Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Maaf Pak Jokowi, Google Bukan Perpustakaan yang Baik

9 Juli 2019   21:57 Diperbarui: 9 Juli 2019   22:04 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber gambar: bcilibraries.com)

Terus terang, saya tergelitik dengan pernyataan presiden Jokowi perihal transformasi pendidikan yang disampaikannya saat membuka Kongres ke-22 Persaturan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Britama Arena, Kepala Gading, Jakarta Utara, Jumat (5/7/2019).

Dalam sambutannya, Jokowi kembali menyinggung bagaimana sebuah teknologi kini sudah bisa hidup berdampingan dengan manusia, terutama dalam hal pendidikan.
"Transformasi pendidikan dan transformasi proses belajar mengajar harus dilakukan," kata Jokowi.

"Dunia virtual adalah kampus kita. Belajar dari sana. Google adalah perpustakaan kita. Wikipedia adalah ensiklopedia kita. Buku elektronik adalah buku pelajaran kita, dan masih banyak media digital lainnya," jelas Jokowi lebih lanjut.

Memang benar apa yang dikatakan Jokowi, bahwa di era yang serba digital saat ini, siapapun bisa belajar melalui media apa saja, kapan saja dan di mana saja. Suatu hal yang tak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi informasi yang demikian cepat.

Proses belajar mengajar kini tak harus dilakukan di ruang kelas. Pertemuan guru dan murid tak harus menuntut adanya ruang fisik. Dunia virtual adalah sekolah, kampus dan tempat belajar mengajar.

Namun, ada yang kurang tepat dari apa yang disampaikan Jokowi, yakni tentang menjadikan Google sebagai perpustakaan. Tanpa mengurangi rasa hormat, saya menganggap Google bukan perpustakaan yang baik.

Kita semua tak bisa menafikan kehebatan Google sebagai mesin pencari. Hanya dengan mengetikkan sebuah kata kunci tertentu, seseorang dengan sangat mudahnya bisa mendapatkan informasi apapun yang ia inginkan. Dari informasi bisnis, politik, hiburan, kajian ilmiah, hingga dalil agama.

Dengan kemudahan pencarian informasi itu, Google memang tak ubahnya sebuah perpustakaan terbesar dan terlengkap. Namun sekali lagi saya sampaikan, Google bukan jenis perpustakaan yang baik. Sistem pengindeksan Google tidak dibuat seperti layaknya perpustakaan sungguhan. Sistem pengindeksan Google tidak dirancang untuk sesuai dengan kaidah pencarian informasi yang benar atau kaidah sebuah katalog ilmu pengetahuan.

Sesuai dengan tuntutan bisnis, katalog informasi yang ada di perpustakaan Google disusun berdasarkan algoritma tertentu sesuai dengan apa yang menjadi tujuan utama bisnis mereka, yakni mendapatkan keuntungan dari para pemasang iklan. Karena itu, salah satu faktor utama dari algoritma Google adalah seberapa banyak situs memuat kata kunci tertentu yang diinginkan pengguna, maka kata kunci itulah yang menjadi dominan di mesin pencarian.

Sebagai sebuah media yang lahir dengan kepercayaan liberal mutlak, Google tidak membuat batasan apapun. Siapa saja boleh dan bisa mengisi "koleksi perpustakaannya". Orang-orang dengan motif dan kepentingan tertentu yang ditujunya bisa mengemukakan pendapatnya mengenai suatu masalah tertentu. Entah ia memang kompeten dalam bidang tersebut maupun tidak. Entah ia memang berniat memberikan informasi yang benar, atau sebaliknya.

Karena itu, sekalipun Kecerdasan Buatan Google sudah banyak menyerupai kecerdasan manusia, tapi ia tidak memiliki nurani. AI-nya Google tidak bisa membedakan mana koleksi informasi yang baik, mana informasi yang buruk. Google tidak bisa membedakan mana tulisan dari para ahli, dan mana opini dari pengamat kaleng-kaleng.

Google tidak bisa membedakan mana pengetahuan yang bermanfaat, mana ilmu yang sesat. Google tidak mau tahu apakah kita berkunjung ke situs pornografi, situs radikal, situs perjudian, situs perdagangan manusia dan banyak situs kontroversial lainnya. Google tidak mau tahu dan tidak akan pernah peduli.

Google hanya bisa memberi pertanda bahwa ini lho situs yang aman dari incaran para hacker yang ingin mencuri data (phising). Kalaupun isinya ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, Google lepas tangan.

Google hanya bisa memberi peringatan, bahwa awas! Situs ini mengandung konten pornografi. Tapi Google tak kuasa menahan atau menghalangi kita jika kita tetap bandel dan bersikeras masuk untuk melihat-lihat isinya.

Seperti itulah sisi buruk dan sisi gelap internet, dalam hal ini fungsi dari sebuah mesin pencari seperti Google. Ia bisa dimanfaatkan orang-orang dengan motif tertentu untuk mendistorsi fakta atau pengetahuan tertentu demi kepentingan dan tujuan yang hendak dicapainya.

Kita bisa melihat sendiri, betapa mudahnya pengguna internet terpapar informasi palsu dan hoaks. Salah satu penyebabnya adalah karena mereka mempercayakan sepenuhnya sumber kebenaran itu pada Google semata.

Ini karena algoritma Google dibuat berdasarkan hasil pencarian terbanyak. Misalnya ada 1 juta situs yang memuat berita hoaks, sementara cuma ada satu situs yang memuat berita fakta, maka yang ditampilkan halaman pencarian Google sudah pasti situs berita hoaks.

Algoritma seperti ini tentu saja berbahaya bagi mereka yang ingin menuntut ilmu agama, atau mereka yang ingin mencari koleksi pengetahuan agama dari perpustakaan Google ini. Misalnya, kalau ada sejuta orang menulis di internet bahwa babi itu halal dalam agama Islam, dan cuma ada sepuluh orang menulis bahwa babi itu haram berdasarkan hukum fiqh Islam, maka berdasarkan mesin pencari Google, hukum babi itu jadi halal. Kenapa ? Karena hasilnya lebih banyak yang bilang halal dari pada yang bilang haram.

Algoritma atau sistem pengindeksan dari "Perpustakaan" Google juga bisa dijadikan "mesin penghakiman". Misalnya seseorang ingin tahu kejelekan agama tertentu, ia bisa memperoleh informasinya dengan begitu mudahnya di Google. Seseorang, yang ingin mencari pengetahuan apakah kepercayaan tertentu itu menyesatkan atau tidak, ia bisa memperoleh informasinya cukup dengan mengetikkan kata kunci sesuai asumsi awalnya.

Agama, sebagai sebuah 'alat keyakinan yang disucikan', isi dan informasinya bisa menjadi objek yang sangat berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung-jawab. Kita bisa mengecek dengan mudah, betapa banyak informasi-informasi tentang agama beserta aliran-alirannya di internet yang sebagian besar didominasi oleh jenis-jenis pengetahuan yang dangkal hingga informasi sampah yang isinya hanya hasutan, provokasi, menebar kebencian, arogansi, dan semangat jihad yang salah arah.

Semua itu dapat diperoleh dengan mudah, terutama jika kita tidak kritis dengan yang kita baca dan mulai berasumsi bahwa semua yang kita baca dari perpustakaan Google adalah kebenaran pengetahuan yang mutlak.

Jelaslah, dengan kenyataan seperti itu Google bukan perpustakaan yang baik. Google tidak bisa dan tidak boleh kita andalkan sebagai media pembelajaran ilmu tanpa ada pendampingan dari orang yang lebih punya pengalaman dan pengetahuan yang sebenarnya.

Tentu saja, memvonis Google itu buruk adalah kenaifan, karena mau tidak mau kita harus mengakui betapa dari sisi kemaslahatan, banyak manfaat yang kita peroleh dari Google. Tetapi jika seseorang yang berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran hanya dengan bermodal mengetik "kata kunci" di Google, itu artinya ia sedang menciptakan dirinya sebagai individu yang kehilangan semangat berfikir dan semangat kritis karena menginginkan segala sesuatu dengan instan.

Sekalipun bisa berfungsi sebagai sumber informasi utama, kita tidak boleh terlalu menggantungkan diri pada Google dalam hal mencari ilmu pengetahuan, terlebih ilmu agama. Bagaimanapun juga, guru yang berwujud manusia berilmu masih tetap guru yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun