Kabar dari Menteri Lingkungan Hidup baru-baru ini mengguncang publik. Sebuah titik di kawasan Cikande, Serang, Banten, terdeteksi terpapar radiasi hingga 875.000 kali lipat dari batas aman. Angka itu bukan salah dengar, bukan salah tulis. Delapan ratus tujuh puluh lima ribu kali lipat. Angka yang cukup untuk membuat wilayah itu layak disebut zona bahaya.
Ini bukan sekadar berita lingkungan. Ini peringatan keras tentang betapa rapuhnya sistem pengawasan industri di Indonesia.
Ketika Lingkungan Jadi Korban Sistem yang Longgar
Kasus Cikande seharusnya membuka mata kita. Kawasan industri di wilayah itu telah tumbuh pesat dua dekade terakhir. Ribuan pabrik berdiri, mulai dari kimia, logam, hingga elektronik. Banyak di antaranya menghasilkan limbah berbahaya dan berpotensi radioaktif.
Namun, pengawasan berjalan seperti formalitas. Inspeksi dilakukan hanya saat ada tekanan publik atau ketika media sudah menyorot. Begitu perhatian reda, semuanya kembali seperti biasa.
Kita bicara tentang radiasi, bukan sekadar polusi udara. Paparannya bisa menyebabkan kanker, kerusakan DNA, gangguan janin, hingga menurunkan daya tahan tubuh dalam jangka panjang. Jika angka 875.000 kali lipat itu benar, artinya wilayah itu tidak lagi layak dihuni tanpa mitigasi serius.
Pertanyaan Besar: Dari Mana Sumbernya?
Kementerian Lingkungan Hidup dan BAPETEN menyebut sedang menelusuri sumber radiasi. Dugaan sementara mengarah ke limbah logam atau komponen industri yang mengandung isotop radioaktif. Dalam praktiknya, limbah semacam ini seharusnya ditangani secara ketat dan dilaporkan.
Pertanyaannya: