Kata orang atau kata lagu yang dinyanyikan penyanyi jadul  yang sering  kudengar di TV atau di radio  bahwa  jatuh  cinta itu sejuta rasa dan indahnya . Nonsen.. aku belum pernah sama sekali merasakannya, aku biasa-biasa saja. Bahkan diusiaku yang menginjak dua puluh tujuh tahun ini.Â
Aneh…. Gak normal itu sering terlontar di bibir teman-temanku pada masa kuliah bahkan sampai saat ini aku bekerja sebagai guru di SMA. Sering oleh teman guru seniorku aku di jodoh-jodohkan dengan anak perempuannya ataupun dengan adiknya dan lain-lain yang menurut mereka pantas untukku he..he..tapi semua itu bablas..seperti angin  gak nyantol di hati.
Menurut  cermin yang kulihat  dan penilaian orang wajahku gak jelek-jelek amat, tampan dan cakep kata ibuku he..he ibu mana yang menilai wajah anaknya jelek…, kepribadianku lumayan baik, tidak sombong terbukti kemana-mana aku selalu disapa dan menyapa orang bahkan kalau ada nenek-nenek yang lewat aku selalu memasang senyumku yang teramat manis.Â
Satu lagi aku adalah teman dan guru  yang tidak  pelit , aku selalu membantu kesulitan teman dan selalu membantu siswa dalam belajarnya. Itulah sedikit kelebihanku sebagai Jones si jomblo ngenes itu julukan dari  bu Ida guru seniorku untukku.. walaupun sedikit gak terima tapi aku iklas  kuterima julukan itu dengan lapang dada.
Selain kelebihanku yang sudah kuceritakan tentu aku juga punya kekurangan, kata orang itu biasa tak ada gading yang tak retak demikian peribahasa mengatakan. Kata orang juga nih aku terlalu cuek dan tidak perhatian dengan perasaan lawan jenis. Tapi menurutku gak segitunya sih.. tapi mungkin iya..ya… Sebetulnya ada beberapa teman wanita yang mencoba mendekatiku tapi aku kurang bisa menangkap sinyal cinta dari mereka.
Sebagai cowok yang sangat normal aku sebetulnya pingin banget punya pendamping hidup, Ibuku pun sudah menyindir secara halus ,kapan aku memperkenalkan teman wanitaku kepadanya, apalagi dua kakak perempuanku secara terang-terangan menanyakan hal ini kepadaku, bahkan dengan sok pintarnya kedua kakakku bak psikiater yang handal menilaiku aku terlalu cool kayak lemari es,  sama perempuan.  Ini gara-gara aku adalah anak laki-laki satu-satunya dan bungsu pula, sehingga aku terlindungi oleh kakak –kakak perempuanku yang cantik-cantik ditambah ibuku yang terlalu sayang dan protek terhadapku sehingga aku terlalu nyaman dilingkungan keluargaku, dan tak peduli dengan wanita lain. Huhhh.. menjengkelkan sekali analisa kedua kakak perempuanku itu.
Walaupun analisa mereka dibantah oleh masing-masing suaminya. Aku sedikit terhibur dengan kedua kakak iparku karena mereka pro terhadapku bahkan mereka menyuruh aku tidak mempedulikan analisa kedua kakak perempuanku, malah aku disuruh menikmati kejombloanku sebelum kehidupanku terbelenggu  status setelah menjadi suami anak orang.
Pagi itu seperti biasa aku mengajar di jam pertama di kelas dua belas IPS, seperti biasa pula kegiatan belajar mengajar sangat lancar tak  ada kendala. Tapi tak lama berselang Bu Ida ,selaku Waka Kesiswaan datang mengetuk pintu segera kubuka pintu kelas, Nampak bu Ida dan dibelakangnya anak perempuan yang tidak berseragam.Â
Bu Ida secara singkat menyampaikan kepadaku bahwa ada siswa baru pindahan dari Surabaya, serta merta kupersilakan bu Ida untuk masuk kelas bersama siswa baru tersebut untuk mencari kursi duduk bagi siswa baru tersebut. Setelah kursi duduk untuk siswa baru sudah didapat, bu Ida menyerahkan sepenuhnya siswa baru tersebut kepadaku untuk  memperkenalkan dirinya kepadaku dan siswa-siswa lainya.
Ritual yang harus dilakukan siswa baru di SMA ku adalah memperkenalkan dirinya di depan sekolah. Siswa baru yang bernama Rosma itu menurut pandanganku cukup cantik dan dari bahasa tubuhnya dan cara memperkenalkan dirinya aku bisa menilai bahwa siswa ini cerdas.Â
Tanpa sadar , selama dia memperkenalkan dirinya aku tak lepas mataku memandang dirinya seperti terhipnotis aku terpesona, sehingga sewaktu siswa yang bernama Rosma selesai memperkenalkan dirinya aku masih tetap dalam posisi memandangnya, sehingga kelakuanku yang tidak biasa ini mengundang tawa siswa-siswaku, seketika kelasku menjadi ramai. Segera aku tersadar oleh sikapku itu,  apalagi melihat senyum  si rosma yang tersipu malu. Tidak lama aku segera menguasai diri agar kegiatan belajar mengajar normal kembali.