"Mens sana in corpore sano" --- jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat. Pepatah Latin ini sudah ratusan tahun dipegang sebagai panduan hidup seimbang. Tapi hari ini, kita dihadapkan pada kenyataan baru: banyak tubuh yang sehat, tapi jiwanya rusak perlahan.
Lihat sekeliling kita. Orang-orang yang rajin berolahraga, makan teratur, tidur cukup, dan tubuhnya tampak bugar --- tapi hatinya kosong, pikirannya keruh, dan hidupnya berjalan tanpa makna. Banyak yang bangun pagi bukan karena semangat hidup, tapi karena takut telat kerja. Banyak yang kuat mengangkat beban di gym, tapi tak kuat menanggung beban batin sendiri. Banyak yang pandai merawat kulit, tapi tak pernah menyentuh luka di dalam.
Zaman ini telah memaksa kita untuk merawat tubuh lebih daripada jiwa. Padahal, jiwa yang remuk akan ikut merusak tubuh, perlahan tapi pasti. Kita bisa lihat itu pada orang-orang yang tampaknya "berhasil", tapi terpaksa cuti karena burnout, depresi, atau kehilangan arah.
Inilah titik di mana mindfulness menjadi penting --- kesadaran penuh untuk hadir sepenuhnya dalam hidup kita sendiri.
Bukan cuma sadar sedang makan, tapi juga sadar apa yang kita rasakan. Bukan hanya sadar sedang bekerja, tapi juga sadar: "Apakah aku bahagia? Apakah ini yang sungguh aku mau?"
Mindfulness bukan teknik meditasi mewah. Ia adalah keberanian untuk berhenti sejenak dan jujur pada diri sendiri. Ia adalah ruang hening yang kita ciptakan di tengah keramaian, untuk kembali mendengar suara hati yang selama ini kita bisukan. Di sana, kita mulai menyembuhkan.
Kesehatan bukan hanya tentang denyut nadi atau kadar oksigen.
Ia juga tentang relasi yang sehat --- dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia.
Relasi yang tumbuh bukan dari ekspektasi, tapi dari pengertian. Relasi yang memberi ruang, bukan tuntutan. Relasi yang mampu berkata: "Aku bersamamu, bukan untuk mengubahmu, tapi untuk menemanimu menjadi utuh."
Dan itulah yang sering dilupakan.
Kita bisa punya tubuh sekuat atlet, tapi tanpa kesadaran dan kehadiran, kita tetap merasa sepi.
Kita bisa punya uang dan pencapaian, tapi jika kehilangan relasi yang jujur dan tenang, kita tetap tak sehat.
Maka hari ini, mungkin sudah waktunya memperbarui pepatah lama itu.
Bukan hanya mens sana in corpore sano, tapi:
jiwa yang damai, tubuh yang cukup, dan kesadaran yang hadir dalam tiap tarikan napas.
Karena itulah sejatinya kesehatan yang utuh --- bukan sekadar hidup panjang, tapi hidup penuh makna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI