Mohon tunggu...
Petrus Teguh
Petrus Teguh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berkendara Roda 2 Seorang Diri dari Semarang ke Jakarta

11 Februari 2018   13:15 Diperbarui: 17 Februari 2018   19:52 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan November lalu aku berhasil menyelesaikan pendidikan tinggiku dan aku tinggal menunggu jadwal wisuda yang akan diselenggarakan beberapa minggu lagi. Aku sama sekali tidak memiliki kegiatan sehingga hari-hariku kuhabiskan dengan menonton Youtube dan sesekali nongkrong bersama teman.

Suatu hari, berbekal motivasi untuk keluar dari rutinitas yang membosankan dan mencoba hal baru, terbesitlah dalam benakku, sebuah keinginan untuk pergi ke Jakarta menggunakan motor. Entah darimana keinginan itu muncul, tapi keinginan itu terasa sangat kuat. Aku sama sekali tidak punya pengalaman berkendara sampai Jakarta dengan motor, bahkan aku juga tidak tahu rute mana yang harus ku lalui. Tapi keinginan itu berhasil menguasai dan mengendalikan diriku seutuhnya. Aku mulai mencari informasi-informasi tentang pengalaman orang-orang yang berkendara dari Semarang sampai Jakarta ataupun sebaliknya.

Bagi sebagian orang yang sudah terbiasa mudik jauh dengan motor ataupun touring, berkendara Semarang - Jakarta mungkin merupakan hal biasa. Bagiku pribadi, ini adalah hal luar biasa karena aku belum pernah berkendara sejauh lebih dari 500km menggunakan motor apalagi aku hanya seorang diri. Aku sering berkendara jauh dengan motor, tapi jarak maksimal yang kutempuh tidak lebih dari 200km seperti Semarang - Banjarnegara, atau Semarang - pesisir Selatan Jogja.

Setelah merasa memiliki cukup informasi, ku tetapkan bahwa hari Jumat akan menjadi hari dimana aku memulai petualangan berkendara dari Semarang sampai Jakarta.

Hari itu pun tiba. Hari Jumat aku bangun sekitar pukul 6 pagi. Malam sebelumnya sekitar pukul 12, aku mensugesti diri agar bisa bangun sekitar pukul 4 pagi, tapi ternyata aku tidak mampu mengalahkan rasa kantukku. 

Beberapa saat setelah bangun, aku langsung mandi dan mempersiapkan segala perlengkapan. Pagi itu, aku hanya mengemas pakaian selama beberapa hari, peralatan mandi, cas, powerbank, dan headset dalam satu ransel berukuran sedang. Dari awal tujuanku adalah Jakarta, namun karena di Jakarta aku tidak punya saudara, dan aku juga belum menghubungi teman yang ada disana, jadilah aku akhirnya menuju Depok terlebih dulu karena aku punya saudara disana, jadi bisa numpang istirahat tanpa harus menyewa penginapan. Jam 7 pagi aku memulai perjalanan dari rumah yang berada di kawasan Tembalang, Semarang Selatan.

Yang menemani perjalananku adalah motor matic jenis Vario 150 keluaran 2017. Selama perjalanan menuju Depok, aku menggunakan jenis bahan bakar Pertalite. Dimulai dari kawasan Mangkang, aku memasuki jalur Pantura. Rute yang kulalui adalah Mangkang -- Kendal -- Batang -- Pekalongan -- Pemalang -- Tegal -- Brebes -- Bulakamba -- Cirebon -- Palimanan -- Pamanukan -- Cikampek -- Karawang -- Cikarang -- Bekasi - Depok. Tidak banyak yang kuperhatikan selama perjalanan, selain papan penunjuk jalan dan sesekali membuka google map untuk memastikan bahwa aku berada di jalur yang seharusnya. Beberapa jam berlalu, semangatku meredup dari waktu ke waktu karena cuaca panas medan Pantura yang tidak bersahabat, juga tidak ada teman mengobrol membuat rasa lelah semakin menjadi. Sesekali aku mampir di Indomaret yang banyak tersebar di sisi-sisi jalan untuk minum dan beristirahat sejenak.

Waktu terus memaksaku untuk memacu kendaraan semakin cepat. Suara Adzan Maghrib mulai terdengar dan malam pun telah tiba. Sekitar pukul 9 malam, akhirnya aku sampai di rumah saudara, di kawasan Margonda Raya, Depok. Itu berarti perjalanan yang kulalui menghabiskan waktu hampir 14 jam. Selama perjalanan, motorku mengkonsumsi bahan bakar sekitar 10 liter.

Selama di Depok, aku menghabiskan waktu 2 hari untuk sekedar berkeliling menikmati suasana kota. Kawasan Margonda Raya yang kebetulan dekat dengan tempatku tinggal ternyata merupakan salah satu kawasan yang paling ramai di kota Depok. Kawasan ini sangat ramai aktivitas perekonomian. Dari kantor pemerintahan, terminal bus, stasiun kereta, rumah sakit, perguruan tinggi, hotel, kantor polisi, berbagai macam toko hingga kuliner, semua nampak di sisi jalan. Beberapa mall terbesar di kota Depok pun turut menambah kelengkapan suasana ramai di jalan Margonda, seperti D'Mall, Margo City Square, ITC Depok, Depok Town Square, dan Plaza Ramayana Depok.

Setelah berkeliling kesana kemari dan merasa cukup puas dengan Depok, aku melakukan perjalanan ke Jakarta. Sebelumnya aku sudah pernah datang ke Jakarta beberapa kali, namun aku belum pernah memiliki kesempatan untuk dapat berkeliling di kota ini. Sulit untuk berkendara dan memahami arah jalan di Jakarta karena jalan yang begitu padat dan rutenya yang kompleks. 

Di Jakarta, aku berkeliling selama kurang lebih satu setengah jam lalu duduk manis di sebuah Circle K untuk menikmati suasana kota. Entah Circle K mana yang ku kunjungi waktu itu, karena sangat sulit memahami banyaknya nama-nama wilayah di Jakarta. Beberapa saat kemudian, cuaca mulai mendung dan aku memutuskan untuk kembali ke Depok. 

Aku tiba di rumah Depok sekitar jam 4 sore. Tidak lama aku mendapat kabar bahwa temanku yang di Jakarta siap untuk menampungku, dan jadilah aku segera merapikan dan mengemas barang-barangku untuk pindah ke rumah temanku itu. Setelah berkemas, aku mandi dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada saudaraku yang telah menyediakan ruang istirahat selama beberapa hari ini.

Aku meninggalkan Depok dan menuju Jakarta sekitar jam 6 sore. Sebelum menuju tempat temanku, aku hendak menemui seorang temanku yang lain terlebih dahulu di Kota Kasablanka yang berada di wilayah Jakarta Selatan. 

Rute yang kulalui adalah Jl Margonda Raya -- Jl Lenteng Agung -- Jl Pasar Minggu -- Pancoran -- Tebet. Perjalanan tersebut memakan waktu hampir satu jam dengan suasana lalu lintas yang ramai-lancar. Setelah tiba di lokasi, aku langsung masuk untuk mencari temanku itu. Kami akhirnya bertemu dan langsung membicarakan banyak hal, terutama tentang kegiatan sehari-hari setelah lama tidak bertemu. Setelah berbincang dan berjalan-jalan mengelilingi mall selama hampir 2 jam, kami saling berpamitan dan berpisah. 

Keluar dari kawasan Kota Kasablanka, aku langsung pergi menuju kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur untuk menemui temanku yang akan menampungku. Perjalanan dari Kota Kasablanka menuju kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam. Sekitar jam 10 malam aku tiba di rumah temanku itu dan aku langsung disambut dengan senyum yang ramah.

Selama di Jakarta, aku tidak melewatkan kesempatan untuk bersilaturahmi dengan teman-temanku yang lain yang ada di Jakarta. Kami bertemu dan mendiskusikan banyak hal, terutama keheranan mereka terhadapku yang melakukan perjalanan dari Semarang menggunakan motor seorang diri.

Sebenarnya aku masih ingin tinggal di Jakarta selama beberapa hari lagi, tapi keadaan tidak mengizinkanku.

Hari Selasa pagi aku terbangun jam setengah 7. Pagi itu menjadi akhir perjalananku di Jakarta karena stok pakaian sudah habis, dan kebetulan esok hari aku memiliki agenda di Semarang. Setelah mandi dan berkemas, aku berpamitan dengan temanku untuk memulai petualangan pulang menuju Semarang. Rute yang kulalui sama seperti rute ketika aku berangkat dari Semarang. Saat memulai perjalanan pulang menuju Semarang, aku mengganti jenis bahan bakar yang sebelumnya Pertalite dengan oktan 90 menjadi Shell Power dengan oktan 95. Perjalanan pulangku pun akhirnya dimulai.

Jalan demi jalan kulalui dengan semangat. Selama perjalanan, tidak ada kendala berarti yang kuhadapi. Jam demi jam pun berlalu. Tanpa terasa aku sudah melalui berbagai kota. Ketika itu aku mulai memasuki kota Brebes, dan tiba-tiba aku teringat bahwa aku harus membawakan oleh-oleh untuk orang rumah. Kebetulan di sisi jalan aku melihat toko telur asin khas Brebes berdiri berdampingan dengan rapi. Kemudian aku menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu toko-toko itu. Aku membeli satu kotak paket telur asin yang isinya 5 telur asin rebus dan 5 telur asin bakar. Ibu penjaga toko langsung memberi tahu harga yang harus kubayar dengan wajah senyum dan nada yang ramah. Harga untuk telur-telur yang kubeli itu adalah 40rb rupiah. Mungkin memang sedikit lebih mahal dari harga telur asin pada umumnya, tapi harga itu masih bisa ku terima.

Perjalanan pun berlanjut. Entah apa yang membuatku begitu bersemangat hari itu, aku merasa aku benar-benar menikmati perjalanan dan tidak merasakan rasa lelah seperti yang ku alami saat berangkat dari Semarang ke Depok. Aku benar-benar tidak merasakan berapa banyak waktu yang telah berlalu, dan aku hanya menikmati pengalaman berkendara bersama tungganganku. Sesekali aku menghentikan laju motor untuk membeli minum di Indomaret dan membeli bensin. Akhirnya aku tiba di Semarang, dan saat itu waktu menunjukkan jam 5 kurang. Aku tiba di rumah jam setengah 6 sore.

Sesampainya di rumah, aku langsung memandikan motor, helm, dan ranselku. Setelah selesai, aku mandi dan langsung merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Rasa lelah, pegal, dan perih pun seketika terasa secara mendadak. Aku tidak menyadari bahwa sisi atas telapak tangan dan kakiku terbakar hebat oleh terik matahari sepanjang siang tadi. Kulitku yang terbakar itu sama sekali tidak menampakkan kecerahannya seperti biasanya. Memang salahku karena aku mengabaikan pentingnya fungsi sarung tangan dan sepatu. Di sisi lain, tulang belakangku yang menopangku selama berjam-jam saat duduk diatas motor juga mulai meneriakkan keluh kesahnya. Rasa pegal dan nyeri muncul secara bersamaan, seolah membuatku merasa bersalah akan perlakuanku pada tubuhku sendiri.

Tapi ada satu hal yang sangat kusyukuri, bahwa aku berhasil melalui perjalanan tersebut dengan selamat dan sehat. Perjalanan berkendara dengan motor sejauh lebih dari 500km seorang diri ini merupakan perjalan pertama dan mungkin akan menjadi yang terakhir kalinya bagiku. Keseruan yang kudapat tidak sebanding dengan kesehatan tubuh yang kukorbankan. Selain itu jalur Pantura yang penuh lubang dan benjolan berpotensi besar membuat velg dan shock breaker rusak. Sulit untuk mengatur kecepatan di jalur Pantura, karena semakin pelan pengendara memacu kendaraannya, semakin lama ia harus menikmati kejamnya medan Pantura.

Sekedar informasi, di tahun 2017 total ada 556 kasus kecelakaan yang terjadi di sepanjang jalur Pantura, meningkat dari tahun 2016 yang berjumlah 521 kasus. Selain itu di jalur ini, sedikitnya ada 47 kasus begal yang berhasil diungkap oleh pihak kepolisian sepanjang tahun 2017.

Sekian ceritaku di awal tahun 2018 ini, semoga bermanfaat, salam !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun