Mohon tunggu...
Prayuda Agung
Prayuda Agung Mohon Tunggu... mahasiswa

mahasiswa hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Arah Demokrasi di Tanah Air

27 Mei 2025   15:22 Diperbarui: 27 Mei 2025   15:22 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menakar Arah Demokrasi: Sistem Politik, Lembaga Negara, dan Tantangan Kewarganegaraan di Indonesia

Oleh: [Agung Prayuda]

Pendahuluan

Indonesia, sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia, telah melalui berbagai fase transisi politik sejak era reformasi 1998. Sistem politik pemerintahan, lembaga-lembaga negara yang menopang struktur kenegaraan, serta konsep kewarganegaraan yang inklusif merupakan tiga pilar utama dalam pembangunan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan. Namun, dalam praktiknya, ketiga pilar tersebut masih menghadapi berbagai tantangan fundamental yang menghambat konsolidasi demokrasi dan keadilan sosial.

Sistem Politik Pemerintahan: Antara Demokrasi dan Oligarki

Secara konstitusional, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial dengan prinsip demokrasi perwakilan. Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat. Di atas kertas, sistem ini memberikan legitimasi kuat kepada pemimpin eksekutif dan memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan yang stabil. Namun, dalam praktiknya, sistem ini tidak sepenuhnya steril dari penetrasi kekuasaan oligarki.

Partai politik yang seharusnya menjadi perantara antara rakyat dan pemerintah justru kerap kali menjadi instrumen elite untuk mempertahankan kekuasaan. Rekrutmen politik yang tertutup, minimnya kaderisasi yang berbasis meritokrasi, serta mahalnya biaya politik membuat politik transaksional marak terjadi. Akibatnya, orientasi kebijakan sering kali tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak, melainkan pada kelompok-kelompok berkepentingan sempit.

Contoh nyata dapat dilihat dalam berbagai revisi undang-undang yang dilakukan secara tergesa-gesa, tanpa partisipasi publik yang bermakna. UU Cipta Kerja dan revisi UU KPK menjadi bukti bahwa proses legislasi kerap lebih mencerminkan kepentingan kekuasaan dibandingkan aspirasi masyarakat luas. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan mundurnya kualitas demokrasi menuju bentuk demokrasi prosedural belaka.

Lembaga Negara: Antara Sinergi dan Disfungsi

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki struktur kelembagaan yang dirancang untuk saling mengawasi dan menyeimbangkan (checks and balances). Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kewenangan yang jelas di dalam konstitusi. Selain itu, terdapat pula lembaga negara independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komnas HAM, dan Ombudsman, yang berfungsi sebagai pengawas dan pelindung hak-hak warga negara.

Namun, dalam praktiknya, relasi antar lembaga negara tidak selalu harmonis dan fungsional. Dominasi lembaga eksekutif atas legislatif terlihat dari kuatnya pengaruh presiden dan koalisinya dalam pengambilan keputusan di parlemen. Legislatif kerap kehilangan fungsi kontrolnya terhadap eksekutif karena mayoritas anggotanya berasal dari partai penguasa. Di sisi lain, lembaga yudikatif, khususnya Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, juga tidak luput dari kritik terkait independensi dan integritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun