Suatu sore, Ibu Raya pulang membawa kabar. "Ray, kamu tahu? Pram diterima di SMA Unggulan di kota. Minggu depan dia pindah."
"Pindah?" Raya terdiam.
Ayah menimpali, "Anaknya pintar, pantas saja."
Raya hanya mengangguk, lalu masuk ke kamarnya. Di balik pintu ia bergumam pelan, "Kenapa harus pergi sekarang..."
Bab 6 -- Bayangan yang Tinggal Kenangan
Tahun-tahun berlalu. Raya tetap melanjutkan sekolahnya di Terasing. Kadang, ketika bersepeda melewati jalan-jalan kecil kota itu, ia teringat masa lalu: lomba teladan, lomba cerdas cermat, bangku belakang kelas SMP, dan sapaan singkat Pram.
Pram kini hanyalah bayangan. Seseorang yang pernah mengisi ruang kecil di hatinya dengan rasa penasaran, kekaguman, dan cinta pertama. Raya sadar, tidak semua kisah harus berakhir dengan romansa indah. Beberapa cukup berakhir sebagai kenangan.
Suatu sore, matahari condong ke barat, Raya mengayuh sepedanya melewati sawah.
"Pagi," suara Pram terngiang kembali di kepalanya.
Hanya satu kata, tapi cukup untuk dikenang seumur hidup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI