Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peranti Golek Ilmu yang Ditinggalkan

29 April 2020   17:26 Diperbarui: 29 April 2020   17:39 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Buku dan pena ibarat senjata, dan belajar adalah medan perangnya. Kalau belajar kita tidak membawa buku dan pena, ibarat kita perang tanpa senjata. Sia-sia."

Masih ingat bukan akan perumpamaan yang melegenda ini? setiap pembelajar setidaknya pernah mendengar atau berucap hal serupa kepada pembelajar lainnya. 

Benar, memang adanya ilmu perlu untuk diikat dengan tulisan agar ia dapat melekat dan tidak lepas. Sebegitu berharganya ilmu, apabila berkaca pada para penuntut ilmu yang melegenda terdahulu, banyak cara yang dilakukan bahkan membutuhkan perjuangan yang begitu keras. Tentu, keteladanan yang baik ini penting halnya untuk diwariskan dan diturunkan dari generasi ke generasi.

"Peranti golek lmu" apabila diterjemahkan secara bahasa adalah berasal dari Bahasa Jawa, artinya "Alat mencari ilmu." Alat yang digunakan oleh setiap pembelajar agar memudahkan ia saat mencari ilmu.  

Beragam yang bisa digunakan sebagai sebuah alat oleh seorang pembelajar untuk mencari ilmu, sebut saja buku dan pena. Keduanya adalah alat yang tidak dapat ditinggalkan. Memudahkan, benar adanya. 

Dulu, ketika seorang pembelajar ingin mengetahui sesuatu, perpustakaan atau toko buku akan selalu penuh. Para pembelajar akan memenuhi perpustakaan atau berlarian ke toko buku, berteman dengan buku-buku untuk sekedar memenuhi haus akan pengetahuan. Kita tentu pernah mendengar juga bukan? "Buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah cara agar kita dapat membuka jendela itu." Buku, satu peranti golek ilmu.

Dulu, apabila ada sebuah ilmu disampaikan kepada seorang pembelajar, maka ia akan sigap merogoh pena untuk dapat mencatat apa yang didengar. Menangkap kata demi kata menjadi sebuah kalimat. 

Satu dua baris catatan berganti berlembar-lembar. Jelas hal ini dilakukan tanpa suruhan, semuanya mengalir karena adanya keikhlasan. Sebuah diwan yang mahsyur dari Imam Syafi'i berbunyi, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatanannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan apabila kamu memburu kijang, setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja." Pena, juga satu peranti golek ilmu lainnya.

Sekarang, tentu sudah banyak peranti golek ilmu yang bermunculan bahkan bisa dikatakan jauh lebih memudahkan daripada harus selalu berteman dengan buku dan pena. 

Ketika dulu ditanya tentang makna, arti atau alasan mengenai sesuatu, setiap pembelajar akan berhari-hari belajar dan mencari untuk dapat menemukan jawaban. 

Terkadang setumpuk buku tidak terlalu membantu, yang dicari tetap susah ditemukan. Ada pula, ketika apa yang menjadi pertanyaan tadi tak dapat ditemukan jawabannya di buku catatan,  perlu usaha lebih lagi untuk benar-benar mendapatkan sebuah jawaban karenanya. 

Zaman berganti, peranti golek ilmu juga terganti. Budaya baik yang diwariskan generasi pendahulu mulai ditinggalkan karena dirasa telah terlalu usang. Kemudahan akses ilmu pengetahuan dewasa ini melalui internet dan perangkat digital menjadi salah satu terobosan alat mencari ilmu yang begitu memudahkan namun juga terkadang melalaikan. 

Pembedanya, ketika ada hal yang dipertanyakan saat ini. Kita hanya  perlu mengetik di peranti pintar milik kita. Sebut saja Smartphone, kita hanya perlu menekan tombol "Cari" di laman pencarian dan dalam hitungan detik atau menit, penasaran kita telah mendapatkan sebuah jawaban. Semua ini terjadi terjadi karena banyak alasan, bisa saja karena kebutuhan atau memang karena adanya paksaan zaman.

"Siapa bilang? Buktinya masih banyak kok yang belajar pakai buku dan pena."

Memang benar, masih ada. Namun bila dilihat persentasenya, angka para pembelajar itu tidak akan sebanding dengan angka pembelajar yang menggunakan telepon pintar sebagai alat mereka untuk golek ilmu. Apabila ditanya, "Darimana penulis bisa menjamin hal ini benar?" . Tidak usah jauh-jauh mencari, contoh dan buktinya bahkan ada di sekitar kita namun kita tidak sadar. 

Atau bahkan, kita sendiri menjadi satu diantaranya namun hanya memang enggan untuk nyadar. Pembelajar saat ini, tak masalah tidak membawa buku dan pena saat kemana-mana atau bahkan saat belajar, ia masih bisa mencatat di telepon tanpa adanya buku dan pena. 

Dulu, sebuah pembelajaran hanya akan dilakukan dengan tatap muka di sekolah, sekarang karena memang dipaksa oleh zaman, pembelajaran berganti menjadi tatap layar melalui telepon pintar. Kejadian seperti ini berlangsung berulang-ulang, terbiasakan, dan menjadi sebuah hal yang dirasa wajar. Seolah, para pembelajar saat ini tak memiliki rasa kehilangan atas peranti golek ilmu yang mereka tinggalkan.

Siapa yang paling disayangkan? Jawabannya, adalah mereka yang merupakan generasi pembelajar selanjutnya, mereka yang sekarang bisa dikatakan masih seorang "Anak Usia Dini". Betapa disayangkan, bila benar adanya generasi mereka tidak dapat menikmati sensasi kehilangan pena, lupa membawa buku catatan, atau bahkan sensasi pinjam-meminjam peranti  lainnya dalam proses mereka golek ilmu.

Dalam hukum fisika kita juga pun mengetahui, bahwa daya mempengaruhi sebuah gaya. Sebuah keadaan mempengaruhi tindakan. Perubahan zaman merupakan daya dan gaya belajar adalah sebagai bentuk gaya yang dihasilkan sebab adanya perubahan tadi. Banyak sekali macam gaya belajar,  ia mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Kebiasaan membaca dan menulis salah satunya. Kebiasaan menggunakan buku dan pena sebagai alat untuk belajar.  

Bukan tak mungkin anak usia dini yang ada saat ini, akan sedikit sekali yang mengenal keduanya. Tentu dikarenakan tidak adanya sosok yang mengenalkan hal tersebut kepada mereka. Menjadi tanggung jawab bersama, anak usia dini pun seharusnya mendapatkan hal yang serupa. Sensasi belajar berharga yang serupa. 

Tak semua kebiasaan baik harus berubah atau dimodifikasi dikarenakan hanya karena adanya zaman yang berubah. Orangtua, guru, dan lingkungan yang terdekat sepantasnya memang menjadi tameng dan tetap memberi jalan agar mereka ikut menikmati apa yang generasi sebelumnya rasakan. Buku dan Pena, peranti golek ilmu ini, tidak seharusnya ditinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun