Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kok dibakar? Itu Menodai Perjuangan!

31 Agustus 2025   08:30 Diperbarui: 31 Agustus 2025   14:27 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung DPRD MAkasar Terbakar- Kompas.com

Di banyak titik sejarah, rakyat selalu memiliki cara untuk menyalurkan kemarahan terhadap kekuasaan yang dianggap menindas. Dari unjuk rasa, mogok massal, hingga perlawanan sipil, semua adalah bentuk ekspresi keresahan kolektif. Namun, ada kalanya emosi yang meluap justru mengaburkan arah perjuangan. Salah satu bentuk kesalahan fatal yang kerap muncul adalah pembakaran fasilitas umum.

Tindakan ini sering dianggap sebagai luapan spontan dari rasa marah, tetapi sesungguhnya ia adalah bentuk kebodohan dan kemunduran dalam perjuangan rakyat. Mengapa? Karena fasilitas umum adalah milik rakyat itu sendiri, bukan milik partai politik, bukan milik DPR, dan bukan pula milik penguasa yang dzalim. Merusaknya sama saja dengan melukai diri sendiri.

Fasilitas Umum: Aset Bersama, Bukan Musuh

Fasilitas umum---seperti halte, jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, taman, dan gedung pelayanan---dibangun dari uang rakyat. Pajak yang dipungut setiap bulan dan tahun, baik dari pekerja, pedagang, maupun buruh, pada akhirnya dipakai untuk mendanai pembangunan itu. Maka, ketika fasilitas ini dibakar, yang hancur bukanlah kekuasaan politik, melainkan hasil jerih payah rakyat sendiri.

Sebagai contoh, ketika sebuah halte bus dibakar, siapa yang dirugikan? Bukan anggota DPR, bukan pejabat partai, melainkan para pekerja harian yang menggunakan transportasi umum untuk mencari nafkah. Ketika sebuah sekolah dibakar, siapa yang kehilangan? Bukan politisi yang duduk nyaman di kursi parlemen, melainkan anak-anak rakyat kecil yang kehilangan ruang belajar.

Dengan demikian, membakar fasilitas umum bukanlah perlawanan. Itu adalah bentuk bunuh diri kolektif. Ia menambah penderitaan rakyat, memperburuk citra gerakan, dan memberi alasan bagi penguasa untuk menindas dengan dalih "menjaga ketertiban".

Arah Perlawanan yang Keliru

Marah pada DPR atau partai politik yang dzalim adalah wajar. Sistem politik yang korup dan berpihak pada segelintir elite memang layak dilawan. Tetapi arah kemarahan harus tepat sasaran.

Sayangnya, ketika emosi massa meluap tanpa kendali, arah perjuangan menjadi kabur. Alih-alih menekan sistem, yang dihancurkan justru sarana publik. Ini ibarat menembak bayangan sendiri, sementara musuh sebenarnya duduk tenang di kursi empuk.

Politisi korup tidak peduli apakah halte terbakar atau sekolah rusak, karena mereka tetap punya akses ke mobil pribadi, sekolah elit, dan rumah sakit mahal. Yang hancur hanyalah ruang hidup rakyat biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun