Di beberapa negara lain juga mengalami hal serupa. Lonjakan tagihan listrik itu dialami sebab kebijakan work from home. Imbasnya konsumsi kebutuhan sehari-hari meningkat, karena orang-orang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di rumah.
Sepanjang hari itu mereka menggunakan peralatan elektronik tanpa henti. Akumulasi pemakaian selama satu bulan sangat terasa lonjakannya. Apalagi ketika wabah Covid-19 sedang mengalami titik puncak, petugas catat meter di setiap negara tidak diterjunkan untuk mencegah penyebaran Corona.
Sebagai solusinya, tagihan listrik dihitung secara rata-rata. Padahal pemakaian listrik ketika melakukan work from home itu jauh lebih banyak dari periode sebelumnya. Akibatnya, kelebihan tagihan itu dilaihkan pada bulan-bulan berikutnya.
Fenomena lonjakan tagihan listrik, air, gas, internet dan kebutuhan lain mestinya disikapi dengan bijak. Karena hampir semua negara di dunia mengalaminya. Untuk mengurangi membengkaknya tagihan berikutnya, sebaiknya dilakukan langkah-langkah penghematan. Karena pemborosan konsumsi menyebabkan tagihan bertambah besar tanpa disadari.
Untuk listrik misalnya, pastikan alat-alat elektronik dalam posisi mati, bukan standby. Karena kondisi ini masih mengalirkan listrik sebesar 80 persen. Sementara penggunaan AC dengan menurunkan suhunya secara tiba-tiba mengonsumsi listrik tambahan sebesar 36 persen.
Begitu juga dengan seringnya membuka kulkas, menyalakan mesin air dan charger gadget yang masih menempel di colokan walaupun tidak digunakan.
Selama Corona belum sirna dari muka bumi, melonjaknya tagihan konsumsi harian rumah tangga akan terus ada. Hal ini terjadi di seluruh dunia. Orang-orang masih banyak yang menghabiskan waktunya di rumah.
Untuk itu, diperlukan kesadaran untuk menghadapi lonjakan tagihan yang berbeda dari bulan-bulan sebelum Corona. Jika hal itu tetap terjadi karena memang ada perbedaan pola kerja, setidaknya kita tidak terkejut olehnya.
Puji Handoko