Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlukah Mempelajari Bias Kognitif Sebelum Memutuskan Berlibur?

29 Oktober 2020   07:09 Diperbarui: 29 Oktober 2020   10:42 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.shuutterstock.com)

"Kapan mau kuliah?"

Hari selasa sore, tiba-tiba salah seorang dosenku bertanya hal tersebut di grup perkuliahan, padahal pada siang harinya telah tersebar surat edaran dari kampus bahwa mulai hari rabu hingga ahad ditetapkan sebagai hari libur cuti bersama. Tentu saja, mengetahui adanya pertanyaan tadi seketika teman-temanku heboh, bimbang memilih menjawab menentukan kapan waktu kesepakatan untuk kuliah, atau me-lobby untuk kuliah di lain hari pada pekan depan. Ibaratnya, mengiyakan kuliah keberatan karena menimbang waktu liburan, dan kalau menolak pun sungkan. 

Pada akhirnya, setelah dirundingkan bersama, kami sekelas sepakat untuk kuliah. Jujur saja, aku tahu pasti ada satu dua orang dari temanku yang keberatan, namun apa boleh buat keputusan telah ditetapkan. Akhirnya, pagi hari kemarin kami kuliah, dan secara kebetulan di akhir perkuliahan, dosenku menyinggung dan berkata seperti ini,

"Saya sebenarnya sengaja kemaren menanyakan kepada kalian kapan mau kuliah, padahal saya tahu kalau hari ini seharusnya libur. Saya ingin ngetes saja, apakah anak kelas ini juga terjebak pada bias kognitif atau tidak."

Iya, pagi hari itu aku dan teman kelasku belajar mengenai bias kognitif. Mengenai hal ini aku akan mengajak beberapa dari kamu berpikir terlebih dahulu. Coba saja kita lihat beberapa hal di sekitar kita, rasa-rasanya banyak orang yang mengambil keputusan tapi tidak berdasar pada rasionalitas.

Misalnya nih ya, ada orang yang sudah mengetahui bahaya merokok, tapi mereka tetap saja merokok. Ada juga orang-orang yang jelas-jelas pernah tersangkut kasus korupsi, tapi masih aja ikut Pilkada dan menang pula. 

Hal tersebut membuktikan bahwa ada fenomena di mana irrasionalitas itu ada di mana-mana. Nah sayangnya, yang namanya irrasionalitas itu bukan hanya terjadi di luar sana, tapi juga terjadi di dalam kepala kita. Bahkan sering kali terjadi dalam keseharian. Hal ini yang kemudian disebut sebagai systematic thinking error atau dalam bahasa psikologi, populer disebut sebagai cognitive bias atau bias kognitif.

Istilah cognitive bias, pertama kali diperkenalkan oleh Amos Tversky dan Daniel Kahneman pada tahun 1960 yang awalnya keduanya meneliti mengenai, kenapa sih ada orang yang mengambil sebuah keputusan yang tidak masuk akal. 

Tversky dan Kahneman mematahkan asumsi yang ada sebelumnya bahwa manusia selalu mengambil keputusan secara rasional berdasar pada data yang ada atau biasa dikenal sebagai rational choice theory. 

Berbeda dengan mesin, ternyata otak manusia memilih untuk tidak mengambil data-data yang rumit dalam mengambil keputusan. Tapi, lebih mengutamakan data-data sederhana yang membuat kita merasa nyaman. Padahal, belum tentu data-data yang dipakai itu benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun