Pebulu tangkis hanya mendapatkan 1 x time-out di sepanjang set ke-1 s.d. ke-3/ke-4. Dan 1 time-out tambahan pada set ke-5. Coaching dari pelatih hanya dapat dilakukan selama time-out berlangsung. Seperti halnya challenge, inisiatif time-out datang dari pebulu tangkis sendiri. Pebulu tangkis harus pandai memanfaatkan time-out ini (menentukan saat yang tepat untuk menggunakannya).
Pebulu tangkis dapat mengajukan time-out segera setelah terjadinya rally dan segera setelah pertandingan di set tertentu berakhir. Permintaan time-out diajukan dengan cara mengucapkan "Time-out" atau menggerakkan tangan membentuk huruf T.
Pengurangan coaching di lapangan ditanggapi pelatih pebulu tangkis Denmark, Kenneth Jonassen. Menurutnya, sesi coaching di lapangan merupakan hal unik dalam bulu tangkis dan merupakan bagian yang juga dinikmati penonton. Saya pun sependapat. Sesi coaching ini bagian yang bisa "dijual" untuk menghibur penonton. Lewat sesi coaching ini kita dapat melihat interaksi pelatih dengan pebulu tangkis. Kita juga dapat mengetahui berbagai tingkah pebulu tangkis saat mendengarkan arahan dari pelatih. Yang menarik, telinga kita jadi mengenal istilah-istilah aneh yang digunakan pelatih Indonesia saat memberikan arahan: "sodok", "rem... rem...", "jagain setengah-nya", "depannya jangan terlalu masuk". Haha.
Sesi coaching sebaiknya tetap diizinkan setiap pergantian set. Dengan demikian, time-out tidak diperlukan lagi.
Perubahan Peraturan Service
Semula, saat melakukan servis, ketinggian shuttle cock ketika dipukul dengan raket harus berada di bawah pinggang (sejajar tulang rusuk bagian bawah) server. Teknisnya, tidak mudah bagi service judge untuk menentukan bagian bawah rusuk. Agar penilaian servis lebih mudah dan objektif, BWF mengubah aturan servis di mana shuttle cock harus berada kurang dari 1,15 m (diukur dari dasar lapangan) ketika dipukul dengan raket. Aturan servis baru ini dalam proses uji coba, dimulai sejak perhelatan All England bulan Maret lalu. Jika disepakati, maka akan ditetapkan menjadi aturan baku.
Saya menyambut baik niat BWF untuk membuat metode servis yang lebih terukur. Sayangnya, alat ukur yang digunakan masih konvensional. Alat ukur tersebut berupa dua lempeng plastik trasparan dengan garis horizonal, di mana posisi garis ini 1,15 m dari dasar. Kedua lempeng ditempatkan saling berhadapan pada bagian atas tiang logam yang berdiri tegak lurus.
BWF juga mengusulkan pembatasan durasi melakukan servis, pengurangan waktu pemanasan, penghilangan tes raket setelah mengganti raket, mempercepat durasi instant review (tayangan ulang untuk melihat letak jatuhnya shuttle cock). Ujung-ujungnya demi mengurangi durasi pertandingan.