Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Critical Thinking, Perisai Diri dalam Pengambilan Keputusan Penting

18 Oktober 2020   08:56 Diperbarui: 18 Oktober 2020   12:46 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: playsafe.caritas.org.hk

"Kalau ngunyah permen karet jangan ditelan, nanti ususnya lengket!"
"Jangan makan jambu sama bijinya, nanti sembelit!"
"Ayo masuk ke rumah sudah malam, nanti diculik wewe gombel!"

Siapa yang akrab menjadi sasaran kalimat ini? Yap, biasanya hal ini dilontarkan oleh orang dewasa ke kita. Normalnya, pada saat kita masih berusia dini. Tentu, saat itu kita pasti akan langsung mempercayainya. 

Sebab, banyak hal. Dari mulai pola pikiran kita sebagai seorang anak usia dini masih sangat sederhana, juga karena takut dengan hukuman setelahnya apabila kita enggan menuruti kalimat itu dengan seksama atau sebab kemungkinan-kemungkinan lainnya. Tapi saat kita sudah beranjak dewasa, kita pasti akan sadar dan berpikir, 

Benar gak sih? Apa Iya? Ah masa sih? Dan lain sebagainya.
Sebenarnya cara paling tepat untuk menjawab itu semua adalah, yuk berpikir kritis!

Kita tahu kalau cerita tadi sebetulnya tidak logis. Tapi tidak jarang pola pikir yang tidak logis ini terbawa hingga dewasa sehingga kita mudah percaya pada hal-hal yang sebenarnya masih berupa asumsi. Ini bahaya tentunya. 

Ketika kita tidak punya kemampuan berpikir kritis, kita menjadi orang yang mudah terombang-ambing di tengah banjirnya informasi. Ditambah, kita hidup di negara di Indonesia yang termasuk negara demokrasi dimana semua orang boleh berpendapat dan menghasilkan berbagai macam informasi setiap harinya dibantu oleh semakin pesatnya perkembangan teknologi. 

Hal ini tentu baik dan positif, namun apabila kita tidak memiliki alat perlindungan atau perisai dalam diri, maka kita akan menjadi orang yang  mudah diadu domba, kena tipu, atau terprovokasi.  

Menurut  Dictionary.com & Center for Innovation in Legal Education, Berpikir kritis adalah cara berpikir yang jelas, rasional, terbuka dan berdasarkan bukti dan fakta atas apa yang kita baca, dengar, atau lihat dengan kata lain membuat penilaian yang masuk akal, dipikirkan secara seksama, dan berdasarkan fakta. 

Biasanya, orang-orang yang berpikiran kritis lebih sulit untuk mempercayai dengan cepat ketika ada sebuah informasi datang kepadanya. Ditandai dengan, ia akan selalu mempertanyakan banyak hal atas pernyataan yang datang kepadanya tadi. Kalau kita bisa melihat, orang-orang yang berpikiran kritis biasanya ditandai dengan beberapa hal ini, yaitu

  • Pertama, Tidak mudah menelan bulat-bulat sebuah pernyataan atau kesimpulan.
  • Kedua, Punya sikap mempertanyakan yang sehat terhadap pernyataan dan kesimpulan ini.
  • Ketiga, Punya curiousity atau rasa penasaran dan keinginan mencermati bukti-bukti yang ada untuk memahami sebuah pernyataan atau kesimpulan secara menyeluruh.

Sebenarnya, anak usia dini adalah manusia yang secara lahiriah telah berpikiran kritis. Ditandai dengan ia saat usia dini akan banyak sekali bertanya, dan apapun pasti ia pertanyakan. 

Kita sepakat bukan, kadang malah orang dewasa yang jengkel dan enggan untuk menjawab segala macam pertanyaan yang dilontarkan oleh anak usia dini saking banyak dan begitu susahnya pertanyaan yang dilontarkan untuk masuk di logika orang dewasa? Karena hal ini, bukan kemudian menanggapi dengan positif, biasanya orangtua atau orang dewasa justru akan bersikap acuh atau denial,

"Ih diam! Jangan banyak tanya!" agree with this? Coba deh kita bayangkan, dampak apa yang akan dihasilkan setelahnya? Barangkali benar, anak tadi akan diam untuk sementara saat itu saja. 

Tapi, bukan tak mungkin dia akan diam seterusnya dengan pola pikir yang belum lurus dan penuh dengan kekhawatiran setelahnya. Saat ia dewasa, ia akan bertemu dengan banyak sekali pernyataan sensasional banyak bertebaran di sekitarnya.

 Sikap ini adalah bentuk reaksi yang tanpa disadari termasuk dalam sebuah pengambilan keputusan. Dimana, diri memutuskan untuk lebih baik diam daripada bertanya atau memikirkan. 

Diri memutuskan untuk lebih baik percaya daripada mempertanyakan.
Seperti halnya, misalkan kita mendapatkan sebuah pesan tidak dikenal yang isinya; 

"Selamat kamu mendapatkan hadiah 140 Juta dari xxxxx..." 

Atau pernyataan iklan seperti ini, "Kamu pengen kurus? Yuk pakai obat ini, hanya dengan harga 40 ribu rupiah, dengan obat ini kamu akan bla bla bla..." dan pernyataan-pertanyaan sensasional lainnya. Yang mana, apabila kamu termasuk orang yang tidak terbiasa berpikir kritis, maka responnya pasti akan seperti ini,

"Wah, kayaknya beneran nih, aku transfer ah, lumayan dapet 140 Juta," atau termakan pada pernyataan iklan kedua yaitu, "Aku harus beli nih, murah banget lagi harganya," dan lain-lainnya.

Padahal seharusnya, saat kamu menerima informasi seperti ini, tidak ada salahnya untuk kamu menggunakan kacamata skeptis kamu dulu, perbanyaklah bertanya pada diri sendiri dan orang lain. Sederhananya, coba kita kembali menalar pernyataan-pernyataan yang muncul tadi dengan menghasilkan respon seperti ini.

Pernyataan: menelan permen karet membuat usus lengket

Kamu coba memunculkan pemikiran seperti ini, Apakah hal ini dapat dibenarkan? Dan juga lawan dengan pertanyaan atas pernyataan tadi,

Pertanyaan: Kamu tau dari mana? Siapa atau apa sumbernya? Apakah sumber ini terpercaya? Mengapa tubuh kita tidak bisa mencerna permen karet? Permen karet terbuat dari apa? Bagaimana proses mengeluarkan permen karet yang sudah terlanjur tertelan?

Tanya terus, sampai puas. Sebab, tak ada salahnya. Justru hal itu bagus. Dibalik pertanyaan-pertanyaan yang kamu munculkan tadi, bukan tak mungkin setelah ditelusuri, larangan menelan permen karet ternyata muncul karena kekhawatiran orang dewasa atas anaknya dapat tersedak permen karet, takhayul turun-temurun, dan fakta bahwa tubuh kita memang tidak memiliki enzim yang mampu mencerna permen karet. Tapi pada faktanya, permen karet akan tercampur dengan feses dan akhirnya akan keluar dari tubuh kita.

Jadi kesimpulannya, menelan permen karet, tidak membuat usus lengket.  Sederet pertanyaan kritis kita melahirkan bukti dan pasti yang menjadi dasar kita mengambil keputusan baik itu keputusan kecil ataupun besar dalam keseharian kita.

Berpikir kritis adalah keterampilan seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang tidak dapat bergerak sendiri dan selalu berhadapan dengan dinamika permasalahan harus memiliki kemampuan berpikir kritis sebagai bentuk perlindungan diri serta perkumpulan yang ia pmpin agar tidak terjerumus dalam kesalahan pengambilan sebuah keputusan.

Memunculkan kesadaran akan pentingnya mengasah kemampuan berpikir kritis adalah dimulai sejak usia dini. Otak anak yang memang secara hakikatnya telah berpikiran kreatif dan kritis memerlukan stimulus agar kemampuan tadi terus terasah. 

Ditandai dengan pola pengasuhan yang baik, pendidikan yang mendukung anak untuk mengembangkan pola pikirnya, lingkungan bermain yang positif dan banyak sekali aspek pendukung lain yang perlu untuk dimiliki dan dipenuhi dalam hal penanaman hal ini terhadap anak usia dini. 

Namun, yang memiliki tanggungjawab paling besar dalam perwujudan dal ini adalah orangtua dan guru dimana merupakan orang-orang yang terdekat dengan anak. 

Well, kalau kamu termasuk orangtua yang ingin anaknya maju dan menjadi pribadi yang tahan banting akan persebaran informasi? Mulai asah dan biasakan anak berpikir kritis sejak dini.
Semoga tulisan ini bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun