Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Nilai Positif Penundaan Eksekusi

10 Maret 2015   23:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:50 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14260029141835648263

[caption id="attachment_355030" align="aligncenter" width="476" caption="Regu Tembak Eksekusi Mati (Foto: tribunnews.com)"][/caption]

Penulis pada hari Sabtu (7/3/2015) diundang sebagai Narasumber TVOne dengan topik “Eksekusi Kembali Ditunda,” Bersama Margarito, pakar hukum, dibahas soal penundaan eksekusi, yang disebabkan karena terpidana mati Mary Jane asal Philipina mengajukan PK. Menurut Jaksa Agung Prasetyo ke-10 terpidana mati itu akan dieksekusi bersama-sama. Jadi penundaan bukan karena tekanan pihak Ausralia yang dua warganya Andrew Chan dan Myuran Sukumaran termasuk yang akan menjalani hukuman mati dengan ditembak.

Pemerintah Australia (baca; PM Tony Abbott) terus berusaha dengan segala cara membebaskan dua warganya itu dari muka laras senjata anggota Brimob pengeksekusi. Kesepuluh napi tersebut sudah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, akan tetapi belum ditempatkan pada sel isolasi seperti lazimnya mereka yang akan dihukum mati.

Setelah gagal dalam beberapa cara, diantaranya langkah ancaman boikot pariwisata, langkah diplomasi, tukar menukar tahanan terkait narkoba, disamping yang menurut penulis kemungkinan langkah ekstrem lainnya, maka kini berkembang adanya isu penyadapan terhadap Presiden Jokowi yang dilakukan oleh Badan Intelijen New Zealand (GCSB) serta Badan Intelijen Australia (ASD).

Entah dari mana isu permainan kotor ditiupkan terhadap pilpres Indonesia 2014, yang disentuhkan ke Jokowi. Setelah melakukan penelitian, penulis mulai menelisik berita penyadapan tersebut. Pada hari Senin (9/3/2015) penulis kembali diwawancari TVOne untuk  menanggapi berita penyadapan itu. Media di  Indonesia memberitakan lansiran berita di New Zealand Herald pada hari Kamis (5/3/2015) menayangkan berita yang ditulis oleh Nicky Hager yang mengaku sebagai jurnalis di Selandia Baru. Menurut Hager, intelijen  Australia menyadap percakapan telepon selular dan data publik serta pejabat Indonesia melalui jaringan telepon selular terbesar, Telkomsel.

Hal itu disebutkannya  terungkap dari bocoran dokumen rahasia milik bekas kontraktor NSA, Edward Joseph Snowden yang nantinya akan diungkap oleh WikiLeaks. Salah satu hasil sadap yang akan dibuka oleh WikiLeaks adalah percakapan Jokowi dengan beberapa pihak saat pilpres 2014. Menurut dokumen rahasia Snowden, badan spionase elektronik Australia, yakni Australian Signals Directorate (ASD) telah bekerjasama dengan Biro Keamanan dan Komunikasi Selandia Baru (GCSB) untuk menyadap jaringan telekomunikasi di seluruh Indonesia dan Pasifik Selatan.

Selain Indonesia, disebutkan juga bahwa ASD dan GCSB juga melakukan spionase elektronik terhadap negara-negara kecil di kawasan Pasifik seperti Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Nauru, Samoa, Vanuatu, Kiribati, Kaledonia Baru, Tonga, dan Polinesia. Juga dia menyebutkan bahwa dari  dokumen Snowden, Selandia Baru dan Australia menyadap satelit komunikasi satelit dan kabel telekomunikasi bawah laut.

Mereka berbagi data panggilan telepon, email, pesan media sosial dan metadata. Data-data sadapan itu lantas dibagi bersama jaringan "Five Eyes" atau jaringan spionase "Lima Mata". Telkomsel jadi target ASD, menurut Snowden, karena jaringan telepon selular Indonesia itu melayani lebih dari 122 juta pelanggan.

Penilaian  Dari Sudut Pandang Intelijen

Menurut ketentuan, sebuah informasi akan menjadi bahan yang sangat dipercaya apabila memenuhi dua syarat yaitu sudah dilakukannya penilaian terhadap sumber informasi serta isi informasi. Setelah itu informasi yang terkait dianalisis dan diberi nilai, maka informasi yang sudah menjadi intelijen tadi bisa dipakai sebagai bahan pembuatan keputusan.

Dari informasi penyadapan di New Zealand Herald (NZH) tersebut, maka dapat dinilai, NZH sebagai media arus utama bisa dipercaya. Tetapi di sisi lain sumber pembuat berita dapat dikatakan meragukan. Di dalam negeri NZ (Selandia Baru) saja, Nick Hager kini dipertanyakan, apa tujuannya mengeluarkan berita tersebut sebagai jurnalis? Apa pentingnya bagi NZ? Menurut David Fisher, senior NZ Herald, Hager ini dikenal sebelum ia menyebut dirinya seorang jurnalis,  dirinya aktif dalam Peace Movement Aotearoa dan memainkan peran kunci dalam saat Selandia Baru dikeluarkan dari ANZUS.

Dia kemudian mengalihkan perhatiannya kepada hubungan intelijen. Tetapi menurut Fisher, "But unlike academic commentators on intelligence gathering, Hager seems to be on a personal mission." Dengan demikian keabsahan informasi Hager memang patut dipertanyakan. Informasi tentang kelompok "five eyes" yang terdiri dari intelijen AS, Inggris, Canada, Australia dan Selandia Baru, sudah diungkapkan sejak lama oleh wistleblower Edward Snowden.

Tentang isi informasi Hager juga tidak semuanya benar, dia mengatakan NZ bekerjasama dengan Australia menyadap Indonesia. Sedangkan dalam komposisi jaringan  "lima mata", menurut Snowden, maka target Australia adalah kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara (stasiun Australian Signal Directorate) diantaranya  berada di Jakarta, KL, Bangkok, Hanoi Timor Leste. Hanya Australia (dan mungkin AS/NSA) yang menyadap pejabat Indonesia. Dari dokumen NSA yang bocor pada Oktober 2013, terungkap bahwa tercatat ada empat lokasi penting di  Australia yang berkontribusi memberikan data ke program NSA dengan sandi  X -Keyscore , yang memisahkan data ke dalam aliran nomor telepon, alamat email , log-in dan aktivitas pengguna untuk penyimpanan di bank data besar .

Stasiun pengumpul tersebut adalah US-Australian Joint Defence Facility di Pine Gap dekat Alice Springs , dan tiga fasilitas ASD lainnya, yaitu, the Shoal Bay Receiving Station dekat Darwin , the Australian Defence Satellite Communications Station di Geraldton di Australia Barat , dan the naval communications station HMAS Harman di luar kota Canberra.

Tidak ada satupun stasiun  yang beroperasi bersama NZ. Sementara  GCSD (Government Communications Security Bureau) dari NZ , atau yang menurut situs resmi Biro ini, misinya adalah untuk memberikan kontribusi terhadap keamanan nasional Selandia Baru dengan menyediakan jaminan informasi dan keamanan cyber, intelijen luar negeri, dan bantuan kepada instansi pemerintah Selandia Baru lainnya.

Target GCSD yang menggunakan stasiun di Whaihopai Valley, Bleindheim adalah memonitor negara-negara di Pasifik Selatan (Tuvalu, Nauru, Kiribati, Samoa, Vanuatu, Kepulauan Solomon, Fiji, Tonga, dan departemen luar negeri Perancis Kaledonia Baru dan Polinesia Perancis). Penulis pernah tiga tahun bertugas di Kantor Athan RI di Wellington, NZ. Agak faham dengan pola operasi badan intelijen NZ yang kukuh dengan hukum. Dengan demikian informasi Hager jelas meleset dan Snowden tidak pernah menyebut pada informasi awal (2013) status Indonesia menjadi target operasi penyadapan GCSD. Nah oleh karena itu maka nilai informasi Nicky Hager di NZD menurut penulis adalah informasi “usang,” tetapi mempunyai tujuan tertentu. Dilakukan pribadi dengan tujuan khusus.

Kaitan Isu Penyadapan Dengan Eksekusi Mati

Penulis mengamati bahwa pemerintah Australia terus berusaha membebaskan dua warganya dari hukuman mati. Terlihat bahwa PM Australia Tony Abbott  yang dibantu Menlu Julie Bishop terus dengan gencar melakukan lobi bahkan tekanan terhadap Indonesia. Pada artikel terdahulu, penulis mengatakan bahwa latar belakang perjuangan tak henti-hentinya  Abbott selain memperjuangkan warganya adalah juga demi karir politiknya yang terus merosot, baru saja dia menang dari impeachment.

Nah, Hager nampaknya dipakai sebagai detonator meledakkan rumors bahwa ada rahasia Presiden Jokowi pada pilpres 2014 yang mereka pegang dan akan dipakai untuk menyerang/menekan. Jelas tidak elok apabila Australia sendiri yang mengungkap bahwa mereka telah menyadap Indonesia. Penyadapan adalah pulbaker dengan kategori spionase. Karena itu seperti yang juga dipertanyakan oleh pengamat di Selandia Baru, apa kepentingan Hager membuka kasus penyadapan ke publik. Hager nampaknya dipakai sebagai agent action belaka, dia dikendalikan dari luar.

Penulis memperkirakan langkah ini dipergunakan Australia untuk melakukan pressure psikologis. Apabila ditanya, apakah mungkin ASD kembali melakukan penyadapan? Jelas, dalam sebuah kemelut seperti ini, konflik antara Indonesia-Australia, segala cara pulbaket  intelijen akan dipergunakan. Oleh karena sudah ada kesepakatan antara kedua negara soal penyadapan, maka Australia jelas kini lebih berhati-hati.

Dilain sisi, penulis menilai bahwa perbedaan pandangan antara PM Abbott dengan Presiden Jokowi adalah masalah beda prinsip yang sulit dipertemukan. Presiden Jokowi bertahan sebagai Kepala Negara, bahwa keputusan hukuman mati adalah hukum positif di Indonesia terkait kejahatan narkoba, dalam kondisi negara darurat narkoba. Jelas, disini dibutuhkan ketegaran, "Negara" tidak boleh kalah. Kalau mengalah dengan Australia maka sama artinya Indonesia akan kalah dengan mafia narkoba.

Bagi PM Abbott, pertarungan ini adalah semacam pertarungan hidup mati, dia baru saja menang setelah di-impeachment di negaranya karena masalah pajak. Walau menang, karir politiknya jelas sudah turun. Karena itu masalah dua terpidana mati ini adalah momentum bagus, dan dia membutuhkan sebagai panggung citra dan harus menang. Kira-kira begitu.

Akan tetapi dia lupa, apabila pada saatnya Indonesia nanti melakukan eksekusi mati terhadap Chan dan Sukumaran, maka penulis perkirakan karir Abbott akan berada pada titik nadir. Dia telah diragukan soal pajak, dan akan ditambah diragukan soal kegagalan diplomasi serta menyelamatkan warga Australia. Ini yang jadi pertaruhannya. Nah, dari beberapa fakta serta analisis diatas, penulis perkirakan bahwa Australia masih melakukan penyadapan terhadap Presiden Jokowi serta pejabat terkait soal eksekusi mati.

Mereka akan mencari celah rawan Presiden Jokowi serta pejabat Indonesia lainnya. Menurut pakem intelijen. apabila ditemukan titik rawan, yang berupa kelemahan mendasar, dan dapat dieksploitir bisa menyebabkan kelumpuhan. Mestinya para pejabat Indonesia seharusnya lebih waspada, lebih "alert" dalam menggunakan peralatan komunikasi. Kepala BIN, Marciano Norman pernah mengingatkan bahwa ancaman cyber kini semakin berbahaya.

Ada satu hal yang tidak diisadari oleh PM Abbott, bahwa secara strategi, Indonesia berada pada posisi diatas angin, karena penerapan hukuman mati adalah hukum positif di Indonesia yang keras terhadap penyelundup, pedagang dan bandar narkoba. Tonny Abbott kini secara tidak sadar justu menjadi agen Indonesia, memberitakan eksekusi ke wilayah internasional secara gratis. Hukuman serta eksekusi mati adalah pesan Indonesia (shock theraphy) pemerintahan Presiden Jokowi kepada mafia narkoba. Jangan coba-coba main di Indonesia, anda ditunggu anak peluru di jantung, itu pesannya.

Karena itu, kita ucapkan terima kasih kepada Pak Tony Abbott atas bantuannya. Yang penting bagi pejabat terkait di Indonesia, amankan kesepuluh terpidana mati itu, agar kita  tidak kecolongan. Kita tidak usah meributkan penundaan itu, makin menambah waktu pesan menyebar ke seantero dunia. Biarkan saja Abbott berisik, semakin diminati kebrisikannya oleh media internasional, maka pesan Indonesia akan semakin meluas dan kita harapkan sampai ke telinga mafia itu dimanapun berada. Psywar diperlukan juga melawan bandar narkoba. Begitulah kira-kira.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

Artikel Terkait :

-Shock Theraphy Hukuman Mati Bandar Narkoba Bisa Gagal, http://ramalanintelijen.net/?p=9544

-Waspadai Kemungkinan Langkah Ekstrem Australia Terkait Eksekusi Mati, http://ramalanintelijen.net/?p=9517

-Awas, Intelijen AS dan Inggris Memonitor Android, iPhone, Twitter, YouTube, Angry Birds, http://ramalanintelijen.net/?p=7968

-Ibu Ani Yudhoyono,Target Operasi Utama Intelijen Australia, http://ramalanintelijen.net/?p=7835

-Apa Target Spionase Kedubes Australia di Jakarta?, http://ramalanintelijen.net/?p=7640

-Kedubes AS Jakarta, Salah Satu Stasiun Penyadap NSA, http://ramalanintelijen.net/?p=7630

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun