Mohon tunggu...
Priscilia MaudyKadang
Priscilia MaudyKadang Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

kebijakan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sisi Lain Jaminan Kesehatan

25 Februari 2025   21:00 Diperbarui: 25 Februari 2025   20:55 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Alih -- alih meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia dengan memiliki jaminan kesehatan, nyatanya tidak semua penyakit dapat diberi perawatan yang baik dan layak. Padahal jaminan kesehatan seharusnya jaminan yang memberikan perlindungan kesehatan sehingga peserta mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan kesehatan tersebut.  

Penting untuk ditekankan, bahwa dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2024 Tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, menyebutkan bahwa kebutuhan dasar kesehatan adalah kebutuhan esensial menyangkut pelayanan kesehatan perorangan guna pemeliharaan kesehatan, penghilangan gangguan kesehatan, dan penyelamatan nyawa, sesuai dengan pola epidemiologi dan siklus hidup. Selain itu peserta memiliki hak untuk memperoleh pelayanan rawat inap dengan kelas standar. Namun penting juga untuk diketahui bahwa terhitung sejak Tahun 2025 terdapat 21 penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS dan terdapat 144 penyakit yang tidak dapat dirujuk ke Rumah Sakit. Hal ini tentu menimbulkan pergolakan besar di antara peserta juaminan kesehatan dan tentunya penyedia layanan kesehatan.

Memang benar bahwa peraturan terbaru BPJS ini memiliki acuan dari Konsil Kesehatan yang menegaskan kompetensi dokter umum dalam menangani 144 diagnosa penyakit. Namun apakah benar semua penyakit tersebut dapat dirawat dengan tuntas di fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan segala keterbatasannya? Tentu saja banyak hal yang dapat mempengaruhi tuntas tidaknya perawatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama, salah satunya kekurangan sarana prasarana yang tersedia di fasilitas layanan kesehatan. Bagaimana mungkin semua penyakit tersebut bisa dirawat dengan tuntas bila sarananya saja belum lengkap dan memadai?

Hingga saat ini faskes tingkat pertama sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan banyak menghadapi kesulitan dalam proses pemberian pelayanan kesehatan yang optimal, apalagi di daerah -- daerah terpencil. Keterbatasan sarana prasarana sering kali menjadi hambatan dalam pelayanan dan akses kesehatan bagi peserta jaminan kesehatan. Keterbatasan yang ada dapat berupa keterbatasan fasilitas medis, seperti alat pemeriksaan dasar, obat -- obatan yang terbatas, serta minimnya fasilitas penunjang lainnya. Permasalahan keterbatasan ini berdampak langsung pada peserta jaminan kesehatan tentunya. Ketika fasilitas tidak memadai, proses diagnosis dan penanganan penyakit menjadi tidak optimal di faskes tingkat I oleh sebab itu tentunya peserta perlu dirujuk ke faskes tingkat II.

Namun bagaikan buah simalakama bagi tenaga kesehatan di faskes tingkat pertama ketika ada pasien yang ingin dirawat namun dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai ternyata tidak memungkinkan untuk merawat hingga tuntas, sehingga perlu dirujuk. Namun disisi lain, setelah dibuatkan rujukan ternyata pasien tidak diizinkan untuk dirawat di faskes tingkat dua, karena dianggap dapat diselesaikan di faskes tingkat pertama. Tenaga kesehatan di fasyankes tingkat pertama ditekan dari dua arah, baik dari pasien yang mengeluh karena perawatannya tidak tuntas, pun dari faskes tingkat dua yang mengeluh mengapa pasien dirujuk. Hal ini adalah salah satu contoh rill masalah yang dihadapi dengan adanya kebijakan baru yang telah ditentukan oleh penentu kebijakan.

Dengan adanya kejadian seperti di atas, alangkah pentingnya bagi pemerintah dan penentu kebijakan untuk merembukkan kembali mengenai kebijakan -- kebijakan yang sudah ditentukan. Khususnya kebijakan terkait jaminan kesehatan di Indonesia, lebih melihat lagi pada kondisi -- kondisi rill yang terjadi di fasilitas layanan kesehatan yang ada. Selain itu penting untuk diadakan peninjauan ulang terkait peraturan -- peraturan baru yang sekiranya dapat memberatkan pihak -- pihak tertentu saja. Sehingga peraturan yang baru bisa dibentuk lebih jelas, detail, dan adil bagi semua pihak yang menjalankannya. Selain itu juga perlu ada kerja sama antara pemerintah dan penentu kebijakan dalam melengkapi fasilitas dasar kesehatan yang ada pada fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun