Mohon tunggu...
Puja Dewangga
Puja Dewangga Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Menyajikan dinamika, isu, dan fenomena politik serta pemerintahan yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pasang Surut Keterwakilan Politik Perempuan di Parlemen Indonesia

9 April 2022   09:50 Diperbarui: 9 April 2022   09:53 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dikutip dari magdalena.co https://magdalene.co/

Berbicara soal keterwakilan politik, tentu akan selalu berkesinambungan dengan resistensi dari kelompok atau golongan, yang biasanya memiliki fokus isu yang berbeda. 

Jika melihat isu hingga "keresahan" perempuan dalam politik Indonesia hari ini, pastinya akan tertuju kepada persoalan keterwakilan politik itu sendiri. 

Menjadi  momentum yang baik dan angin segar bagi kaum perempuan dalam ranah politik, yaitu ketika munculnya UU No. 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilu, yang memberikan ketentuan pentingnya memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30 persen, tetapi data di lapangan keterwakilan politik perempuan di parlemen/DPR RI yang dikutip dari website dpr.go.id masih sebanyak 20, 5 persen. 

Fakta tersebut menegaskan bahwa keterwakilan politik perempuan masih mengalami pasang surut, dan persoalan lainnya pun dapat dilihat dari aspek konstelasi politik di Indonesia. 

Dari mulai tahapan pencalonan melalui partai politik, yang mengharuskan pencalonan 30 persen bagi kaum perempuan, hingga tahap pemilihan serta penetapan hasil Pemilu Legislatif di tingkat daerah sampai pusat, ini menunjukan adanya persoalan serius dan pasang surut yang nyata di depan mata. 

Berangkat  dari dinamika tersebut, penting untuk kita menguliti secara komprehensif dan mendalam terkait dengan persoalan yang dihadapi dalam mencapai substansi dan kuota keterwakilan politik di tingkat daerah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat.

Dalam hal ini penulis menduga ada sekitar tiga persoalan keterwakilan politik perempuan di Indonesia.

Pertama, terkait keseriusan partai politik dalam pencalonan perempuan, di mana terdapat indikasi bahwa partai politik tidak serius untuk mendorong keterwakilan politik perempuan dalam Pemilu. 

Itu semua dapat terlihat dari kesan yang diberikan oleh partai politik, dengan menjadikan pencalonan perempuan hanya sebatas untuk memenuhi kuota pencalonan sebanyak 30 persen. 

Ketika itu terjadi, maka jelas partai politik tidak melakukan proses persiapan berupa rekrutmen, pembekalan/pendidikan politik, dan kaderisasi yang serius dalam meningkatkan kualitas serta kapabilitas para calon dari kalangan perempuan. 

Kedua, masih kentalnya politik kekerabatan di tubuh elit partai politik. Contoh konkrit adanya hasil dari politik kekerabatan tersebut adalah peristiwa anak dari Ketua Umum PDIP yakni Puan Maharani yang terpilih menjadi Anggota sekaligus Ketua DPR RI periode 2019-2024. 

Ini menunjukkan, bahwa adanya politik kekerabatan ini memberikan ruang dan kesempatan yang besar hanya bagi segelintir orang, dan mengenyampingkan potensi-potensi calon perempuan lainnya. 

Dan ini diperkuat oleh data yang disampaikan oleh Ardiansa D di halaman website puskapol UI, menyebutkan bahwa hasil dalam 2 Pemilu terakhir menunjukan bahwa keterpilhan perempuan masih didominasi oleh faktor politik kekerabatan, dan 10 persen kurang keterpilihan tersebut diisi oleh basis aktivis gerakan perempuan (dalam Ardiansa D, 2015). 

Terakhir, budaya patriarki yang terus mengakar di tengah masyarakat tersebut menjadi tantangan yang serius dalam menjamin keterwakilan politik perempuan. 

Adanya pembatasan-pembatasan dalam kehidupan perempuan, baik rumah hingga lingkungan sosial, itulah yang masih perempuan rasakan di Indonesia saat ini. 

Maka dari itu, penting  untuk semua pihak serta lapisan masyarakat memahami perlunya menghadirkan keterwakilan politik perempuan. Dan perlu adanya konsolidasi yang kolektif di tingkat pusat maupun daerah terkait usaha penguatan dan peningkatan pemberdayaan serta potensi perempuan guna mencapai 30 persen keterwakilan politik perempuan di Indonesia. 

Hal itu akan mempengaruhi apa yang nantinya menjadi kepentingan perempuan, dan sejauah apa kepentingan tersebut diagregasikan oleh kaum peremuan, khususnya di parlemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun