatkan kursi, bahkan ada kalanya harus berdiri sepanjang perjalanan. Beruntung, saya beraktivitas melawan arus mobilitas massa, sehingga cukup jarang berdesakan di KRL.
Kedua, cari tahu stasiun terdekat dari titik berangkat. Caranya bisa bertanya kepada yang lebih berpengalaman atau menggali info di jagat maya. Dari beberapa stasiun terdekat dengan titik berangkat, yang relatif mudah saya jangkau adalah Stasiun Jatinegara.
Ketiga, cari tahu jadwal KRL. Aplikasi KRL Access sangat membantu. Anker wajib mengunduh aplikasi ini. Terdapat sejumlah informasi di sana: jadwal kereta, posisi kereta, fitur penghitung estimasi ongkos perjalanan.
Untuk dapat mengakses KRL sesuai target waktu, saya harus berangkat lebih pagi. Tidak masalah karena selisihnya hanya belasan menit. "Harga" ini masih wajar dibandingkan harus bermacet ria di jalan tol.
Keempat, siapkan Kartu Uang Elektronik (KUE). Sistem pembayaran KRL menggunakan uang elektronik. Penumpang wajib memiliki KUE seperti KMT yang diterbitkan KAI Commuter (gambar 1 atas) atau yang diterbitkan bank (gambar 1 bawah).
Saat Transjakarta menerapkan sistem one man one ticket (satu kartu untuk satu orang), saya sudah tidak asing karena lebih dulu diterapkan KAI Commuter.
Saldo KMT dapat diisi di loket yang tersedia dan dapat dilakukan mandiri menggunakan commuter vending machine (gambar 2 kiri). Khusus untuk KUE yang diterbitkan bank, sebelum digunakan, lakukan aktivasi via alat seperti gambar 2 kanan. Cukup tempelkan KUE pada alat. Alat ini juga dapat mengecek saldo KUE.
Kelima, lakukan tap in. Mesin tap in lebih sensitif terhadap KMT dibandingkan KUE terbitan bank, sehingga proses pembacaan lebih cepat, gate terbuka lebih cepat. Bahkan ada penumpang yang hanya meletakkan KMT beberapa mili di atas mesin (tanpa menyentuh). Jika saldo tidak cukup, muncul notifikasi pada panel mesin dan gate tidak akan terbuka.
Keenam, cari tahu di jalur berapa KRL transit. Lokasi jalur KRL sesuai tujuan dapat diketahui dari papan petunjuk. Namun, jika berada di stasiun besar dengan jalur yang banyak dan kita belum terbiasa, tentu memakan waktu saat melihat papan petunjuk satu per satu. Untuk menghemat waktu, bertanyalah pada petugas.
Salah satu yang mengagumkan dari KAI Commuter adalah penyediaan petunjuk-petunjuk yang detail dan tersebar di mana-mana. Ini sangat membantu penumpang saat mengakses KRL dan fasilitas yang ada. Petugas pun mudah ditemui saat dibutuhkan dan sangat membantu.
Tunggulah kedatangan KRL di peron dan perhatikan monitor informasi yang ada. Lewat monitor tersebut dapat diketahui perkiraan jadwal KRL tiba disertai jumlah gerbong (8, 10, atau 12). Informasi jumlah gerbong ini bermanfaat sekali bagi penumpang yang mengincar GKP, misalnya gerbong belakang. Makin sedikit jumlah gerbong, maka posisi menunggu harus semakin menjauh dari ujung peron.
Announcer stasiun dengan senang hati memberikan informasi terkini posisi KRL yang akan singgah. Simaklah informasi yang disampaikan.
Jika memiliki sampah, buanglah pada tempat sampah di peron. Jangan harap membuangnya di dalam gerbong karena tidak disediakan tempat sampah. Di Stasiun Jatinegara, tersedia tempat sampah separasi empat wadah. Penumpang dilibatkan untuk memilah-milah sampah.
Ciri khas KRL mendekat, biasanya terdengar dentuman klakson. Jangan heran kalau terkadang bersahut-sahutan dengan KRL lainnya atau Kereta Rel Diesel yang melintas.
Pastikan menaiki KRL yang benar dengan mengecek teks nama rute tujuan pada panel di bagian atas depan gerbong dan informasi dari announcer.
Saat KRL tiba, beri jalan bagi penumpang dan dahulukan yang keluar. Jangan berebut masuk ke dalam KRL. Hati-hati saat melangkah masuk karena ada celah antara peron dengan pintu KRL.
Saya punya kisah menyesakkan di peron. Dalam perjalanan ke suatu stasiun, saya terjebak macet sehingga peluang tiba tepat waktu kecil sekali. Dari tangga masuk stasiun, terdengar dentuman klakson KRL. Saya kejar sekuat tenaga hingga tiba di anak tangga terbawah, berdiri di belakang garis batas aman peron persis saat pintu KRL tertutup dan mengejek saya lewat suara desisnya.
Awal mengenal KRL, saya menunggu asal saja di peron, tanpa menentukan titik tunggu. Lambat laun, saya sadar pentingnya menentukan titik tunggu sesuai gerbong pilihan. Pilihlah gerbong sesuai kebutuhan. Jika ingin turun dekat dengan tangga, elevator, atau eskalator, pilihlah gerbong yang membawa kita turun dekat dengan fasilitas tersebut. Pilihan gerbong yang tepat dapat menghemat waktu dan tenaga.
Ketujuh, patuhi tata tertib. Saat berada di KRL, perhatikan tata tertib yang ada dan patuhilah. Di sana terdapat kursi prioritas untuk lansia, penumpang berkebutuhan khusus, ibu hamil, penumpang membawa anak. Jika belum ada yang berhak menggunakan kursi tersebut, kursi bebas digunakan. Sekalipun tidak duduk di kursi prioritas, berilah kursi pada yang lebih membutuhkan.
Setiap gerbong memiliki 4 pintu di kanan-kiri, dilengkapi AC, 6 kipas angin, rak bagasi, dan peta rute KRL di atas pintu. Jendela dilengkapi tirai yang dapat disetel naik turun. Berhubung di gerbong tidak terdapat tempat sampah, buanglah pada tempat sampah di peron stasiun tujuan.
Terdapat beberapa petugas keamanan yang memantau kondisi dan menjadi sumber informasi saat dibutuhkan. Beberapa stasiun mendekati stasiun akhir, petugas kebersihan akan bergerak melakukan sanitasi. Tidak heran kalau kebersihan KRL selalu terjaga.
Di sepanjang perjalanan, suara announcer setia menemani, memberikan informasi stasiun pemberhentian selanjutnya dan informasi lainnya. Simaklah baik-baik.
Sinergi yang ada menciptakan suasana KRL yang nyaman dan aman.
Kedelapan, lakukan tap out. Makin sering menaiki KRL, makin mengenal tanda-tanda KRL mendekati stasiun tujuan. Jika ingin lebih dulu keluar, bergeserlah ke arah pintu beberapa menit sebelum turun. Keluarlah dari KRL dengan antre. Hati-hati saat melangkah keluar dari dalam KRL. Lakukan tap out di gate. Saldo KMT akan terpotong.
Tarif KRL relatif murah. Rute yang saya tempuh (25 km lebih) memotong saldo Rp4.000. Bagi saya, naik KRL lebih efisien. Kocek lebih ringan belasan persen. Lumayanlah. Apalagi kalau diakumulasikan setahun, lumayan banyak. Haha. Jarak tersebut dapat ditempuh sekitar 35 menit. Cepat bukan.
Dari beberapa stasiun yang pernah saya singgahi, Stasiun Jatinegara menjadi yang terfavorit. Tata letaknya rapi, bersih, dan nyaman. Fasilitasnya lengkap, bahkan terintegrasi dengan halte Transjakarta Stasiun Jatinegara 2 lewat jembatan berkanopi. Ini andalan saya saat melanjutkan perjalanan menggunakan Transjakarta.
Saya pernah memberikan masukan lewat sosial media untuk meletakkan tempat sampah di sisi barat salah satu peron di Stasiun Jatinegara dan masukan itu ditindaklanjuti. Tak lama kemudian saya menemukan tempat sampah sesuai masukan. Terima kasih ya.
Selama pandemi COVID-19, KAI Commuter tetap setia melayani masyarakat dan berkomitmen menerapkan prokes yang ketat. Berhubung mobilitas saya cukup normal selama pandemi COVID-19, KRL sudah pasti menjadi andalan saya.
KAI Commuter sejauh ini sudah memberikan pelayanan dengan baik. Namun, masih perlu berbenah. Dua hal yang menjadi kekurangan yang perlu dibenahi adalah fasilitas elevator dan eskalator yang rusak/tidak berfungsi dan kapasitas pengangkutan agar dapat memenuhi standar kenyamanan. Semoga kekurangan ini dapat diatasi agar masyarakat dapat merasakan pelayanan prima KAI Commuter.
Teruslah memperbaiki diri. Niscaya, masyarakat bersedia mengkritikmu dengan sayang dan menggemakan kebaikan-kebaikanmu dengan bangga, KAI Commuter.
Link informasi yang bermanfaat untuk Anker:
https://twitter.com/CommuterLine
Catatan:
Semua gambar merupakan koleksi pribadi
Alur Laut, 27 Agustus 2023
***
Baca juga:
Begini Cara Naik Mikrotrans JakLingko
Mau Naik Transjakarta Perdana? Baca Ini!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI