Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semakin Sedikit Bicara, Semakin Terlihat Pintar Kita Jadinya

3 September 2020   08:43 Diperbarui: 3 September 2020   08:33 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat kita diam, kita dapat mengamati apa yang sedang terjadi dan mencari waktu yang tepat untuk berbicara (ilustrasi: unsplash.com/Ocean Biggshot)

Alkisah, empat biksu sedang melakukan meditasi hening selama dua minggu. Sebagai simbol latihan, mereka menyalakan lilin dan mulai bermeditasi.

Belum juga satu malam terlewati, mendadak lilinnya padam.

Biksu yang pertama langsung berseru: "Aduh, lilinnya padam...!"

Biksu kedua kemudian memotong seruannya: "Hei, kita kan mestinya tidak boleh bicara!"

Mendengar kedua rekannya bicara, biksu ketiga merasa jengkel: "Diam kalian berdua. Tak seharusnya kalian memecah kesunyian kita yang berharga."

Akhirnya, sesi meditasi itu menjadi ambyar setelah biksu keempat mulai tertawa: "Hahaha! Untunglah saya satu-satunya yang tidak berbicara."

***

Kisah 4 biksu di atas mirip dengan kisah 4 orang yang sedang salat berjamaah. Saat sedang salat, salah seorang makmum buang angin (kentut) dengan suara keras. Makmum pertama langsung berkata, "Duh, siapa sih yang kentut ini?"

Makmum kedua menyahut, "Mungkin sebelahku."

Makmum ketiga menimpali dengan jengkel, "Jangan menuduh sembarangan!."

Akhirnya sang Imam tak tahan dengan keributan di belakangnya. Ia pun menoleh ke belakang dan menegur ketiga makmumnya, "Heh, bisa diam nggak. Lagi salat kok malah bicara!"

***

Dalam kisah 4 biksu maupun 4 orang yang sedang salat berjamaah di atas, setiap orang terbawa oleh detail kecil ke titik di mana mereka tidak bisa tutup mulut. Satu karena dia ingin menjadi pembawa berita, satu karena dia ngotot dengan aturan, satu karena dia marah, dan satu lagi karena egonya.

Meski berbeda versi, kedua kisah di atas membawa pesan moral yang sama: bahwa semakin banyak bicara, semakin bodoh kita jadinya. Semakin sedikit kita bicara, semakin terlihat pintar kita jadinya.

Dalam kitab Mau'idhatul Mu'minin, Imam Syafi'i memberi nasihat:

Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berpikir.

Bagi orang awam, nasihat Imam Syafi'i ini terdengar saling bertolak belakang. Bukannya kalau ingin pintar berbicara kita harus banyak latihan berbicara?

Tapi kalau kita hubungkan dengan dua kisah di atas, nasihat ini menemui tempatnya dan bisa kita pahami dengan mudah.

Diam, Dengarkan lalu Ambil Keputusan

Saat kita banyak bicara, kemungkinan besar kita akan mengatakan sesuatu yang bodoh, salah atau bahkan menyinggung perasaan lawan bicara. Kalau kita bernafsu untuk banyak berbicara, dikhawatirkan pembicaraan kita tidak sesuai konteks alias tidak nyambung. Namun jika kita tetap diam, kita bisa mengamati, berpikir, dan memilih kata-kata kita dengan hati-hati.

Diam itu kuat karena hanya sedikit orang yang berani menggunakannya. Dalam keheningan yang kita ciptakan saat kita tidak bicara, ada aura misteri yang biasanya akan ditafsirkan orang sesuai keinginan kita. Mereka akan menggunakan waktu untuk membayangkan apa yang mungkin kita pikirkan dan ketahui. Mereka bertanya-tanya mengapa kita tetap diam alih-alih mempertanyakan kemampuan kita.

Makna diam dalam nasihat Imam Syafi'i maupun dalam kisah 4 biksu ini bukan berarti kita harus selamanya diam dan hanya menjadi pendengar saja. Namun, maksud dari berdiam di sini adalah dengan berdiam dan mendengarkan kita bisa mencari celah yang tepat kapan mulai berbicara setelah cukup lama diam karena mendengarkan secara aktif.

Artinya, semakin sedikit kita berbicara, semakin banyak kita dapat mendengarkan. Dan mendengarkan mengarah pada pembelajaran. Saat kita diam, kita dapat mengamati apa yang sedang terjadi dan mencari waktu yang tepat untuk berbicara atau mengambil keputusan yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi.

Dengan berdiam diri, mendengarkan secara aktif lalu berpikir sesuai dengan apa yang sudah kita dapatkan dari hasil berdiam dan mendengarkan itu, maka kita bisa mengambil keputusan yang tepat, yang terbaik bagi semua pihak yang terlibat.

Sekarang, mari kita tambahkan satu orang lagi dalam kedua kisah di atas. Dalam kisah biksu, orang kelima ini tidak berkata apa-apa. Ia diam saja dan bermeditasi. Sementara dalam kisah jamaah salat, orang kelima ini juga tetap diam dan meneruskan salatnya.

Tindakan ini sudah cukup untuk memberitahu empat orang lainnya di mana letak kesalahan mereka, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Orang kelima ini yang memilih diam, lebih bijaksana dan lebih pintar dari empat orang lainnya yang berbicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun