Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Reportase SEA Games 2019: Ketika Atlet Sakit Gigi di Tengah Lalu Lintas Manila

19 Desember 2019   10:49 Diperbarui: 23 Desember 2019   07:17 3280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Kuswanto, anggota tim medis kontingen ikut merayakan kemenangan atlet Indonesia peraih medali emas Senam Ritmik SEA Games Filipina (dok pri)

Kalau terbakar api
Kalau tertusuk duri
mungkin?
masih dapat kutahan.
Tapi ini sakit lebih sakit
kecewa? karena cinta.

Jangankan diriku,
semut pun kan marah
bila terlalu? sakit begini.

Daripada sakit hati,
lebih baik sakit gigi ini,
biar tak mengapa.

Kutipan lagu dangdut Megi Z sengaja saya jadikan pembuka tulisan. Bagi yang sedang patah hati tentu akan membenarkan curhat Megi Z bahwa andai bisa memilih tentu lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati karena cinta.

Tapi bagi mereka yang sedang sakit gigi mungkin berbeda lagi pendapatnya. Ada yang sama pada dua kondisi sakit tersebut, yaitu membuat penderitanya menangis kesakitan. Setidaknya itulah yang disampaikan seorang Manajer Tim (MT) salah satu cabang olahraga pada even SEA Games Filipina saat menelepon saya sebagai dokter kontingen Indonesia bahwa ada atletnya yang sedang sakit gigi sampai menangis.

Saya ingat bahwa 4 hari sebelumnya sang atlet sudah berobat ke pos kesehatan "medical room" Kontingen Indonesia di hotel Holiday Inn Express, sementara Cabor yang bersangkutan mendapat akomodasi di Hotel Manila Prince. Beruntung saat itu di poskes kontingen ada dokter gigi  drg Desi dari RS. Olahraga Nasional (RSON) yang juga hadir di Manila karena mendapat tugas dari Kemenpora sebagai Tim Monitor Evaluasi.

Drg. Desi memberi pasien obat antinyeri, anti radang nonsteroid dan antibiotik. dan Saat itu dalam buku kunjungan pasien diagnosis sakit pasien adalah Caries Dentis dan Suspek Barotrauma Gigi.

Caries dentis plus, saya menduga barotrauma gigi, yang menjadi biang keladi nyeri yang membuat atlet sampai melelehkan air mata.

Dalam kondisi normal di darat, mungkin gigi berlubang sang atlet tidak begitu nyata menimbulkan gejala sehingga terabaikan. Namun saat dia menjalani penerbangan dari Jakarta ke Manila, tekanan hiperbarik yang mendadak turun saat pesawat dengan cepat menuju ke ketinggian atau tekanan hiperbarik meningkat cepat saat turun dari ketinggian akan menimbulkan barotrauma gigi.

Sesuai hukum Boyle, yaitu tekanan berbanding terbalik dengan volume, maka provokasi naik dan turunnya tekanan hiperbarik lingkungan akan membuat volume udara atau gas dalam lubang gigi meningkat atau menurun dalam struktur gigi yang relatif kokoh sebagai tulang.

Namun bagi jaringan lunak perubahan tekanan hiperbarik dan hipobarik mendadak akan menimbulkan trauma dan impuls yang diterima jaringan saraf gigi akan menimbulkan respon yang dirasakan penderitanya secara subyektif dengan sensasi gejala berupa nyeri.

Karena nyeri giginya belum mereda, saya menyarankan agar MT membawa sang atlet ke IGD rumah sakit terdekat. Saya percaya dokter jaga IGD pasti akan mengkonsulkan ke dokter gigi konsultan jaga.

MT, atlet dan Liaison Officer (LO) lebih dahulu tiba di IGD rumah sakit karena jarak hotel Manila Prince ke Medical City Hospital di kawasan Ortegas bisa ditempuh dengan mobil dalam waktu hanya 15 menit.

Berbeda dengan saya yang berjanji membantu proses berobat dengan ikut hadir ke rumah sakit tersebut, saya memerlukan waktu 1,5 jam bukan hanya karena jauh, tapi juga macetnya minta ampun.

Tidak perlu pergi ke Filipina untuk membuktikan parahnya kemacetan lalu lintas Manila. Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) baru saja merilis Update of the Asian Development Outlook edisi September 2019.

Dalam laporan itu, telah diteliti 278 kota dan terungkap kota yang paling macet di antara 45 negara anggota ADB. Jakarta ada di posisi 17 dari 24 kota sampel dengan populasi lebih dari 5 juta penduduk. Kemacetan di Jakarta lebih tinggi dari kota Singapura, Karachi, Surabaya, Hong Kong, Ahmedabad, Lahore, dan Taipei.

Dan peringkat pertama kota paling macet diantara 45 negara anggota ADB adalah Manila (finance.detik.com, 3/10/2019). Maka seandainya sang atlet satu mobil bersama saya, tentu makin lengkap penderitaannya.

Semoga setelah kembali ke Tanah Air yang bersangkutan melanjutkan berobat supaya tertangani apakah betul caries dentis ataukah ada infeksi jaringan penyangga giginya. Selanjutnya status kesehatan gigi mulutnya pada tingkat samapta gigi (dental fitness) terbaik.

Mendampingi Kolonel Laut dr. Wiweka, MARS, Koordinator Medis Kontingen di San Juan de Dios Hospital Manila, tempat atlet Kick Boxing Indonesia dirujuk
Mendampingi Kolonel Laut dr. Wiweka, MARS, Koordinator Medis Kontingen di San Juan de Dios Hospital Manila, tempat atlet Kick Boxing Indonesia dirujuk
Samapta Gigi

Sakit gigi salah satu atlet Indonesia pada SEA Games 2019 Filipina mengingatkan saya kepada program samapta gigi (dental fitness) prajurit TNI AL.

Samapta gigi adalah kondisi kesehatan gigi dan mulut yang optimal dari seseorang yang telah mendapat pelayanan kesehatan gigi dan mulut melalui program tertentu akan bebas dari penyakit gigi dan mulut dalam jangka waktu paling sedikit 6 bulan.

Di lingkungan TNI, program pemeriksaan samapta gigi dapat dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan pemeriksaan kesehatan rutin berkala prajurit.

Hasil uji pemeriksaan kesehatan pada aspek gigi menggambarkan derajat status kesehatan gigi yang ditentukan pada skala dengan kode G-1 sampai G-4. Prajurit TNI AL yang berkualifikasi khusus ( Detasemen Jalamangkara, Intai para amfbi, komando pasukan katak, Penyelam, Awak pesawat terbang) mutlak harus memiliki status samapta gigi kualifikasi G-1.

Bila ditemukan kelainan pada saat urikkes, sehingga status samapta giginya lebih buruk dari G-1, harus segera mendapat perawatan agar pulih dan selalu siap melaksanakan tugas operasi.

Sebagaimana kita ketahui, para prajurit tersebut memang disiapkan untuk melaksanakan tugas yang membuat mereka terpapar lingkungan dengan tekanan atmosfer hiperbarik maupun hipobarik. Lingkungan tugas mereka tidak memberi toleransi adanya gangguan kesehatan gigi.

Pentingnya status kesehatan gigi mulut pernah penulis alami saat bertugas di Timor Timur. Suatu hari pada tahun 1996, menjelang sore seorang prajurit Batalyon Teritorial yang pos komando taktisnya (poskotis) di wilayah Kabupaten Manatuto datang berobat ke klinik Pangkalan TNI AL (Lanal Dili), tempat saya bertugas dengan keluhan sakit gigi.

Dia tidak mengetahui bahwa Lanal Dili tidak dilengkapi dental unit, yang penting begitu dia menemukan fasilitas kesehatan TNI dia mengarahkan mobil truk proyek yang dia tumpangi berhenti di situ.

Menyadari bahwa yang bersangkutan tidak mungkin terlalu lama meninggalkan wilayah tugasnya, prajurit tersebut segera saya berikan pengantar ke Polikkinik Denkesyah Dili yang memiliki dokter gigi jaga. Disanalah problem gangren giginya diatasi.

Sama halnya seperti prajurit TNI, para atlet partisipan multieven olahraga seyogyanya memiliki status kesehatan yang paripurna pada semua aspek, termasuk kesehatan gigi mulutnya.

Para prajurit satuan khusus TNI wajib menjalani pemeriksaan kesehatan umum, anggota gerak atas dan bawah, fungsi indera pendengaran dengan audiometri, fungsi indera penglihatan, status kesehatan gigi mulut dan status kesehatan jiwa.

Selain pemeriksaan tersebut masih ditambah dengan uji ergometri untuk mengetahui kemampuan kardiovaskuler dan kapasitas VO2max, spirometri untuk menguji fungsi paru, dynamometri untuk menguji kemampuan otot serta tes toleransi oksigen dalam chamber hiperbarik.

Maka demikian pula para atlet yang membela nama negara bangsa,  perlu dipersiapkan agar status kesehatannya paripurna termasuk kesehatan giginya.

Mbak Kanti, personel tim medis kontingen sedang melakukan fisioterapi kepada salah satu atlet Taekwondo Indonesia.
Mbak Kanti, personel tim medis kontingen sedang melakukan fisioterapi kepada salah satu atlet Taekwondo Indonesia.

Beberapa upaya kesehatan preventif

Anggota kontingen partisipan multieven olahraga seyogyanya bukan hanya bebas dari penyakit gigi dan mulut, namun juga menjaga kesehatan umum dengan baik agar terhindar dari beberapa penyakit di bawah ini.

a. Mencegah sakit flu
Gunakan masker bila ada yang sedang sakit flu di tempat tinggal atau satu ruangan kerja. Sakit flu dengan gejala demam, batuk pilek secara umum akan mengganggu performance atlet saat berlaga. Bukan hanya itu, pembengkaan selaput lendir dan banyaknya produk lendir di saluran napas akan menutup muara saluran rongga sinus di area wajah dan saluran tuba eustachii ke rongga telinga.

Kondisi ini menyulitkan upaya menyamakan tekanan saat kondisi mendadak hiperbarik atau hipobarik dalam penerbangan dan menimbulkan nyeri sinus serta telinga akibat barotrauma. Keluhan ini belum tentu mereda H - 3 dari jadwal laga. Terkait pencegahan.penyakit flu, saya menyarankan diadakan program vaksinasi influenza bagi atlet Indonesia yang dipersiapkan untuk mengikuti kegiatan kompetisi olahraga internasional.

b. Memperhatikan higiene sanitasi makanan agar tidak sakit diare dan infeksi saluran pencernaan.

Masa inkubasi kuman penyakit bisa dimulai saat-saat minggu terakhir pelatnas selesai dan infeksi baru muncul setelah atlet tiba di negara tuan rumah pesta olahraga. Bisa jadi kondisi atlet saat berangkat sehat, namun baru beberapa hari berada di lokasi lomba mengalami demam tifoid.

Berbeda dengan demam tifoid yang memerlukan waktu inkubasi relatif lama, keracunan makanan dapat cepat memberi gejala dan tanda dengan manifestasi akut berupa diare.

Diare menyebabkan tubuh lemas akibat dehidrasi karena hilangnya cairan dan nutrisi tubuh dalam waktu cepat tanpa diikuti penggantian yang adekuat. Kehilangan cairan akibat diare dan muntah bukan hanya air saja, tapi juga garam dan mineral yang terkandung di dalamnya termasuk unsur Kalium.

Kehilangan kalium akan mengganggu kerja dan fungsi otot, termasuk menimbulkan gangguan irama jantung.

c. Cacar Air

Selain mewaspadai penyakit flu, peserta pelatnas atau training camp dalam lingkungan akomodasi tinggal bersama, juga perlu mewaspadai penyakit lain yang mudah timbul karena cara penularannya melalui udara pernapasan dan percikan bersin dan batuk, yaitu varisela (cacar air).

Mengistirahatkan penderita cacar air dan membawanya berobat ke fasilitas kesehatan serta menempatkan di ruangan sendiri untuk membatasi dan menghindari kontak dengan yang masih sehat merupakan langkah bijaksana. Penggunaan masker pernapasan diperlukan karena transmisi penyakit melalui droplet infection dan udara.

d. Mewaspadai tempat perindukan nyamuk demam berdarah

Lingkungan tempat tinggal untuk pelatnas juga harus dijaga agar tidak ada barang atau tempat yang memungkinkan menjadi perindukan nyamuk demam berdarah. Bahkan bila perlu lokasi pelatnas dilakukan fogging lebih dahulu.

Sangat disayangkan bila justru gejala dan tanda demam berdarah dan penyakit lainnya muncul setelah atlet tiba di negara tujuan karena kita lupa melakukan upaya kesehatan preventif, yaitu higiene sanitasi dan kebersihan lingkungan.

Demikian catatan ringan saya sebagai pengingat bagi insan pelaku dan pembina olahraga.

Salam hormat.

Bendungan Hilir, 191219.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun