Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kritik Filsafat Positivisme: Menyoal Batas dan Keterbatasan Pengetahuan Ilmiah

8 Oktober 2025   07:54 Diperbarui: 8 Oktober 2025   07:54 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Reduksionisme dalam Ilmu Sosial
Dalam ilmu sosial, positivisme sering diterapkan dengan pendekatan kuantitatif dan eksperimen. Kritik menyatakan bahwa pendekatan ini mengabaikan aspek subjektif, norma, dan budaya yang mendasari perilaku manusia. Misalnya, analisis ekonomi yang semata-mata berbasis data statistik mungkin gagal menangkap makna dan konteks sosial yang melatarbelakangi data tersebut.

3. Kekakuan Metodologi dan Kurangnya Fleksibilitas
Metode ilmiah positivistik dianggap terlalu kaku dan kurang fleksibel dalam menghadapi kompleksitas realitas sosial dan manusia. Kritik dari filsuf seperti William James dan John Dewey menekankan pentingnya pendekatan pragmatis dan interpretatif yang lebih mampu menangkap dinamika kehidupan manusia secara holistik.

Kritik terhadap Pandangan Moral dan Etika
Positivisme juga sering dikritik karena dianggap mengabaikan dasar-dasar moral dan etika dalam pengetahuan. Karena positivisme menolak metafisika dan spekulasi normatif, maka pandangan ini dipandang cenderung netral dan apolitis dalam hal nilai. Kritik menyatakan bahwa:

1. Nihilisme Moral dan Relativisme
Dengan menegaskan bahwa pengetahuan harus didasarkan pada data empiris, positivisme cenderung mengabaikan pertanyaan moral dan nilai-nilai universal. Akibatnya, muncul kekhawatiran bahwa positivisme mendorong relativisme moral, di mana nilai dan norma dianggap bersifat subjektif dan tidak universal.

2. Pengabaian terhadap Tanggung Jawab Moral
Karena positivisme menekankan pada fakta-fakta ilmiah, kritik menganggap bahwa filsafat ini kurang mampu memberikan dasar moral untuk mengatur kehidupan manusia. Padahal, isu-isu etis dan moral sangat penting dalam menentukan kebijakan sosial dan politik.

Kritik terhadap Positivisme dalam Konteks Sosial dan Politik
Dalam bidang ilmu sosial dan politik, positivisme sering dikritik karena dianggap mengabaikan aspek normatif, makna, dan kekuasaan yang tidak dapat diukur secara langsung. Kritik ini berasal dari pendekatan interpretatif dan kritis, seperti yang dikembangkan oleh Max Weber dan Paulo Freire. Mereka menyatakan bahwa:

1. Pendekatan Objektivisme Mengabaikan Dimensi Subjektif dan Kultural
Analisis sosial yang semata-mata berdasarkan data kuantitatif dan hukum-hukum empiris gagal memahami makna subjektif, pengalaman, dan konteks budaya yang mempengaruhi perilaku manusia.

2. Keterbatasan dalam Menangani Ketidakadilan dan Ketidaksetaraan
Positivisme cenderung menganggap data kuantitatif sebagai dasar utama untuk menilai keadilan sosial. Kritik menyatakan bahwa pendekatan ini kurang sensitif terhadap aspek keadilan, kekuasaan, dan penindasan yang tidak selalu dapat diukur secara empiris.

Kesimpulan: Mencari Keseimbangan dan Keterbatasan Positivisme
Kritik-kritik di atas menunjukkan bahwa filsafat positivisme, meskipun telah memberikan kontribusi besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern, juga memiliki keterbatasan yang signifikan. Pendekatan ini cenderung mengabaikan aspek metafisik, moral, dan pengalaman subjektif yang juga penting dalam memahami realitas manusia dan sosial.

Dalam konteks ilmiah dan filsafat, penting untuk menyadari bahwa tidak semua aspek kehidupan manusia dapat diukur dan diverifikasi secara empiris. Pendekatan yang lebih holistik, yang menggabungkan metode positivistik dengan pendekatan interpretatif, filosofis, dan normatif, diyakini mampu memberikan pemahaman yang lebih lengkap dan bermakna.

Sebagai penutup, kritik terhadap filsafat positivisme mengingatkan kita bahwa ilmu pengetahuan harus tetap terbuka terhadap keragaman pengalaman dan dimensi keberadaan manusia yang tidak selalu dapat dijelaskan melalui data dan hukum empiris semata. Keseimbangan antara objektivitas dan subjektivitas, antara fakta dan nilai, menjadi kunci dalam membangun pengetahuan yang tidak hanya benar secara ilmiah, tetapi juga bermakna secara manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun