Mohon tunggu...
Andi Mirati Primasari
Andi Mirati Primasari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - i love reading and writing.. thanks Kompasiana, sudah menjadi langkah awal saya untuk mulai ngeblog..

Lahir dan besar di Makassar, dan saat ini menetap di Jakarta menjalani kesibukan sebagai seorang istri merangkap karyawati swasta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tren Kecemasan New Parents dan Parents To Be

11 September 2016   21:37 Diperbarui: 11 September 2016   23:55 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

5. Do not undersetimate the power of parenting literatures.
Beberapa orang tua enggan membaca buku parenting karena dianggap terlalu menggurui. Tak jarang pula didapati buku yang tanpa disangka-sangka, malah semakin memperpanjang daftar kesalahan kita dalam hal pengasuhan anak. Tapi jangan salah lho.. Sekarang sudah banyak buku panduan parenting yang menyenangkan untuk dibaca. Sejauh ini, ada 2 buku yang menjadi favorit saya. Pertama, buku karangan novelis kocak Adhitya Mulya: Parent's Stories, Membesarkan Anak Yang Berdaya. Kedua, seri buku karangan Ayah Edy yang berjudul Rahasia Memetakan Potensi Unggul Anak.

Jika kita melihat dari sudut pandang yang berbeda, ada banyak hal positif yang bisa kita dapat dari berbagai pengalaman yang dibagikan di sana. Kalau ingin lebih santai, panduan merawat dan mengasuh anak bisa kita dapat dari majalah-majalah wanita (ibu dan anak) yang disajikan dengan bahasa yang lebih fun dan mudah untuk dicerna dan dipratekkan.

6. Start to make our planning after we move on.
Masa bangkit adalah masa move on, masa di mana kita dan seluruh komponen sel yang ada dalam diri kita sepakat untuk maju ke depan, meninggalkan semua hal-hal buruk yang pernah kita alami. Saatnya optimis bahwa kita pasti bisa mengurus anak seperti orang-orang sebelum kita berhasil melakukannya. Siapa lagi yang akan diandalkan oleh anak kita selain orang tuanya sendiri?

7. Jalani semua proses dengan santai. Jadikan semua kesalahan sebagai pembelajaran untuk menjadi orang tua yang lebih baik dan lebih baik lagi untuk anak kita. Saat kita ikhlas mengintrospeksi diri, maka ke depannya akan banyak ilmu yang terserap dari pola pembiasaan yang kita terapkan setiap harinya.

Mewujudkan Cita-cita Anak, How to Help Our Children Brightening Their Future

"Berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia" - Andrea Hirata

[caption caption="Ilustrasi: mewujudkan cita-cita anak (sumber: thebridges-can.com)"]

[/caption]

Setiap orang tua pasti punya cerita unik di balik proses pengasuhan anaknya. Teman saya Arina dan Ningsih (yang saya sebutkan di atas) mengakui bahwa perasaan depresi tersebut hanya mereka rasakan pada masa awal proses merawat anak pertama saat masih culun-culunnya menyandang peran sebagai new parents. Ketika anak kedua lahir, mereka merasa semakin mantap dan terbiasa dengan kesibukannya sebagai ibu. Pendampingan dari suami dan orang-orang terdekat juga terus menyertai, membuat mereka semakin percaya diri sebagai "the real mom".

Anak saya sendiri telah memasuki fase belajar dan adaptasi tahap awal terhadap lingkungan di usianya yang mulai menginjak 1 tahun 3 bulan. Ia mulai belajar berjalan, sesekali bergumam menirukan suara dan ekspresi orang-orang di sekitarnya, menunjukkan respon terhadap setiap tindakan yang kita lakukan terhadapnya. Sebagaimana layaknya anak seusianya, ia senang sekali bermain dan mencoba hal-hal baru. Seiring waktu berjalan, akan semakin dekatlah ia pada panggung cita-citanya.

Timbul model pertanyaan baru. Jika pada pembahasan di atas ada pertanyaan "Bisakah-bisakah?", sekarang berubah menjadi "Apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkan cita-cita anak saya?" dan "Langkah kongkret apa yang harus saya jalankan untuk mewujudkan masa depan cerah baginya?".

Satu hal yang perlu kita ingat adalah di era yang semakin maju ini, tantangan yang akan kita hadapi ke depannya sebagai orang tua pastinya akan jauh lebih besar ketimbang apa yang pernah dihadapi oleh Bapak dan Ibu kita saat membesarkan kita dulu. Biaya sekolah yang semakin tinggi dan semakin besarnya tingkat kebutuhan hidup sehari-hari seringkali menjadi masalah yang sulit terpecahkan, apalagi mengingat pemasukan yang kadang tak sebanding dengan pengeluaran. Perlu juga kita garis bawahi kalau anak kita kelak juga akan menghadapi dunia persaingan yang jauh lebih ketat dalam hal peluang memperoleh pekerjaan dibanding dengan jaman kita sekarang. Olehnya itu, kita harus segera membangun pondasi sebagai landasan atau pijakan sang anak meraih cita-citanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun