Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cara Mengajarkan Kebahagiaan dan Rasa Syukur kepada Anak-Anak

23 Oktober 2021   07:17 Diperbarui: 24 Oktober 2021   01:22 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melatih keterampilan menjadi bahagia dan bersyukur dapat membantu ketahanan mental anak-anak dalam menghadapi krisis (Dokumentasi pribadi)

Coba tanyakan kepada setiap orangtua, apa harapan mereka untuk anak-anak. Saya bisa menebak, hampir pasti jawaban yang keluar adalah:

'Saya hanya ingin anak saya bahagia.'

Itulah yang kebanyakan dari kita katakan ketika ditanya apa yang kita harapkan untuk masa depan anak kita. Ironisnya, justru kita sendiri yang kemudian meninggalkan kebahagiaan itu secara kebetulan.

Kita berbicara dengan anak-anak kita tentang perasaan mereka jika mereka sedih atau takut atau marah atau cemas tetapi kita jarang membantu mereka untuk menumbuhkan kebahagiaan. 

Kita tidak proaktif tentang kebahagiaan karena kita berpikir kebahagiaan itu bukan sesuatu yang bisa kita ajarkan kepada anak-anak, tapi harus mereka lakukan sendiri. 

Kebahagiaan dan Rasa Syukur, Keterampilan yang Harus Diajarkan Sejak Dini

Padahal, menjadi bahagia adalah keterampilan yang dapat dilatih. Semakin dini kita mengajarkan keterampilan menjadi bahagia kepada anak-anak, semakin cepat mereka mengerti bagaimana rasa bahagia itu, dan bagaimana mencapainya. 

Lebih dari itu, melatih keterampilan menjadi bahagia juga dapat membantu ketahanan mental anak-anak dalam menghadapi krisis, mampu bersikap optimis dan produktif. Dengan mengajarkan arti kebahagiaan, kita dapat membantu mereka mengatur diri menjalani kehidupan yang positif.

Seperti apa keterampilan menjadi bahagia itu?

Menjadi bahagia termasuk dalam bagian psikologi positif. Di luar negeri, banyak sekolah yang menjadikan program psikologi positif sebagai bagian dari kurikulum mereka. Topik paling umum yang muncul dari program ini mencakup perhatian, rasa syukur, kebaikan, harapan dan optimisme.

Cara sederhana menjalankan program psikologi positif dan mengajarkan kebahagiaan serta rasa syukur pada anak-anak adalah dengan praktik bersyukur. Di kelas, sebelum memulai pembelajaran, saya selalu bertanya pada anak-anak, "Bagaimana kabar anak-anak hari ini?"

Awalnya, hampir semua anak di kelas terdiam. Hanya terdengar satu atau dua anak yang menjawab dengan suara pelan nyaris berbisik, "Baik, Pak."

Saya lalu mengajarkan anak-anak untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan kalimat, "Alhamdulillah, luar biasa, Allahu Akbar!"

Jawaban tersebut diikuti dengan gerakan tangan yang menggambarkan kalimat tersebut. Misalnya saat mengucapkan "alhamdulillah", kedua tangan menengadah ke atas. Lalu saat mengucapkan "luar biasa", kedua tangan bergerak menggambarkan lingkaran. Dan ketika mengucapkan "Allahu Akbar", tangan kanan mengepal. Pertanyaan dan jawaban tersebut saya ulangi terus, dan dalam 3 kali pertemuan tatap muka, anak-anak sudah terbiasa.

Setelah menanyakan kabar anak-anak, barulah kemudian saya ajak mereka untuk berdiskusi tentang rasa syukur. Tentu saja, membicarakan atau berdiskusi tentang rasa syukur pada anak-anak TK berbeda dengan anak remaja atau orang dewasa. 

Cara Mengajarkan Kebahagiaan dan Rasa Syukur kepada Anak-anak

Saya mengawali diskusi rasa syukur ini dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana seputar aktivitas mereka hari itu. Misalnya, sudah sarapan atau belum; sarapan dengan lauk apa, dan beberapa pertanyaan lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan sederhana ini membuat anak-anak antusias untuk menjawab. Kadang mereka saling membandingkan menu sarapan paginya.

Setelah itu, baru saya ajak anak-anak untuk membayangkan, seandainya hari itu di rumah mereka tidak ada sesuatu yang bisa dimakan; seandainya hari itu mereka hanya bisa sarapan dengan nasi dan tempe goreng, bukan dengan menu lengkap empat sehat lima sempurna.

Pada kesempatan yang lain, saya menanyakan kepada anak-anak siapa yang mengantarkan mereka ke sekolah. Kemudian saya ajak anak-anak membayangkan, seandainya mereka harus pergi ke sekolah berjalan kaki sendirian, tidak ada orangtua yang mengantarkan.

Di lain waktu, saya menanyakan kepada anak-anak, apa yang membuat mereka senang atau bahagia. Ada yang menjawab senang apabila dibelikan mainan baru, baju baru, sepatu baru, bahkan di usia sekecil itu pun ada anak yang menjawab senang kalau dibelikan ponsel baru.

Kemudian saya tanyakan kepada anak-anak, seandainya yang diinginkan mereka itu terkabulkan, apa yang akan mereka lakukan? Kebanyakan anak-anak menjawab akan berterima kasih kepada orangtua yang sudah membelikan. 

Saya lalu mengarahkan jawaban anak-anak itu agar mereka juga tidak lupa bersyukur kepada Allah yang sudah memberi rezeki pada orangtua mereka dengan cara menjadi anak yang taat pada orangtua dan rajin beribadah kepada-Nya.

Bertanya dan membicarakan hal-hal yang dapat membuat anak-anak bahagia, lalu mengarahkan mereka untuk mensyukuri apa yang sudah mereka terima itu pada akhirnya akan membentuk pola pikir positif dan produktif. Hampir tiga bulan anak-anak mulai belajar di sekolah, semangat mereka untuk mengikuti pembelajaran selalu tinggi. Ketika diberi tugas mengerjakan lembar aktivitas di kelas pun, anak-anak antusias mengerjakannya.

Tidak hanya membentuk pola pikir positif dan produktif, mengajarkan kebahagiaan dan rasa syukur sejak dini pada anak-anak akan dapat membantu mengembangkan ketahanan mental mereka.

Jika kita bertanya kepada mereka (dan diri kita sendiri) apa yang kita senangi atau syukuri secara teratur, kita mulai melatih pikiran kita menuju apa yang baik dalam hidup kita. Ini menciptakan pola pikir positif dan berlimpah -- Apa yang baik di dunia saya -- daripada pola pikir negatif dan serba kurang -- Apa yang salah di dunia saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun