Perkembangan Teknologi Digital telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk praktik ibadah, muamalah, dan interaksi sosial. Fenomena seperti transaksi cryptocurrency, pernikahan virtual, atau bahkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk fatwa keagamaan memunculkan pertanyaan baru: apakah fiqih klasik masih relevan, ataukah perlu pembaruan untuk menjawab tantangan zaman? Â Fiqih kontemporer seharusnya tidak dimaknai sebagai "mengubah" hukum Islam, melainkan sebagai upaya ijtihad baru untuk menerapkan prinsip syariah yang universal dalam konteks kekinian. Misalnya, masalah gharar (ketidakpastian) dalam transaksi digital, tetapi prinsip keadilan, larangan riba, dan transparansi dalam Islam bisa menjadi l andasan analisis. Â
Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pendekatan fiqih kontemporer bisa terjebak pada sekularisasi hukum Islam atau terlalu mengikuti arus tanpa filter syar'i. Contohnya, beberapa ulama kontemporer membolehkan crowdfunding syariah (penggalangan dana) dengan akad tertentu, sementara yang lain mengkritiknya karena berpotensi mengandung unsur spekulasi. Â
Di sinilah peran ulama dan cendekiawan Muslim untukÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI