Di tengah derasnya arus modernitas yang seringkali mengikis ruang-ruang kebudayaan lokal, terutama pengembangan sebuah budaya di dalam kampung, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana tradisi di kampung tetap bernapas di tengah perubahan zaman? Inilah yang sering terabaikan ruang kebersamaan di tingkat kampung kerap dianggap kecil, padahal di sanalah denyut autentik kebudayaan justru bertahan.
Festival Budaya & Kreativitas bertema Eksistensi Dandelion hadir sebagai jawaban atas keresahan tersebut. Menggunakan medium yang sederhana, sebuah panggung dengan layar kain, proyektor, dan tata sinematografi yang terukur. Festival ini membuktikan bahwa teknologi dan tradisi tidak harus berseberangan, melainkan dapat berkolaborasi dalam satu kesatuan estetika. Â
Bunga dandelion dijadikan simbol tema bukan tanpa alasan. Dandelion, dengan kelembutan yang seakan rapuh, justru memiliki daya hidup yang kuat. Saat angin berhembus, ia melepaskan benih ke berbagai arah, menandakan kontinuitas dan keberlanjutan. Begitulah pula kebudayaan: ia mungkin tampak sederhana di lingkup kecil, namun setiap tarian, setiap nyanyian, setiap karya seni yang dipentaskan adalah benih yang menumbuhkan identitas dan kebersamaan lintas generasi.
Kebaruan dari festival ini bukan hanya terletak pada kehadiran seni tari tradisional yang beragam, tetapi pada cara ia ditampilkan melalui sinematografi visual, proyeksi layar kain, dan pengolahan ruang yang menciptakan pengalaman imersif. Pendekatan ini melampaui bentuk pertunjukan konvensional: tari tidak lagi hanya dilihat, tetapi dialami sebagai ruang dialog antara tubuh, cahaya, dan penonton.
Lebih jauh, keberagaman partisipan dari anak-anak hingga orang tua, dari kelompok tari hingga individu kreatif menunjukkan inklusivitas yang jarang muncul di festival skala kecil. Di sinilah nilai tambah yang membedakan Eksistensi Dandelion dengan festival sejenis: ia bukan sekadar tontonan, melainkan wadah partisipatif yang memerdekakan kreativitas warga.
Dengan demikian, festival ini tidak hanya menjadi selebrasi seni, tetapi juga sebuah manifesto. Manifesto bahwa di tengah kampung kecil, di ruang yang sering diabaikan oleh arus besar kebudayaan, lahir inovasi yang relevan: kolaborasi tradisi dan teknologi, kearifan lokal dan ekspresi global.
Eksistensi Dandelion menegaskan bahwa kebudayaan bukan sekadar warisan, melainkan sebuah organisme hidup yang tumbuh, beradaptasi, dan menyebarkan benih kehidupan di manapun ia berhembus.
Dari Katar Rw 022 Mekarjaya. Salam Kompasiana.