Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Optimalisasi Peran Kesehatan TNI dalam Upaya Pengurangan Resiko Bencana

8 Agustus 2019   23:10 Diperbarui: 9 Agustus 2019   05:20 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peresmian Batalyon Kesehatan TNI AU (jakartagreater.com)

Premis utama penanggulangan bencana

Indonesia merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap bencana. Beberapa faktor penyebab bencana adalah kondisi geografis, iklim, geologis dan beberapa faktor lain  diantaranya keragaman sosial budaya dan politik. Kita patut bersyukur bahwa resiko kerusuhan 21-22 Mei 2019 dapat dikendalikan oleh aparat keamanan, sehingga tidak menjadi sebesar bencana sosial politik sebagaimana terjadi pada tahun 1998 di Jakarta. Mereka yang mencintai negeri ini tentu tak meninginginkan pula bencana kerusuhan Sampit pada tahun 2001 dan konflik Maluku pada tahun 1999 - 2002 terulang lagi.

Namun baru saja kita bisa melewati resiko krisis pemilu 2019, pada tanggal  2 Agustus 2019  terjadi gempa berkekuatan 7,4 R dengan episentrum 147 km di barat daya Sumur, Banten.  Gempa ini semula sesuai pemodelan BMKG dinyatakan berpotensi tsunami.dan kita bersyukur sampai kemudian saat peringatan dini dicabut, ternyata bahaya tsunami tidak ada. Sebelum itu pada tanggal 7 Juli 2018 juga terjadi gempa di Maluku Utara dengan Magnitudo 7,1. Demikianlah bencana memang datang seperti hantu di siang bolong, kita tidak tahu kapan datangnya terkait kompleksitas bencana, yang dapat dan kita bisa laksanakan adalah melakukan Pengurangan Resiko Bencana (PRB).

Untuk memahami kompleksitas bencana, Smith (dalam Adiyoso, 2018 : 11) menggambarkan dengan metode pendekatan 6 elemen CATWOE. Elemen C (Customer) adalah penerima dampak bencana dan elemen A (Actors) adalah para pemangku kepentingan.  Elemen T (Transformation) adalah keadaan perubahan akibat bencana berupa stres, trauma, panik dan miskomunikasi, elemen W (Worldview) adalah sensemaking dan miskomunikasi, sedangkan elemen O (operator) adalah korporasi dan proses geoteknik dan elemen E (Environment) diantaranya adalah infrastruktur <1>.

Dengan pendekatan CATWOE tersebut maka menurut penulis PBR sebagai upaya multisektoral diantaranya adalah penajaman peran Actors, pemberdayaan masyarakat untuk mereduksi kondisi T dan W, meningkatkan kemampuan Operator dan menyiapkan E yaitu infrastrukrur yang memadai termasuk didalamnya bangunan tahan gempa; shelter pengungsian dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dalam siklus penanggulangan bencana, enam elemen pendekatan dilakukan sejak fase prabencana sebagai bagian dari mitigasi bencana.

Menurut Dauglas (dalam Adiyoso, 2018 : 12) isu penanggulangan bencana tidak terlepas dari  tiga premis utama, yaitu kekuasaan, keadilan dan legitimasi. Respon negara dalam menanggulangi dampak dekstruktif bencana dari aspek sosial, ekologis, konstruksi dan informasi publik merupakan hubungan kekuasaan terhadap penanggulangan bencana. Isu keadilan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sosial bagi masyarakat dan isu legitimasi terkait dengan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam menanggulangi bencana.

Kesiapsiagaan Kesehatan TNI terhadap siklus bencana

Dihadapkan kepada kondisi geografis beserta resiko sebagai negara rawan terhadap bencana, maka dituntut kesiapsiagaan TNI untuk melaksanakan salah satu tugas; peran dan fungsi asasinya sesuai amanat UU No 34 Tahun 2003 tentang TNI, yaitu melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). 

Bentuk OMSP TNI diantaranya adalah membantu tugas pemerintahan di daerah, membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan serta membantu pencarian dan pertolongan. Kesiapsiagaan TNI, termasuk Kesehatan TNI khususnya dalam  penanggulangan bencana harus diaktualisasikan baik pada fase prabencana, fase bencana dan pascabencana. Kesiapsiagaan dan kemampuan operasi penanggulangan bencana harus dipelihara dengan penyelenggaraan latihan secara periodik dan terukur  sebagai bagian dari manajemen bencana.  

Dengan pendekatan CATWOE, maka keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana dapat dipahami sebagai berikut :
-TNI sebagai komponen pemerintah merupakan salah satu Actors (elemen A) dalam penanggulangan bencana.
-Kehadiran TNI  pada fase tanggap darurat dengan cepat berada di lokasi bencana akan mereduksi kemungkinan terjadinya dampak negatif transformation  dan miskomunikasi (elemen Tdan W).
-TNI memiliki alutsista yang dapat bersinergi dengan para Operator (elemen O) terkait dengan penanganan geoteknik. Kapal survei KRI Spica-934  sebagai alutsista Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL telah membuktikan perannya saat terjadi bencana gempa tsunami di Sulawesi Tengah.  dengan melaksanakan survei tanggap darurat untuk menyiapkan alur pelayaran yang aman bagi kapal yang akan  mengirimkan bantuan ke Palu <2>. Pasca bencana erupsi anak Gunung Krakatau, KRI Spica -934 juga melaksanakan survei investigasi potensi bahaya navigasi dan memastikan keselamatan pelayaran di perairan selat Sunda<3>.
-Pada aspek Lingkungan (elemen E), TNI berkewajiban konsisten terlibat dalam menyusun RDTR terkait dengan pendirian fasilitas pangkalan, markas satuan, dermaga, lapangan udara yang berorientasi kepada mitigasi bencana dan PRB.
 
Berbagai institusi dan seluruh komponen potensi masyarakat diminta untuk berperan aktif pada mitigasi bencana khususnya fase prabencana sebagai bentuk PRB. Bila peran aktif TNI pada saat terjadi bencana telah dirasakan oleh masyarakat di wilayah di mana musibah bencana terjadi, maka ada baiknya masyarakat pun mengetahui apa saja yang dilaksanakan Kesehatan TNI sebagai bentuk kesiapsiagaan dengan  memperkuat kapasitasnya dalam mengelola ancaman bencana. Setidaknya terdapat tiga hal yang dapat dilakukan TNI untuk memperkuat kapasitas mengelola ancaman bencana yaitu dasar kelembagaan dan perangkat lunak, sumber daya dan kebijakan anggaran.  

a. Dasar kelembagaan dan perangkat lunak.

1) Perpres Nomor 42 Tahun 2019.

Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2019 tentang susunan organisasi TNI, yang merupakan perubahan kedua atas Perpres Nomor 10 tahun 2010, telah mecantumkan adanya Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRC-PB) sebagai salah satu Badan Pelaksana Pusat Mabes TNI. Adapun jenis dan kekuatan pasukan yang terlibat sebagai Satgas PRC_PB disesuaikan dengan jenis bencana, skala bencana dan berasal dari satuan kewilayahan; satpur maupun satbanpur. Dalam hal ini penulis menyarankan PRC PB seyogyanya terbentuk definitif sebagai Standby Force  yang penugasannya ditentukan bergilir.

2) Petunjuk penyelenggaraan PRC-PB dan petunjuk penyelenggaraan latihan.

Sebagai pedoman penanggulangan bencana, Mabes TNI juga telah menerbitkan buku petunjuk penyelenggaraan pasukan reaksi cepat penanggulangan bencana. Perangkat lunak ini merupakan pedoman bagi seluruh satuan TNI yang ditugasi sebagai satuan tugas penanggulangan bencana. Demikian pula adanya  berbagai petunjuk penyelenggaraan latihan dapat dijadikan pedoman latihan dengan materi penanggulangan bencana, yang dilaksanakan internal satuan maupun interoperabilitas antar satuan dalam bentuk gladi posko maupun manuver lapangan.

Latihan fungsi interoperabilitas dapat dilaksanakan sinergi dari berbagai satuan TNI dalam tingkat Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad).  Latihan tingkat Kogasgabpad ini dapat melibatkan satuan  Kesehatan, Denma, Infanteri, Zeni, Komlek, Perbekalan dan Angkutan, Psikologi maupun Penerangan.dan unsur pemerintah daerah serta potensi masyarakat dalam bentuk Latihan gabungan terpadu.

3) Standar Prosedur Operasi bencana internal.

Selain terlibat dalam penanggulangan bencana, fasilitas kesehatan TNI juga dapat menjadi korban bencana,. Dengan demikian rumah sakit dan fasilitas kesehatan TNI harus mempunyai Standar Prosedur Operasi penanggulangan bencana internal sebagai antisipasi dan bentuk mitigasi  dalam menghadapi berbagai  resiko (gempa, banjir, kebakaran dll). Standar prosedur operasi tersebut adalah penjabaran dari Peraturan Menteri Pertahanan tentang penanggulangan bencana internal rumah sakit.

b. Sumber Daya Penanggulangan Bencana. 

1) Pembentukan Batalyon Kesehatan TNI AU.

Di tingkat satuan pelaksana di jajaran TNI AU telah lahir Batalyon Kesehatan (Yonkes) TNI AU. Sebagai satuan pelaksana di bawah Detasemen markas Mabes TNI AU, Yonkes AU diresmikan oleh KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna pada tanggal 19 April 2019. Struktur  Yonkes AU di tingkat Mabes TNI AU mirip keberadaan Resimen Zeni Konstruksi (Menzikon) yang langsung berada di bawah Direktorat  Zeni Mabes TNI AD.

Selain melaksanakan dukungan kesehatan pada Operasi Militer Perang, Yonkes AU juga memperkuat kapasitas TNI dalam penanggulangan bencana.  Dengan kehadiran Yonkes AU maka lengkap sudah keberadaan Yonkes TNI pada setiap matra. Sebelumnya TNI telah memiliki dua Batalyon Kesehatan Kostrad dan dua Batalyon kesehatan Korps Marinir TNI AL.

Peresmian Batalyon Kesehatan TNI AU (jakartagreater.com)
Peresmian Batalyon Kesehatan TNI AU (jakartagreater.com)
2) Tenaga kesehatan.

Masing-masing Batalyon kesehatan TNI telah dilengkapi dengan Rumah Sakit Lapangan (Rumkitlap). Harus diakui bahwa meskipun secara struktural Rumkitlap adalah komponen dari  Yonkes, namun secara fungsional agar dapat dioperasionalkan di medan penugasan perlu penguatan sumber daya profesi tenaga kesehatan yang memadai dalam jumlah maupun kompetensi sesuai skala masivnya bencana. Sebagian besar para dokter spesialis dan paramedis ahli serta berbagai keahlian kesehatan lainnya berada sebagai personel organik rumah sakit statis.

Agar Rumkitlap dapat berfungsi paripurna di medan tugas daerah bencana, maka satuan-satuan kesehatan Kotama TNI dan Rumah Sakit TNI yang diminta memperkuat Rumkitlap agar menyiapkan personel khusus yang dirotasi  pada periode tertentu sebagai medical standby force. Dengan cara ini maka tersedia cukup waktu antara giliran penugasan penanggulangan bencana, melaksanakan pelayanan di pangkalan dan memelihara kompetensi di pangkalan.

3) Pembinaan budaya sadar bencana.

Anggota TNI termasuk personel kesehatan dan keluarganya, seyogyanya menjadi motivator dan memberi edukasi budaya sadar bencana bagi lingkungannya.

c. Infrastruktur Kesehatan TNI dan kebijakan anggaran

1) Standar material kesehatan.

Rumah Sakit Lapangan (Rumkitlap) TNI  harus dilengkapi dengan peralatan sesuai standar pelayanan medis dan  perkembangan IPTEK kedokteran/kesehatan, termasuk catu daya listrik dan perangkat Water Treatment untuk mengatasi kendala lumpuhnya pasokan listrik dan distribusi air bersih di lokasi bencana.

2) Sistem pemeliharaan material kesehatan.

Dukungan dan pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang padat teknologi dan padat modal. Oleh karena itu satuan kesehatan harus konsisten melaksanakan sistem pemeliharaan terencana terhadap alat utama kesehatan satuan agar selalu siap mendukung tugas operasi penanggulangan bencana. Dengan demikian maka diperlukan kebijakan  mata anggaran yang memadai untuk mendukung upaya pemeliharaan material kesehatan yang tepat sasaran.

3) Penambahan kapal Bantu Rumah Sakit.

Sambil memperbaiki dan mengimplementasikan  PRB di tengah ancaman bahaya pada rentang wilayah resiko bencana di Indonesia yang demikian luas, pemerintah telah menambah pengadaan kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) TNI. Upaya ini dilaksanakan sebagai antisipasi terjadinya bencana simultan pada lebih dari satu lokasi di wilayah yang berbeda. Kepala Staf TNI AL Laksamana Siwi Sukma Adji pada saat peresmian pengoperasian KRI Semarang-594 menyatakan bahwa Indonesia memerlukan tiga kapal BRS. Dengan kehadiran KRI Semarang-594 saat ini Indonesia baru memiliki dua BRS, yaitu KRI dr. Soeharso-990 dan KRI Semarang-594.

KRI Semarang 594 dengan modifikasi penambahan kontainer medis hanya sementara berfungsi sebagai kapal BRS. Bila kelak tiga kapal BRS telah lengkap, maka KRI Semarang kembali ke fungsi asasi kapal perang jenis Bantu Angkut Personel (BAP). Harian Kompas mengabarkan bahwa pada tanggal 9 Juli 2019 telah dilaksanakan pemotongan baja pertama kapal BRS di PT PAL Indonesia. Kapal BRS dengan nomor pembangunan W000302 merupakan kapal BRS jenis Landing Platform Dock pertama buatan Indonesia <4>.

4) Infrasruktur tahan gempa

TNI harus menjadi contoh dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur untuk pangkalan satuan, kantor dan perumahan dinas, sesuai tata ruang kewilayahan,  berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana dengan konstruksi tahan gempa. Demikian pula rumah sakit dan faslitas kesehatan TNI pun harus memenuhi standar konstruksi bangunan tahan gempa.

Epilog

Penguatan kapasitas kemampuan kesehatan TNI dalam mengelola resiko bencana dilaksanakan pada seluruh siklus bencana baik fase prabencana (mitigasi), fase bencana (tanggap darurat) dan pascabencana (pemulihan). Upaya Kesehatan TNI dalam pengurangan resiko bencana dilaksanakan dengan mempertimbangkan legal formal kelembagaan, peningkatan sumber daya kesehatan dan infrastrukur kesehatan yang didukung dengan kebijakan anggaran.

Paripurnanya peran TNI dengan pendekatan CATWOE akan mengoptimalkan 3 premis utama penanggulangan bencana, yaitu wujud kekuasaan negara hadir dalam mengelola resiko bencana, mempertanggungjawabkan alutsista yang dibeli dengan uang rakyat untuk dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat, bersama aktor pemerintah lainnya TNI bersinergi ikut menjamin penanganan dampak bencana yang adil, serta menjamin legitimasi pemerintah dalam penanggulangan bencana, apapun sebabnya.

Bendungan Hilir,  060819, untuk KESIAPSIAGAANBENCANA Kompasiana.

Referensi :
1. Adiyoso, Wignyo. "Manajemen Bencana, pengantar dan isu-isu strategis". Bumi Aksara. Jakarta 2018.
2. Admin.
https://tni.mi.id/view-146568-kri-spica-934-survei-investigasi-selat-sundapasca-erupsi-dan-tsunami--gunung-anak-krakatau.html, 8 Oktober 2018.
3. Admin.
https://tni.mil.id/view-138493-kapal-canggih-tni-al-kri-spica-934-akan-laksanakan-survei-di-perairanpalu-dan-sekitarnya.html, 26 Pebruari 2019.

4. Harian Kompas. Rabu 10 Juli 2019, hal.16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun