Dalam kalender industri film global, ada beberapa acara yang memiliki pengaruh begitu besar hingga mampu menentukan arah tren dan kesuksesan sebuah karya. Di antara mereka, Toronto International Film Festival (TIFF) berdiri sebagai salah satu yang paling unik dan paling berpengaruh. TIFF bukan sekadar festival film biasa; ia adalah sebuah fenomena budaya yang memadukan semangat populist dengan daya tawar industri yang tak tertandingi. Selama sepuluh hari di bulan September, kota Toronto, Kanada, berubah menjadi pusat jagat sinema, di mana bintang-bintang Hollywood berjalan di karpet merah dan para sineas dari seluruh dunia berjuang untuk mendapatkan perhatian.
Namun, apa yang membuat TIFF begitu istimewa? Jawabannya terletak pada identitas gandanya: ia adalah festival untuk rakyat yang juga berfungsi sebagai gerbang utama menuju Oscar dan pasar film yang sangat vital.
Festival Rakyat dengan Kekuatan Global
Tidak seperti festival film lain yang lebih eksklusif dan tertutup untuk umum (misalnya Cannes), TIFF dikenal karena pendekatannya yang ramah penonton. Ribuan tiket dijual untuk pemutaran film-film baru, memungkinkan penggemar film biasa untuk menjadi bagian dari pengalaman yang biasanya hanya dinikmati oleh kalangan elit. Penonton tidak hanya menonton film, mereka juga berinteraksi langsung dengan sutradara, aktor, dan produser dalam sesi tanya jawab. Atmosfer yang inklusif ini menciptakan buzz dan kegembiraan yang otentik, di mana film-film dinilai bukan hanya oleh kritikus, tetapi juga oleh penonton yang bersemangat.
Aspek "festival rakyat" ini terwujud dalam penghargaan paling bergengsi di TIFF: The People's Choice Award. Penghargaan ini sepenuhnya ditentukan oleh suara penonton. Kemenangan ini memiliki makna yang luar biasa, karena sering kali menjadi prediktor kuat untuk kesuksesan di panggung Academy Awards. Ini adalah bukti bahwa sebuah film yang disukai oleh penonton umum memiliki peluang besar untuk diterima oleh anggota Akademi. Kepercayaan ini membuat para distributor dan studio sangat memperhatikan hasil voting di TIFF, menjadikannya sebuah pertaruhan penting dalam musim penghargaan.
"Oscar Launchpad": Pabrik Calon Pemenang
Reputasi TIFF sebagai "Oscar Launchpad" bukanlah isapan jempol belaka. Sejak tahun 1980-an, banyak film yang memenangkan The People's Choice Award di TIFF kemudian meraih puncaknya dengan memenangkan kategori Best Picture di Oscar. Daftar pemenangnya sangat mengesankan: Green Book (2018), 12 Years a Slave (2013), The King's Speech (2010), Slumdog Millionaire (2008), dan American Beauty (1999) adalah beberapa contoh paling menonjol. Film-film ini menggunakan TIFF sebagai momentum awal untuk membangun buzz dan kampanye yang sukses.
Mengapa TIFF bisa begitu akurat dalam memprediksi Oscar? Waktunya adalah kunci. TIFF diadakan pada awal September, tepat saat musim penghargaan mulai memanas. Sebuah film yang sukses di TIFF akan mendapatkan ulasan positif, perhatian media, dan pembicaraan word-of-mouth yang krusial, menciptakan dorongan yang berlangsung hingga akhir tahun. Distributor yang cerdas akan menggunakan momentum ini untuk meluncurkan kampanye pemasaran mereka, menargetkan para kritikus dan anggota Akademi. TIFF memberikan platform yang sempurna untuk mengukur reaksi publik dan industri sebelum merilis film secara luas.
Lebih dari Sekadar Hollywood: Panggung untuk Keragaman Sinema
Meskipun TIFF dikenal sebagai tempat peluncuran film-film blockbuster dan calon Oscar, festival ini juga merupakan benteng untuk sinema independen dan internasional. TIFF memiliki berbagai bagian program yang dirancang untuk merayakan keragaman artistik dan cerita dari seluruh penjuru dunia.
Salah satu bagian yang paling dihormati adalah Platform, yang didedikasikan untuk karya-karya dengan "visi sutradara yang berani." Di sinilah film-film yang tidak konvensional, puitis, dan provokatif mendapatkan panggung mereka. Contoh paling nyata dari keberhasilan ini adalah film Indonesia Yuni karya Kamila Andini, yang memenangkan Platform Prize pada tahun 2021. Kemenangan ini membuktikan bahwa TIFF memberikan kesempatan yang sama besar bagi sineas dari negara manapun untuk bersinar, asalkan memiliki visi dan narasi yang kuat.
Selain itu, ada juga bagian Wavelengths yang menampilkan sinema eksperimental, dan berbagai program yang menyoroti film dari Afrika, Asia, dan Amerika Latin. TIFF tidak hanya menjual tiket; ia juga menjual ide bahwa sinema adalah bahasa universal yang mampu menjembatani budaya dan pengalaman manusia yang berbeda. Ini adalah tempat di mana sebuah film kecil dari Indonesia bisa mendapatkan pengakuan yang setara dengan film-film studio besar Hollywood.
Pasar dan Jantung Kebudayaan
Di balik karpet merah dan pemutaran film, TIFF adalah sebuah mesin bisnis yang masif. Festival ini berfungsi sebagai film market yang sangat penting. Para distributor, produser, dan agen dari seluruh dunia berkumpul di Toronto untuk membeli dan menjual hak tayang film. Banyak kesepakatan bernilai jutaan dolar disepakati selama festival berlangsung.
Selain itu, TIFF juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi kota Toronto. Festival ini menarik ratusan ribu pengunjung, mengisi hotel-hotel, restoran, dan bar, menciptakan suasana kota yang hidup dan penuh energi. Bagi para sineas, TIFF adalah kesempatan untuk membangun jaringan, mencari pendanaan untuk proyek-proyek masa depan, dan memperkuat karier mereka.
Secara keseluruhan, Toronto International Film Festival adalah sebuah ekosistem yang kompleks. Ia adalah tempat di mana seni bertemu komersial, di mana penonton bertemu bintang, dan di mana cerita-cerita baru menemukan jalan mereka menuju dunia. Ia bukan hanya sebuah festival, tetapi sebuah kekuatan pendorong yang membentuk masa depan sinema global.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI