Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Permainan Tradisional, Masihkah Bersahabat?

13 Maret 2019   15:48 Diperbarui: 13 Maret 2019   16:25 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                               

Masa usia dini adalah masa dimana tanggungan sebagai makhluk sosial masih tidak terlalu kompleks. Bermain merupakan hal yang paling sering dilakukan oleh anak usia dini dikarenakan selain kegiatan ini membuat diri mereka senang namun sebenarnya melalui bermain anak bisa belajar dengan cara yang lebih mudah dan menyenangkan. Ketika bermain, anak mengekspresikan diri mereka mengikuti permainan apa yang mereka bermain. Bermain juga membantu perkembangan anak baik itu kognitif, motorik, sosial emosi, dan perkembangan linguistik anak.

Pada zaman dahulu, permainan anak-anak begitu sederhana dan hampir semua alat permainan yang dipakai begitu tradisional. Contohnya pada permainan lempar sandal. Permainan tradisional ini memicu perkembangan kognitif anak yang ditandai dengan anak akan berpikir dan melatih fokusnya untuk melemparkan sandal tepat sasaran untuk mampu mengalahkan lawan. Atau pada permainan dakon, perkembangan linguistik serta sosial emosi anak dilatih yaitu ditandai dengan ketika anak bermain dakon maka ketika menyanyikan irama lagu cublak-cublak suweng itu melatih linguistik anak dan melalui permainan dakon anak harus bersabar karena biasanya permainan ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mendapatkan salah satu pemenang.

Apabila kita lihat fenomena sekarang, anak-anak sudah jarang sekali bermain permainan tradisional. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak usia dini sekarang jarang sekali bermain permainan tradisional, diantaranya :

  • Perkembangan alat permainan yang kian modern sehingga permainan tradisional dianggap sudah kuno dan ketinggalan zaman
  • Anak lebih suka bermain permainan online karena diperkenalkan dengan permainan online sejak kecil
  • Orang tua yang protektif ketika anak bermain diluar rumah yang mana mengaggap anak akan rentan terkena penyakit
  • Alat permainan tradisional yang kuantitasnya semakin jarang di pasaran
  • Anak tidak mengetahui cara bermain permainan tradisional tersebut

Beberapa faktor diatas hanya sebagian kecil dari alasan kenapa kemudian permainan tradisional sudah jarang sekali dipermainkan atau dikenal oleh anak usia dini yang hidup di zaman sekarang. Permainan tradisional ini dianggap tidak lagi bersahabat pada sebagian besar anak usia dini. Namun bukan berarti semua tempat di Indonesia tidak lagi memainkan permainan ini, hanya beberapa tempat yang masih melestarikannya seperti halnya pada anak usia dini yang tinggal di pedesaan atau di pedalaman. 

Namun pada anak usia dini yang hidup di daerah perkotaan, permainan tradisional ini sangat jarang dipermainkan. Permainan ini hanya dapat di temukan pada beberapa kesempatan tertentu seperti halnya di pameran, adanya komunitas yang memang bergerak untuk melestarikan hal tersebut ataupun memang di keluarga anak tersebut masih menjaga atau masih ramah akan memainkan permainan tradisional tersebut.

Berbicara mengenai komunitas yang masih melestarikan adanya permainan tradisional di kalangan anak usia dini, salah satu komunitas tersebut adalah Komunitas Dulinan Malang. Komunitas ini  di prakarsai oleh Akhmad Mukhlis, salah satu dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang mengaku diawali karena fenomena anak beliau yang memiliki banyak sekali mainan namun sedikit sekali yang dimainkan. Dan ia juga berpikir bagaimana kemudian agar anak usia dini lainnya yang belum kesempatan untuk bermain dengan permainan yang sama mampu untuk bermain permainan tersebut juga secara sukarela. 

Maka dibentuklah kemudian komunitas ini yang mana anggota dari pengurusnya adalah dari mahasiswa pendidikan Islam Anak Usia Dini UIN Malang juga. Komunitas ini bergerak dengan mengumpulkan mainan bekas yang sudah tidak terpakai kemudian membukan stand di Car Free Day  Kota Malang Tiap Hari Minggu. Disana, anak-anak bebas bermain menggunakan permainan yang Komunitas Dulinan Miliki. Kata "Dulinan" sendiri memiliki makna " Bermain " menurut bahasa jawa yang akrab digunakan di Kota Malang.

Bermain adalah hak seorang anak. Akan menjadi hal yang salah apabila orang tua tidak memberikan kesempatan bermain kepada sang anak. Karena melalui bermain, anak mengeksplor apa yang ada dalam dirinya yang mana itu baik bagi perkembangan diri anak. Orang tua memiliki tugas untuk mengontrol dan mengawasi permainan yang anak mainkan. Memberikan dan mengenalkan permainan tradisional kepada anak merupakan salah satu hal yang baik. Mengajak anak untuk kembali bersahabat dengan permainan tradisional yang sudah sangat dimainkan di era sekarang juga merupakan upaya untuk melestarikan budaya Indonesia karena permainan tradisional juga merupakan warisan. Yuk kembali bersahabat dengan permainan tradisional !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun