Mohon tunggu...
Primanata Dian Isa
Primanata Dian Isa Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Bencoolen Magazine

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

'Sajak Ketimpangan Desa dan Kota

29 Oktober 2012   23:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:14 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Jalanan panjang berliku kecil sempit setapak
kuning tanahnya becek
setia krikil kecil di gilas roda-roda pedati
telanjang telanjang kaki tak perduli
bahu-bahu kekar hitam
legam berjemur diantara ramah hamparan sawah
dan pipit pipit uban tertawa lempar sebutir padi diatas kidung mereka
Tebal,kebal telapak kakinya
berjalan diatas krikil-krikil runcing
yang tak pernah jadi permadani mulus seperti tol Jakarta
tanpa permintaan
tanpa pengajuan
tanpa permohonan
dan tanpa rasa cemburu senyum sapa tetap tercurah

Toke-toke beras dengan musik MP3 nya
menari-nari goyangkan kaki di dalam sedan mulus berwarna putih
Hamparan sawah yang luas
Berhektar hektar
Berton-ton
kini sudah menjadi miliknya

Subsidi pupuk lancar mengalir
seperti air PDAM perumahan Elite
yang tak pernah berhenti mengalir
deras,deras,terus,dan terus
hingga karung-karung putih bergelimpangan di kilo-i pak tani

Pak tani kini menjadi kuli
Pak tani kini menjadi babu
babu yang di lempar sebutir beras oleh pipit uban
kuli telanjang dada di atas tanah sendiri

....................................

Sementara ku palingkan mata ke kota

Jalanan besar mulus lurus hampir tanpa tanah
Dihiasi gemerlap pijar sombongnya lampu kota
yang bersaing indah
bersaing mewah
dan angkuhnya pipa-pipa cerobong asap
menarik perhatianku

Iri...
gedung-gedung perkantoran iri
saling iri dengki
tambah tamak,rakus,serakah kurang luas saja tanahnya
kurang tinggi saja
makin hebat,makin gagah,makin perkasa mencakar langit tanpa goyah
dan tanpa iba meludah dari atas ketinggiannya

Jalanan kota saksi bisu yang diciptakan orang-orang pintar
Rumput pun di gusur di tepi jalan
belalang,capung,kupu-kupu bahkan walangsangit pun mengungsi
buldoser datang setelah sidang
rumah penduduk
pasar kaki lima tanpa akta tanah
rata untuk dijadikan hotel bintang 5 dan mall megah

Pada warung kopi kaki lima
dibawah terpal rapuh yang bocor kala hujan menderu
radio di republik ini mendendangkan lagu cinta
cinta,asmara,
gelora,muda dan kasmaran
tiada berguna untuk sebuah ketimpangan

Aku tutup telinga...

Djakarta,30/10/12
Primanata Dian Isa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun