Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Skuter Listrik, Mikromobilitas dan Transportasi Masa Depan

18 November 2019   23:00 Diperbarui: 18 November 2019   23:07 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga mengendarai skuter listrik dari Grabwheels (sumber foto: Antara Foto/Akbar Nugroho Gurhay)

Ada tren transportasi baru yang melanda warga di kota-kota besar di seluruh dunia. Modis, sederhana, namun cukup membahayakan penggunanya. Skuter Listrik.

Di saat pemerintah dan politisi telah menghabiskan waktu bertahun-tahun berdebat tentang bagaimana menerapkan dan mendorong sistem transportasi yang 'bersih' dan 'hijau' serta dapat mengurangi kemacetan di kota-kota, skuter listrik seolah menjawab pertanyaan tersebut.

Di Indonesia, tren pemakaian skuter listrik dibaca oleh Grab dengan mendirikan anak usaha Grabwheels. Startup yang menyewakan skuter listrik ini mengawalinya di Jakarta.

Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno mengatakan kehadiran GrabWheels di Jakarta merupakan bentuk dukungan kepada Pemerintah dalam integrasi moda transportasi.

Apalagi saat ini Pemerintah tengah meningkatkan kualitas transportasi hingga integrasi antarmoda. Dengan begitu kehadiran GrabWheels membantu masyarakat berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan lebih efisien.


"Ini awalnya kita siapkan untuk jadi bagian dari terintregasi dengan transportasi massal ya," kata Tri Sukma, Senin (18/11/2019).

Mengenal Bird, Pelopor Layanan Bersama Skuter Listrik di Dunia

Di kota-kota besar di beberapa negara maju, model transportasi perorangan yang mengandalkan tenaga listrik ini sudah sejak lama ada. Adalah Bird, yang tercatat sebagai startup yang pertama kali memperkenalkan sistem penyewaan skuter listrik.

Bird didirikan pada September 2017 oleh Travis VanderZanden, mantan eksekutif di Lyft dan Uber. Dalam dua tahun sejak didirikan, perusahaan yang berbasis di Santa Monica, California ini sudah mengoperasikan skuter listrik bersama di lebih dari 100 kota di Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Utara dengan 10 juta wahana di tahun pertama operasinya.

Pada tahun 2018, Majalah Time menyebut Bird sebagai salah satu dari "50 Perusahaan Genius", sementara Linkedin menyebut Bird sebagai startup yang paling dicari di Amerika Serikat. Pada Juli 2019, nilai valuasi Bird diperkirakan mencapai $2,5 miliar. Nilai yang fantastis dari sebuah perusahaan yang "hanya" menyewakan skuter listrik.

Kesuksesan Bird memantik persaingan dari beberapa startup lainnya. Jump, Spin, Lyft, Lime, Scoot. Sebut saja, daftarnya berjalan terus dan terus. Dan itu hanya di Amerika Serikat. Tak heran jika kemudian Grab membaca prospek skuter listrik tersebut hingga mendirikan Grabwheels dan mengoperasikannya di Jakarta, kota terbesar dan terpadat di Asia Tenggara.

Apa yang diawali oleh Bird merupakan sebuah revolusi transportasi. Dari model transportasi yang membutuhkan ruang lebih banyak, menjadi transportasi dalam skala ruang yang lebih kecil. Tak hanya dari sisi infrastruktur, namun juga wahana transportasinya sendiri.

Mikromobilitas, Solusi untuk Transportasi Ramah Lingkungan

Skuter listrik hanya salah satu dari moda transportasi yang masuk dalam kategori "micromobility". Istilah ini diciptakan oleh analis bisnis dan teknologi Horace Dediu, dalam pidatonya yang disampaikan pada 2017 di KTT Micromobility dalam acara Techfestival di Kopenhagen.

Istilah mikromobilitas mengacu pada penggunaan kendaraan ringan di bawah 500kg, termasuk sepeda biasa, sepeda listrik (moped, motor pedal), skuter listrik, hingga skateboard listrik. Namun ada ketentuan tambahan untuk bisa menyebut wahana ini sebagai mikromobilitas, yakni ketersediaan sebagai layanan bersama (shared vehicle).

Mikromobilitas, termasuk di dalamnya adalah layanan penyewaan skuter listrik bisa menjadi jawaban dalam menerapkan sistem transportasi yang ramah lingkungan, sekaligus bisa mengurangi kemacetan. 

Travis VanderZanden, dalam wawancaranya dengan Index Venture malah membayangkan Bird, dan mikromobilitas yang dipeloporinya mengambil skala tugas yang sebanding dengan Henry Ford: memanfaatkan teknologi baru dan perubahan perilaku untuk mendorong revolusi transportasi dan infrastruktur.

"Ketika mobil datang, orang-orang seperti, wow, mobil-mobil ini gila. Tidak ada tempat bagi mereka untuk parkir, tidak ada tempat bagi mereka untuk pergi, "kata VanderZanden. "Butuh sekitar 20 tahun untuk melakukan transisi itu. 

Untungnya, saya pikir transisi ke mikromobilitas dan alternatif untuk mobil akan lebih cepat dari itu. Tapi yang jelas, kita perlu berbicara dengan kota-kota untuk mencari tahu cara apa yang paling anggun untuk melakukan transisi itu karena infrastruktur kota tidak dibangun untuk skuter listrik."

"Mengapa kita menggunakan dua ton logam untuk memindahkan 70 kilo tubuh sementara sesuatu yang berbobot 16 kilogram seperti e-skuter dapat melakukan pekerjaan dengan baik? Dan mengapa kita memberikan begitu banyak ruang di kota untuk mobil? Ketika Anda mulai memikirkannya, Anda harusnya terobsesi," tambah Martin Mignot dari Index Venture, salah satu investor pertama Bird.

Penduduk Perkotaan Memang Membutuhkan Mikromobilitas

Memang benar, seperti yang dikatakan Travis VanderZanden, tantangan terbesar dari mikromobilitas saat ini adalah infrastruktur. Jaringan transportasi perkotaan di seluruh dunia telah dirancang untuk mobil pribadi dan transit, bukan untuk mobil mikro. Hampir 50% ruang perkotaan habis hanya untuk lahan bagi mobil-mobil pribadi.

Di satu sisi, sekitar 60% perjalanan mobil dilakukan kurang dari enam mil. Mobil dianggap semakin tidak beradaptasi dengan perjalanan dalam perkotaan karena polusi yang mereka hasilkan dan kemacetan yang mereka ciptakan, belum lagi biaya kepemilikan dan infrastruktur. Mikromobilitas menjadi solusi karena lebih murah, membutuhkan lebih sedikit ruang dan lebih ramah lingkungan untuk perjalanan perkotaan.

Alasan utama majalah Time memasukkan Bird dalam 50 Perusahaan Jenius adalah kontribusinya pada masalah 'mil pertama, mil terakhir' dalam transportasi. 

Menurut Time, perhentian angkutan umum seringkali agak terlalu jauh dari tempat-tempat di mana orang memulai dan mengakhiri perjalanan mereka. 

Karena itu masyarakat memilih untuk mengemudi sendiri, menyumbat jalan dan mencemari udara. Bird dinilai merintis cara baru untuk membuat orang-orang meninggalkan mobil mereka di rumah.

Pada titik inilah otoritas publik perlu segera tanggap dengan mengeluarkan regulasi yang bisa mengatur keberadaan mikromobilitas. Peran utama pemerintah di sini ada dalam memusatkan perhatian pada keutamaan kesejahteraan kolektif, termasuk kualitas udara, keamanan jaringan transportasi, dan kesenangan tinggal di wilayah kota.

Industri mobil juga tidak perlu memandang mikromobilitas sebagai kompetitor yang harus disingkirkan. Justru mereka bisa menjadi tantangan tersendiri untuk terus berinovasi. 

Daripada memasarkan mobil yang dirancang untuk usang, pabrikan perlu merancang kendaraan bersih yang dibangun untuk berbagi, dapat menahan beberapa perjalanan dalam sehari dan dapat berkontribusi bagi kesejahteraan publik. Bukannya merusak lanskap perkotaan yang dibangun dari pajak pengguna mobil itu sendiri.

Kesiapan Infrastruktur Harus Didukung dengan Regulasi Keselamatan Pengguna

Meski begitu, operator skuter listrik atau mikromobilitas lain tak boleh menuntut kesiapan infrastruktur secara sepihak. Tuntutan mereka juga harus diimbangi dengan penyediaan aturan keselamatan bagi penggunanya.

Semenjak diperkenalkan dan kemudian menjadi tren transportasi masa kini, ada banyak keluhan tentang aspek keselamatan pengguna, dalam hal ini terkait dengan perilaku pengguna itu sendiri. 

Karena tidak adanya jalur khusus untuk skuter listrik, banyak pengguna yang mengendarainya secara serampangan. Pelanggaran yang kerap ditemui diantaranya tidak memakai helm, berboncengan hingga mengendarai di jalan raya. 

Pelanggaran yang dilakukan pengguna skuter listrik tersebut mengakibatkan terjadinya serangkaian kecelakaan lalu lintas. Di Amerika Serikat tercatat 11 orang telah tewas dalam layanan berbagi skuter listrik dalam 14 bulan terakhir. Sementara di Indonesia, tepatnya di Jakarta, baru-baru ini 2 pengendara skuter listrik meninggal dunia usai terlibat kecelakaan lalu lintas.

Revolusi transportasi dan infrastruktur adalah sebuah keniscayaan. Jadi, daripada melarang penggunaannya, perlu kiranya pemerintah bisa duduk bersama dengan operator mikromobilitas dan pihak terkait untuk mengatur rancangan dan skema transportasi. 

Semua pihak ini harus bekerja pada peraturan keselamatan untuk merangsang bentuk mobilitas yang lebih berkelanjutan, daripada melarang inisiatif industri yang potensial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun