Menurut tes internasional, lebih dari 55 persen orang Indonesia yang menyelesaikan pendidikan mereka mengalami buta huruf fungsional. Jauh lebih besar daripada yang terdaftar di Vietnam (14 persen) dan negara-negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) (20 persen).Orang Indonesia yang buta huruf secara fungsional cenderung berujung pada sektor rendahnya produktivitas.
Di bagian bawah tabel ada catatan tambahan yang menyatakan sumber data tabel itu berdasarkan data dari PISA (The Programme for International Student Assessment) 2015 (OECD, 2016). Dengan keterangan tambahan yang menyebutkan siswa dengan tingkat prestasi di bawah 2 dalam skala prestasi PISA dianggap buta huruf secara fungsional.
Selain informasi dari laporan Bank Indonesia tersebut, informasi serupa juga bisa didapatkan dari status di akun twitter Bank Dunia Indonesia pada 5 Juni 2018 yang berbunyi,
"Di bidang pendidikan, Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam kuantitas. Tapi masih banyak kekurangan dalam mutu. Sekitar 55% penduduk Indonesia kemampuan membacanya masih terbatas - bisa membaca tapi mungkin sulit mengerti apa yg dibaca" ~Frederico #IEQBankDunia".
Jadi, apa yang disampaikan Prabowo Subianto dalam pidatonya di acara Indonesia Economic Forum tersebut benar adanya. Didukung dengan data-data yang valid dari sumber yang kredibel. Bahwa 55% rakyat Indonesia buta huruf fungsional, ini adalah fakta yang tak terelakkan. Buktinya, membedakan buta huruf dengan buta huruf fungsional saja tidak bisa.Â
Pidato Prabowo malah dibelokkan menjadi sesuatu yang keluar dari konteks aslinya. Tak heran dengan kondisi seperti ini masyarakat kita mudah sekali termakan oleh berita-berita hoaks.