Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Batu, Burung, dan Sebuah Pagi yang Hampa

6 Agustus 2025   08:03 Diperbarui: 7 Agustus 2025   21:52 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dulu aku pikir hidup ini seperti jalur kereta. Jelas, lurus, tinggal naik dan duduk. Lahir, sekolah, kerja, menikah, tua, mati. Selesai."
Aku mengangkat bahu. "Tapi sekarang kok rasanya kayak tersesat? Padahal keretanya tetap jalan."

Aku berdiri, berjalan pelan ke pinggir pagar.
Burung pipit yang tadi datang, kini kembali. Ia mematuk-matuk sesuatu di ranting kecil, lalu menatapku.
Aku menatap balik.

"Kau juga bingung, ya?" tanyaku sambil tersenyum lemah.
Tentu burung itu tak menjawab. Tapi entah kenapa, kehadirannya membuatku merasa tidak sepenuhnya sendiri.

"Aku ini siapa, sih, sebenarnya?"
Pertanyaan itu keluar begitu saja. Bukan dari logika, tapi dari rasa lelah yang lama kupendam.
"Selama ini aku kerja keras, kejar target, cari pengakuan... Tapi buat siapa, buat apa?"

Aku menatap telapak tanganku sendiri.
"Sepuluh jari ini udah banyak nulis, ngerjain proyek, bantu orang. Tapi kok ya... tetap ada yang kosong?"

Pikiran itu membuatku teringat pada cerita tentang Sisyphus---yang mendorong batu besar ke atas bukit, hanya untuk melihatnya menggelinding turun lagi.
Setiap hari. Tanpa akhir.

"Apa hidupku kayak gitu juga ya? Bangun, kerja, tidur, ulang lagi. Tapi nggak ngerti sebenarnya lagi ngapain."

Aku menarik napas panjang.

"Kalau memang begitu, apa salahnya?" tanyaku, kali ini dengan suara lebih tenang.
"Mungkin makna itu nggak datang dari hasil. Tapi dari keberanian buat terus dorong batunya."

Burung pipit itu terbang lagi. Aku melihatnya sampai menghilang di antara dedaunan.
Lalu aku berbalik, masuk ke rumah.

Kubuka lemari, ambil teh celup.
Kuklik tombol pemanas air, lalu duduk lagi menunggu air mendidih.
Tak ada yang luar biasa dari momen itu,
tapi untuk pertama kalinya pagi itu aku merasa... sadar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun