Mohon tunggu...
Emanuel Pratomo
Emanuel Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - .....

........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Konservasi Yes, Bisnis Yes! Tapi...

28 Juni 2017   00:51 Diperbarui: 28 Juni 2017   09:01 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Nasional Bali Barat [Foto:PesonaIndonesia.Travel]

"Pariwisata saya tetapkan sebagai leading sector. Pariwisata dijadikan sebagai leading sector ini adalah kabar gembira dan seluruh kementerian lainnya wajib mendukung & itu saya tetapkan."
~Presiden Republik Indonesia Joko Widodo~

"Untuk Indonesia, Pariwisata sebagai penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah & murah"
~Menteri Pariwisata RI Arief Yahya~

Dari kedua quotetersebut diatas, sektor pariwisata akan segera menjadi tumpuan pendapatan negara terbesar menggantikan peranan sektor migas. Pariwisata alam (eco-tourism) dalam beberapa tahun terakhir ini, telah menarik minat para pelancong untuk dapat menikmati keanekaragaman hayati.
Eco-wisata yang memiliki keterkaitan dengan konservasi ini, ternyata tidak dapat terpisahkan dari biodiversity, komunitas, ekosistem, perubahan iklim. Konservasi hari ini harus terus berkelanjutan untuk masa yang akan datang.

Dalam Green Ramadhan KLHK edisi 14 Juni 2017 lalu di Ruang Rimbawan II Manggala Wanabakti Jakarta Pusat, membahas isu "Kawasan Konservasi untuk Pembangunan Wilayah dan Kesejahteraan Rakyat" . Narasumber yang hadir antara lain akademisi, pengelola pariwisata alam dan Kementerian Pariwisata.

Dadang Rizki Ratman (Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata) hadir mewakili presentasi Menteri Pariwisata Arief Yahya yang berhalangan hadir untuk rapat terbatas mendadak ke Istana Negara. Dadang mengatakan ada tiga komponen dalam kepariwisataan yaitu wisatawan, tempat tujuan (destinasi) dan pelaku usaha wisata.

Ada tiga pasar pariwisata yaitu alam, budaya dan buatan manusia. Produk wisata alam antara lain wisata bahari, eco-wisata, wisata petualangan. Produk wisata budaya antara lain wisata warisan budaya (heritage) dan sejarah, wisata belanja dan kuliner, wisata kota dan desa. Sementara produk wisata buatan manusia antara lain wisata MICE, wisata olahraga, obyek wisata terintegrasi.

Pariwisata alam di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan, diantaranya minimnya informasi (storytelling) mengenai lokasi wisata, adanya berbagai pungutan namun minimnya layanan yang didapat.

Wisatawan melakukan tiga hal aktivitas yaitu melihat keindahan (to see), melakukan sesuatu (to do), membeli sesuatu (to buy). Kombinasi antar wisata alam, wisata kuliner, wisata belanja, akan dapat mengakomodir kebutuhan wisatawan.

Devisa pariwisata kelak pada tahun 2020 akan melampaui devisa yang dihasilkan oleh sektor migas (minyak & gas bumi). Target 15 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada tahun 2017 ini.

Diperlukan gotong-royong (synergy) antar pemangku kepentingan (stakeholders) seperti pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media, komunitas. Strategi besar dilakukan dalam bentuk promosi, penataan destinasi dan peningkatan kapasitas pelaku usaha wisata. Diperlukan komitmen para pemimpin daerah / ketokohan masyarakat sebagai pelopor pengembangan wisata.

Bromo-Tengger-Semeru merupakan destinasi wisata alam taman nasional dengan pengunjung domestik terbanyak di Indonesia. Hamparan padang gurun dengan menikmati atraksi dari berkendara jeep maupun berkuda.

Sementara Taman Nasional Komodo Labuan Bajo merupakan destinasi dengan kunjungan wisatawan mancanegara terbanyak. Melihat komodo yang hanya sehari, namun wisatawan dapat tertahan lebih dari seminggu karena dapat melakukan aktivitas menyelam. Terhitung ada 500 ribu wisatawan per tahunnya yang mengunjungi Labuan Bajo.

Sumber daya alam Indonesia yang lebih unggul dari Malaysia, namun kunjungan wisatawan mancanegara ke Malaysia sebanyak 3x lipat jumlahnya dibandingkan yang berkunjung ke Indonesia. Saat ini Malaysia telah mampu mendatangkan 20 juta wisman, sementara Indonesia baru menargetkan 20 juta wisman pada tahun 2019.

Penerbangan langsung khusus (charter flight) dari beberapa kota di Tiongkok langsung menuju Manado Sulut, telah meningkatkan secara signifikan kunjungan turis. Menariknya kini Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara menginginkan kembali pengelolaan Taman Nasional Bunaken seperti sebelum tahun 2014, dimana kini terjadi kesemrawutan tata kelola.

Di Afrika Selatan telah ada contoh kesuksesan bagaimana pengelolaan taman nasional dilakukan kerjasama swasta dan publik. Sementara taman nasional di Kanada, sukses dikelola oleh profesional yang bukan sebagai pemilik lahan wisata.

Menariknya para wisman backpacker tanpa rombongan besar justru yang mendominasi destinasi wisata alam. Golongan yang identik dengan keterbatasan pengeluaran, tanpa disadari yang paling banyak mengeluarkan biaya (terutama makan) apabila memutuskan tinggal lebih lama.

Manfaat yang harus didapat dari eco-wisata adalah perekonomian, sosial budaya masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, persahabatan antar bangsa-bangsa.
Eco-wisata akan terbagi dalam tiga jenis yaitu wisata konservasi, wisata non-konservasi dan wisata geopark.

Dari keseluruhan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam yang ada di Indonesia, ditargetkan akan mampu menarik 3 juta kunjungan wisatawan di tahun 2019. Ini akan dioptimalkan melalui kebijakan pembukaan penerbangan langsung internasional, promo khusus, bebas visa 169 negara. Selain itu juga terus melakukan pengembangan atraksi, aksesibilitas serta amenitas wisata alam.

Hadi Alikodra (kiri), Dadang Ratman (kedua dari kiri), Rinekso Soekmadi (kedua dari kanan), Iwan Syahlani (kanan) [Foto: EmmPratt]
Hadi Alikodra (kiri), Dadang Ratman (kedua dari kiri), Rinekso Soekmadi (kedua dari kanan), Iwan Syahlani (kanan) [Foto: EmmPratt]
Prof Hadi Sukadi Alikodra (Guru Besar Kehutanan IPB) bercerita pengalaman puluhan tahun melihat berbagai macam pengelolaan konservasi alam di dalam negeri maupun luar negeri. Sejak tahun 1974 hingga tahun 1982 telah dikembangkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengetahuan mengenai konservasi sumber daya alam.

Saat itu Direktorat Jenderal (Ditjen) Kehutanan yang masih bernaung di Departemen Pertanian, pengelolaan spesies konservasi berada dalam salah satu direktorat di jajaran Ditjen Kehutanan bernama direktorat perlindungan & pelestarian alam.

Para akademisi IPB membentuk kelompok studi konservasi, untuk bagaimana memberikan perlindungan aset konservasi hutan seperti harimau, gajah, banteng dan cendrawasih. Maka dibentuklah School of Enviromental Conservation Management (SECM), sebagai wadah pengembangan kapasitas SDM konservasi.

Akhirnya tahun 1983 terbentuklah Departemen Kehutanan RI dan Direktorat Jenderal Konservasi, dimana dilakukan pula penguatan akademik di IPB dengan pembukaan jurusan konservasi & sumber daya hutan yang bercikal bakal dari SECM. Menceritakan apa yang terjadi di alam (storytelling), diharapkan dapat menjual hutan tanpa perlu menebang.

Bagaimana membumikan konservasi dalam upaya melindungi, melestarikan serta memanfaatkannya secara bijak.
Bersama LIPI, Persatuan Kebun Binatang Indonesia, mulailah tercetus untuk mengembangkan kebun binatang dalam bentuk taman safari. Maka pembentukan Taman Safari difungsikan sebagai tempat edukasi konservasi.

Tahun 2000 kekecewaan sempat menggelayuti Alikodra saat adanya pembubaran Bappedal, yang mana memaksa dirinya kembali ke kampus IPB. Dalam kegalauannya, Alikodra belajar langsung dari Wapres AS Al Gore mengenai ecological philosophy. Al Gore menyarankan daripada marah-marah, agar Alikodra untuk berpikir adanya metafora. Alikodra akhirnya melihat metafora sebagai perubahan organisasi untuk di masa depan yang mengarah pada alam.

Pasca menyelesaikan pendidikan doktoral, Alikodra mendapatkan kesempatan pilihan yang menarik dari beberapa instansi. Maka sesuai nurani hidupnya, memilih untuk mengabdi pada Kementerian Lingkungan Hidup yang konon sangat 'kering' fasilitasnya. Kemudian didorong agar tak hanya KLH yang terlibat dalam manajemen konservasi. Maka rekan di beberapa kementerian yang terkait, disekolahkan kembali sebagai ke

Setelah tahun 2000, Alikodra melihat betapa penurunan luar biasa spesies seperti badak, harimau, gajah dan lainnya. Dalam 15 tahun penelitian kehidupan satwa badak, mempelajari bagaimana proses reproduksinya. Ternyata ditemukan fakta kelamin badak akan bercabang dua dalam waktu lima menit saja, sementara lokasi badak saling berjauhan puluhan kilometer. Maka dikumpulkan badak jantan dan badak betina di satu tempat bernama Sumatra Rhino Sanctuary. Namun jantan maupun betina saling berebutan naik, tak mengetahui fungsinya masing-masing. Jangan heran begitu rendahnya populasi badak ya!

Kemudian Alikodra memberikan contoh keberhasilan Kosta Rika yang berhasil mempromosikan model bisnis konservasi global dalam lima tahun saja.
Kosta Rika telah memulai percepatan dan penguatan konservasi alam antara tahun 1995 hingga 2000. Regulasi yang mewajibkan penggunaan maskapai Costa Rica Air dari Miami Amerika Serikat, bagi kunjungan wisatawan mancanegara ke negeri Kosta Rika. Pramugari dapat bercerita mengenai hutan Amazon yang baru dilewati oleh pesawat. Bahkan pesawat berkapasitas 400 penumpang dapat berhenti di samping Taman Nasional, memberikan kesempatan penumpang untuk tak sekedar berkunjung namun berbelanja potensi produk suvenir khas masyarakat lokal Indian.

Dalam perjalanan sebuah taksi ke hotel, sang sopir pun dapat bercerita mengenai alam dan satwa kebanggaan Kosta Rika. Ketika tiba di hotel kelas melati, Alikodra menempati kamar (room) Bougenville. Ada yang menakjubkan kembali, ketika petugas hotel mampu menjelaskan keanekaragaman 13 bougenville yang ada di Kosta Rika.

Alikodra menyatakan harus ada  perombakan tata cara bisnis. Lapangan terbang dan hotel yang bagus harus dibangun berada di dekat Taman Nasional. Namun disayangkan adanya hotel bintang lima di dekat salah satu taman nasional di Indonesia, harus tutup karena kurang baiknya manajemen.

Stabilitas pangan, kesehatan, energi, akan dapat tersedia berkesinambungan dari adanya ketahanan biodiversity hutan. Maka diperlukan konservasi yang berkelanjutan. Perlu perombakan cara berpikir ekonomi menjadi cara berpikir perlindungan & pelestarian alam.

Perbedaan biodiversity dari Sabang hingga Merauke, maka untuk mengejar ketertinggalan diperlukan reengineering secara total untuk menghadapi tantangan konservasi yang semakin kompleks. Transformasi dan perubahan lini bisnis konservasi besar-besaran, harus dilakukan dengan penguatan dalam setiap lini dalam ukuran yang jelas.


Iwan JP Syahlani (Direktur PT Shorea Barito Wisata Taman Nasional Bali Barat) mengatakan keanekaragaman pariwisata Bali dapat dinikmati mulai dari keunikan festival budaya, kehidupan malam yang hedonis hingga wisata alam menakjubkan.

Para pelajar yang berasal dari berbagai sekolah internasional, telah memanfaatkan Taman Nasional Bali Barat sebagai sarana pembelajaran ekosistem. Ini merupakan pertanda baik, dimana pelestarian alam sudah seharusnya telah diperkenalkan sejak usia dini.

Berdasarkan laporan survey lembaga asing di tahun 2013, ada kecenderungan wisatawan ingin mendatangi lokasi wisata lingkungan (green travelling) yang memiliki aspek konservasi lingkungan, pengembangan berkelanjutan berbasis komunitas lokal. Ada pencarian jati diri dan kepuasan batin yang ingin didapat pengunjung pariwisata alam.

Pariwisata alam (eco-wisata) sebagai pariwisata alternatif, diyakini sebagai sektor yang dapat mempercepat kebangkitan Indonesia. Eco-wisata mencakup imbal balik pada masyarakat, nilai-nilai budaya, tanggung jawab pelestarian terhadap lingkungan, serta mematuhi koridor hukum yang ada.

Selama hampir 19 tahun mengelola pariwisata alam Taman Nasional Bali Barat dalam area konsesi seluas 251,5 hektar, Shorea memiliki Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA)  pada tiga titik lokasi yaitu di Tanjung Kotal, Labuhan Lalang dan Teluk Gilimanuk.

Kegiatan yang dilakukan antara lain pelestarian jalak Bali, monyet hitam Bali (ijah), penyu, rusa, mangrove, savanna, hutan Monson. Selain dapat melihat konservasi satwa unik dan langka, wisatawan dapat juga melakukan kegiatan menyelam &  snorkeling sambil melihat pelestarian biota laut serta terumbu karang.

Foto: Taman Nasional Bali Barat
Foto: Taman Nasional Bali Barat
Mengeksploitasi hutan itu kini dilakukan melalui konservasi tapi juga dapat dinikmati keindahannya untuk menghasilkan pendapatan. Hal ini tentu sangat berbeda dibandingkan kegiatan usaha timber maupun HPH.

Dalam enam tahun kedepan ada 473 milyar dolar AS, akan menjadi kue yang diperebutkan dalam bisnis eco-wisata. Potensi luar biasa adalah adanya ijin pengelolaan sebanyak 51 Taman Nasional dengan luas 16 juta hektar, yang ditawarkan pada para investor pariwisata alam. Dari total 45 pemegang IPPA yang terdaftar, tercatat ada 28 yang dievaluasi kinerjanya. Ternyata baru 33,33% yang aktif dan dapat menghasilkan profit. Sementara 40% telah aktif namun belum dapat mencetak profit. Ada yang memprihatinkan dengan hanya 5% bisnis eco-wisata yang dapat menghasilkan profit, berdasarkan data penelitian sekitar 15 tahun lalu. Shorea termasuk yang aktif dan profit dalam evaluasi tersebut.

Target realisasi investasi pengusahaan pariwisata alam tahun 2016 sebesar Rp. 261,9 milyar, namun ternyata realisasi hanya Rp  191,1 milyar. Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Ditjen KSDAE Kementerian LHK telah menargetkan kunjungan 1,5 juta wisatawan di tahun 2019, dimana termasuk juga ditargetkan 300 pemegang IPPA atas Taman Wisata Alam (TWA) dan Taman Nasional.

Pemegang usaha IPPA memiliki kendala dan tanggung jawab yang ekstra berat, seperti geografis, SDM, peraturan dan investasi. Kondisi geografis Taman Nasional terbagi dalam golongan rayon, yang nantinya akan menentukan berapa retribusi yang dipungut dari pengunjung domestik maupun mancanegara. Rayonisasi seharusnya dievaluasi sesuai titik equilibrium ekonomi. Misalnya Taman Nasional Komodo yang masuk rayon 3 & sangat tinggi jumlah pengunjungnya, sudah seharusnya masuk dalam rayon satu. Ini akan berkaitan dengan daya tarik investasi, penyiapan atraksi wisata dan manajemen destinasi wisata.

Lokasi Bali Barat yang masuk golongan rayon 2 dan harus ditempuh waktu lima jam perjalanan darat dari Pantai Kuta, merupakan sebuah persoalan geografis dan tantangan aksesibilitas pengembangan wisata konservasi. Manajemen destinasi wisata adalah menganalisa berapa jumlah tingkat kunjungan, berapa lama kunjungan, serta kapan waktunya wisatawan dapat melakukan kunjungan kembali. Faktor lain yang menjadi keterbatasan dukungan industri antara lain masih rendahnya minat investor/pemegang saham, peraturan/kebijakan pemerintah yang berubah, serta kebutuhan tindakan (call for action) atas kompetisi negara lain.

Rinekso Soekmadi [Foto:Emm Pratt]
Rinekso Soekmadi [Foto:Emm Pratt]
Sementara itu Rinekso Soekmadi (Dekan Fakultas Kehutanan IPB) menyatakan bahwa Konservasi KEHATi yang telah ada sejak zaman kolonial (UU Suaka Alam Tahun 1916, UU Perlindungan Binatang Liar Tahun 1909, UU Perburuan Tahun 1924), telah disetting-up ke UU No.5/Tahun 1990 yang kini sudah dibutuhkan pembaharuan akibat perubahan pemanfaatan masa demokrasi dan sistem otonom yang desentralistik.

Fenomena lapangan hingga kini adalah konservasi masih terfokus pada kawasan hutan. Seolah-olah kawasan di luar hutan tak ada mandat konservasi. Apakah pernah diperhatikan pengawasan plasma nutfah kawasan HTI ? Kemudian apakah plasma nutfah lokal juga pernah diperhatikan seperti kepunahan jenis domba garut dan ayam lokal ?

Fenomena lainnya hutan konservasi telah tidak dapat lagi menampung keanekaragaman hayati. Sebaran satwa liar yang telah melewati batas wilayah habitatnya. Banyak satwa liar monyet, harimau, gajah yang memasuki perkampungan warga. Kawasan konservasi seolah dipersepsikan kontra produktif dengan pembangunan.

Kawasan konservasi seperti hutan lindung merupakan kawasan strategis dimana ekosistem hutan yang masih utuh terjaga, baik itu oleh masyarakat adat maupun hutan di puncak gunung yang masih terjaga oleh tangan Tuhan.

Konservasi Kehati merupakan modal alam pembangunan bangsa lintas generasi. Upaya menjaga keberlanjutan harus terfokus pada yang masih tersisa dan masih utuh. Kita selama ini fokus memperbaiki yang rusak, sementara yang masih ada dan utuh ikut mengalami kerusakan juga. Jikalau konservasi masih dipertentangkan hingga kini, maka ada yang salah dalam konsepnya.

Keanekaragaman hayati ternyata berkorelasi dengan keanekeragaman budaya. Jika diperhatikan
Tarian Dayak merupakan tarian yang menggambarkan filosofi burung Enggang. Namun jika ditanya kepada masyarakat Dayak maka belum tentu mereka mengetahui betapa pentingnya burung tersebut dalam bagian ekosistem kehidupan.

Konservasi sesuai kesepakatan didefinisikan sebagai pengelolaan  keanekaragaman hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kualitas persediaannya, serta memelihara keanekaragaman serta meningkatkan nilai & fungsinya. Jikalau konservasi masih dipertentangkan hingga kini, maka ada yang salah dengan konsepnya. Mengubah mental menjadi masyarakat konservasi tidaklah mudah seperti membalik tangan.

Perubahan UU No.5/ Tahun 1990, seharusnya menjadi pondasi kerangka pikir berbagai UU lainnya seperti pertanahan, kehutanan, pesisir & pulau-pulau kecil, panas bumi, perkelapa-sawitan, perkebunan, minerba, pemerintah daerah. Bila ini diimplementasikan secara benar, maka akan dapat dilakukan penyelamatan keanekaragaman hayati. Kearifan lokal juga harus dikedepankan dalam perubahan peraturan perundangan nantinya.

Pendanaan kegiatan konservasi seharusnya memang dalam tanggungjawab pemerintah, namun juga dapat dicukupi sesuai koridor yang berasal dari pihak lain tanpa mengikat.

Rinekso yang kini memimpin Forentika (Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Kehutanan se-Indonesia ), menyatakan selalu siap untuk menjembatani draft konservasi versi KLHK maupun versi DPR, dalam penyiapan perubahan peraturan perundang-undangan pelestarian lingkungan.

Dedi 'Miing' Gumelar sempat mengemukakan pengalaman dan sumbang saran mengenai wisata konservasi. Seusai penugasan sebagai anggota DPR, Miing lebih menikmati kehidupan sebagai penjelajah eco-wisata bersama klub otomotif Land-Cruiser Indonesia.

Penikmat eco-wisata lebih mengutamakan kedekatan spiritualitas, dibandingkan hingar bingar kemewahan makanan hingga kerlap kerlip lokasi wisata.

Ketika mengunjungi perkebunan teh, justru didapat fakta bahwa eco-wisata menghasilkan pendapatan lebih besar dari kegiatan produksi teh. 

Namun pemerintah belum dapat cerdas dalam merespons adanya kecenderungan meningkatnya pasar eco-wisata. Ini dapat terlihat pada masih tingginya angka kemiskinan masyarakat lokal sekitar wilayah Perhutani.

Sebagai penikmat lingkungan dan mitra BNN, Miing bersama komunitas turut melakukan sosialisasi pentingnya kesadaran lingkungan hidup serta bahayanya narkoba yang kini peredarannya telah masuk ke desa-desa.

Ketika tiba di desa tujuan, maka yang diturunkan pertamakali bukan peralatan camping namun justru bak-bak sampah. Selain itu rombongan pun berusaha membeli produk makanan hingga kerajinan tangan masyarakat setempat. Ini sebagai bentuk usaha penyerapan potensi ekonomi lokal.

Kerusakan alam di laut, menjadikan nelayan saat ini sulit mendapatkan penghasilan memadai. Maka ada kemungkinan mereka dapat tergoda menurunkan barang laknat tersebut dari kapal besar untuk di-drop ke pulau-pulau kecil. Miing melihat eco-wisata dapat menjadi penetrasi atas berkembangnya jaringan peredaran narkoba.

Sementara ketika mengunjungi pantai, adakalanya harus memutar karena tertutup bangunan mal dan hotel. Wilayah pantai yang seharusnya sebagai area publik, kini atas nama PAD & otonomi telah memangkas hak masyarakat untuk menikmatinya secara bebas.

Akhirnya menjelang akhir acara, Imam Prasodjo mengungkapkan kerisauan dari konsep wisata konservasi alam dan kesejahteraan rakyat. Kita didorong euforia untuk memacu pendapatan dari kegiatan konservasi alam. Betul turisme penting dan untuk mendapatkan devisa, namun rakyat biasa juga memerlukan kebahagiaan untuk dapat menikmati alam tanpa mengeluarkan banyak biaya (gratis jika dimungkinkan).

#PesonaIndonesia
#PariwisataAlam
#EcoWisata
#KementerianPariwisata
#Kemenpar
#KonservasiSumberDayaAlamEkosistem
#KSDAE
#KementerianLingkunganHidupKehutanan
#KementerianLHK
#GreenRamadhanKLHK
#KLHK
#AyoKeTamanNasional
#TamanNasionalBaliBarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun