Mohon tunggu...
Prycilia Grace Nicole Suoth
Prycilia Grace Nicole Suoth Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Massa dan Digital

Penulis pemula yang mencoba peruntungannya di dunia digital. Kritik dan saran akan sangat berarti bagi saya. Selamat membaca! | e-mail: pgracens@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Jangan Pasif! Rawat Nasionalisme Para Pahlawan dengan Caramu Sendiri

10 November 2020   22:35 Diperbarui: 10 November 2020   22:54 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa jadinya jika Anda terjebak dalam sebuah perjalanan bersama orang yang tidak terlalu Anda sukai? Canggung, kesal, atau marahkah?

Hal itulah yang dialami oleh Sam dan Happy, dua orang saudara dengan latar belakang yang sama sekali berbeda dalam film Kulari ke Pantai (2018).

Sam, anak perempuan berusia 10 tahun dari Rote, NTT digambarkan memiliki citra 'anak desa'. Tumbuh besar di Rote membuatnya menjadi sosok yang memiliki jiwa petualang, mencintai alam, dan jauh dari ketergantungan teknologi.

Sementara itu, Happy si anak Ibukota adalah kebalikan dari Sam. Happy hidup seperti 'orang kota' pada umumnya yang hidupnya bergantung pada tren, tidak bisa lepas dari gadget, bahkan tidak menyukai alam.

Selama melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Banyuwangi lewat jalur darat, Sam dan Happy mau tidak mau harus belajar untuk saling memahami. 

Bukan hal mudah untuk menumbuhkan rasa toleransi, sehingga pertengkaran kerap kali terjadi. Namun kembali lagi, hidup akan indah jika semua orang saling berusaha memahami. 

Kenyataan tersebut adalah hal yang sama dengan yang kita temui di Indonesia; Masyarakat multikultural. Konsep mengenai multikultural dijelaskan secara sederhana dalam buku berjudul Film Theory: An Introduction. 

Stam mengatakan bahwa multikultural mengacu pada berbagai budaya di dunia dan hubungan historis di antaranya, termasuk hubungan subordinasi dan dominasi. (Stam, 2000)

Multikulturalisme lekat dengan kehidupan masyarakat, sehingga menjadikan rasa toleransi sebagai hal fundamental bagi siapapun yang tinggal di Indonesia. Perbedaan seperti apa pun tidak akan berpengaruh selama kita menghargai nilai-nilai yang dipegang oleh orang lain.

Selain dari 'kuliah singkat' mengenai toleransi dalam masyarakat multikultural, film Kulari ke Pantai juga menyisipkan pesan lain yang menarik bagi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun