Mohon tunggu...
Purnama Tambunan
Purnama Tambunan Mohon Tunggu... Tutor - Badminton Lover

""Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya" tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan hadapilah." (Soe Hok Gie)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

BWF Annual General Meeting 2018, Ada Isu Apa Saja?

15 Mei 2018   22:35 Diperbarui: 15 Mei 2018   23:03 1607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BWF Annual General Meeting 2018, Ada Isu Apa Saja? (sumber: bwfcorporate.com)

Pebulu tangkis hanya mendapatkan 1 x time-out di sepanjang set ke-1 s.d. ke-3/ke-4. Dan 1 time-out tambahan pada set ke-5. Coaching dari pelatih hanya dapat dilakukan selama time-out berlangsung. Seperti halnya challenge, inisiatif time-out datang dari pebulu tangkis sendiri. Pebulu tangkis harus pandai memanfaatkan time-out ini (menentukan saat yang tepat untuk menggunakannya).

Pebulu tangkis dapat mengajukan time-out segera setelah terjadinya rally dan segera setelah pertandingan di set tertentu berakhir. Permintaan time-out diajukan dengan cara mengucapkan "Time-out" atau menggerakkan tangan membentuk huruf T.

Pengurangan coaching di lapangan ditanggapi pelatih pebulu tangkis Denmark, Kenneth Jonassen. Menurutnya, sesi coaching di lapangan merupakan hal unik dalam bulu tangkis dan merupakan bagian yang juga dinikmati penonton. Saya pun sependapat. Sesi coaching ini bagian yang bisa "dijual" untuk menghibur penonton. Lewat sesi coaching ini kita dapat melihat interaksi pelatih dengan pebulu tangkis. Kita juga dapat mengetahui berbagai tingkah pebulu tangkis saat mendengarkan arahan dari pelatih. Yang menarik, telinga kita jadi mengenal istilah-istilah aneh yang digunakan pelatih Indonesia saat memberikan arahan: "sodok", "rem... rem...", "jagain setengah-nya", "depannya jangan terlalu masuk". Haha.

Sesi coaching sebaiknya tetap diizinkan setiap pergantian set. Dengan demikian, time-out tidak diperlukan lagi.

Perubahan Peraturan Service

Semula, saat melakukan servis, ketinggian shuttle cock ketika dipukul dengan raket harus berada di bawah pinggang (sejajar tulang rusuk bagian bawah) server. Teknisnya, tidak mudah bagi service judge untuk menentukan bagian bawah rusuk. Agar penilaian servis lebih mudah dan objektif, BWF mengubah aturan servis di mana shuttle cock harus berada kurang dari 1,15 m (diukur dari dasar lapangan) ketika dipukul dengan raket. Aturan servis baru ini dalam proses uji coba, dimulai sejak perhelatan All England bulan Maret lalu. Jika disepakati, maka akan ditetapkan menjadi aturan baku.

Saya menyambut baik niat BWF untuk membuat metode servis yang lebih terukur. Sayangnya, alat ukur yang digunakan masih konvensional. Alat ukur tersebut berupa dua lempeng plastik trasparan dengan garis horizonal, di mana posisi garis ini 1,15 m dari dasar. Kedua lempeng ditempatkan saling berhadapan pada bagian atas tiang logam yang berdiri tegak lurus.

Alat ukur tinggi service (foto oleh Jeppe Ludvigsen)
Alat ukur tinggi service (foto oleh Jeppe Ludvigsen)
Alat ukur batas ketinggian servis ditempatkan di sisi kanan dan kiri service judge. Bagaimana cara menggunakannya? Service judge cukup mengatur penglihatannya sedemikian rupa sehingga garis horizontal pada tiap-tiap lempeng plastik berhimpit menjadi satu garis. Posisi ini dianggap mencapai ketinggian 1,15 m.

Service judge saat menilai ketinggian service (foto oleh Sven Heise)
Service judge saat menilai ketinggian service (foto oleh Sven Heise)
Penentuan tinggi 1,15 m dengan cara ini kurang akurat. Penilaian sangat bergantung pada sudut pandang yang melihat. Fotografer bernama Mark Phelan melakukan eksperimen dengan alat ini. Hasilnya, garis yang berimpit dapat diperoleh dari sudut pandang yang berbeda. BWF perlu mengembangkan alat ukur lain yang lebih akurat.

Inkonsistensi hasil penentuan tinggi (screenshot dari https://twitter.com/markphelanGPM)
Inkonsistensi hasil penentuan tinggi (screenshot dari https://twitter.com/markphelanGPM)
Selain tiga isu utama tersebut, BWF juga mengusulkan perubahan peraturan yang berbunyi, "Pebulu tangkis tidak diperkenankan berperilaku ofensif". Setelah kata "ofensif" BWF mengusulkan penambahan "atau tidak pantas". Saat membaca perubahan aturan ini, entah mengapa saya langsung mengaitkannya dengan Kevin Sanjaya Sukamuljo. Apakah tindakan pura-pura memukul shuttle cock yang jelas-jelas out bisa dikategorikan "tidak pantas"? BWF harus lebih rinci menentukan definisi "tidak pantas" ini.

BWF juga mengusulkan pembatasan durasi melakukan servis, pengurangan waktu pemanasan, penghilangan tes raket setelah mengganti raket, mempercepat durasi instant review (tayangan ulang untuk melihat letak jatuhnya shuttle cock). Ujung-ujungnya demi mengurangi durasi pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun