Mohon tunggu...
Emanuel Pratomo
Emanuel Pratomo Mohon Tunggu... .....

........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

[Resensi Buku] Saatnya Menjadi Inspirator Untuk Dayakan Hidup yang Lebih Berarti

20 Mei 2016   23:51 Diperbarui: 21 Mei 2016   01:21 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Hidup yang Lebih Berarti (Foto: dokpri@prattemm)

 

 Tonggak kebangkitan ide dan kreativitas bangsa Indonesia tercatat dimulai saat peristiwa krisis moneter pada tahun 1997-1998 yang dikenal sebagai "krismon". Sendi perekonomian bangsa porak poranda, mengakibatkan pengangguran secara masif di seluruh level perusahaan. Dampak krismon mengakibatkan kelas menengah terhormat berdasi (white collar) yang kehilangan pekerjaan, tanpa sungkan berjualan kuliner maupun barang fashion di tenda pinggir jalan. 

Seiring waktu dengan daya tahan juang yang gigih, banyak dari mereka telah mampu menjadi pemilik usaha yang mampu memberikan lapangan pekerjaan serta juga menjadi inspirator pemberdayaan masyarakat di bidangnya masing- masing. 

Dalam peningkatan potensi masyarakat Indonesia dalam pemberdayaan yang berkelanjutan, BTPN menghadirkan program Daya untuk memberikan kesempatan tumbuh dan hidup yang lebih berarti. Tiga pilar utam program yaitu Daya Tumbuh Usaha (Pengembangan Usaha), Daya Sehat Sejahtera (Kesehatan), Daya Tumbuh Komunitas (Komunitas).

Jika dahulu BTPN telah menerbitkan buku bertemakan Dayakan Indonesia yang mengulas tokoh inspiratif terkenal seperti William Wongso & Santhi Sierad, maka tahun ini bekerjasama dengan Kompasiana menerbitkan buku "Hidup yang Lebih Berarti". Dalam buku ini mengulas tulisan 20 Blogger Kompasiana (Kompasianer) terhadap orang biasa tidak terkenal yang mampu memberikan dampak luar biasa bagi lingkungan sekitarnya. 

Pada 20 April 2016 lalu bertempat di Menara BTPN MegaKuningan Jakarta Selatan,  dilakukan peluncuran yang disertai perbincangan interraktif pihak BTPN, Kompasiana, Penulis buku dan tokoh inspiratif dalam buku dengan dipandu oleh Nurulloh (Content & Community Editor Kompasiana).

Pada sesi pertama menghadirkan narasumber Andrie Darusman (Head Daya - BTPN) dan Pepih Nugraha (COO Kompasiana). Andrie Darusman mengatakan bahwa banyak pahlawan tak dikenal alias orang biasa yang mampu memberikan dampak luar biasa bagi lingkungannya. Dalam menularkan semangat pemberdayaan, pihak BTPN telah memiliki Daya sebagai program pemberdayaan dengan tiga pilar Daya Tumbuh Usaha, Daya Tumbuh Sehat Sejahtera, Daya Tumbuh Komunitas. Untuk memberikan dampak luar biasa agar pesan tersampaikan pada publik di tanah air, BTPN bekerjasama dengan Kompasiana dalam buku hasil kompilasi ulasan tokoh inspiratif oleh blogger Kompasiana. Socialmedia yang dapat berdampak pada jutaan orang, diharapkan melalui Kompasiana yang dengan tingkat keterbacaan tinggi 22 juta hits per bulan, pesan semangat pemberdayaan dapat tersampaikan. Aktivitas pemberdayaan yang lebih mengakar pada orang biasa ini, setelah melihat kondisi riil lapangan bahwa banyak orang biasa dengan kapasitas terbatas mampu memberikan inspirasi yang berdampak sangat luar biasa bagi lingkungannya. 

Sementara Pepih Nugraha menjelaskan saat ini banyak anomali digital dalam dunia internet saat ini. AirBnB tanpa memiliki aset property telah menjelma sebagai operator bisnis hunian property dan hotel terbesar di dunia. Uber yang tidak memiliki armada, telah menjelma menjadi operator taksi terbesar di dunia. Begitu juga Facebook telah menjelma menjadi media terbesar di dunia. Sementara Kompasiana juga telah menjadi media dengan ratusan ribu anggota penulis. Di satu sisi banyak operator taksi/transportasi konvensional terancam, namun juga terlihat pemberdayaan ribuan pengendara operator transportasi berbasis digital. Begitu juga dengan media cetak grup Kompas yang 'terancam' dengan kehadiran Kompasiana.

Ide dan kreativitas dengan teknik Amati Tiru Modifikasi, telah mampu mengubah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bertemakan "Dayakan Indonesia" kisah inspiratif pemberdayaan yang mengejutkan dan tak terduga warga biasa diangkat ceritanya oleh Kompasiana bersama BTPN. Kisah daya tahan hidup (survive) luar biasa dai orang biasa ini diharapkan dapat memberikan dampak manfaat luar biasa bagi bangsa ini. 

Suasana Talkshow dan Peluncuran Buku "Hidup yang Lebih Berarti" di Menara BTPN Mega Kuningan Jakarta Selatan (Sumber Foto: dokpri@prattemm)

Pada sesi perbincangan kedua menghadirkan narasumber yaitu salah satu penulisnya Majawati Oen (www.kompasiana.com/Majawati) serta Taryat (pemilik usaha Alia Chocolate) yang merupakan tokoh inspiratif yang menjadi obyek penulisan. Keduanya mengisahkan bagaimana proses pengumpulan data menjadi artikel yang menarik serta kisah jatuh bangun dalam pengembangan usaha.

Majawati Oen mengulas dua tokoh inspiratif wanita yang hanyalah ibu rumah tangga biasa di wilayah Malang Raya pada halaman 91. Kedua sosok tersebut adalah Sri Wilujeng "Bu Wiwik" (49 tahun) yang berdomisli di Kotamadya Malang serta Lilik Indrawati "Bu Indra" (29 tahun) berdomisli di Kabupaten Malang. Dalam proses wawancara ada perbedaan kedua sosok tersebut. Bu Wiwik ketika ditanya akan memberikan jawaban yang panjang. Sementara Bu Indra ketika ditanya hanya memberikan jawaban pendek saja (ternyata hanya grogi). Akhirnya materi yang berimbang didapat dengan bantuan fasilitator BTPN. Maka pesan misi pemberdayaan yang diingini tersampaikan. Bu Wiwik hanyalah buruh penggarap untuk menyambung potongan kain pada pekerjaan konveksi. Sementara Bu Indra juga buruh penggarap pada usaha bordir. Setelah mereka berdua menjadi nasabah BTPN, mereka mendapatkan modal pinjaman plus pelatihan berkelanjutan dalam pengembangan usaha. Aktivitas bekerja pun mengalami peningkatan kemampuan, yang dapat menghasilkan peningkatan upah 10x lipat. Dengan bantuan modal BTPN,  mereka dapat membeli mesin jahit untuk proses produksi. Program Daya Tumbuh Komunitas BTPN telah membuat perubahan kapasitas manajerial mereka berdua. 

Bisnis coklat yang dikembangkan oleh Taryat (40 tahun) ditulis oleh Khairunnisa Maslilchul (www.Kompasiana.com/nisasan) pada halaman 121. Pak Taryat beserta istri awalnya tak terpikirkan berwirausaha. Usaha memhuat coklat terbetik sejak sang istri yang mundur dari pekerjaan kantoran. Sebagai penggemar coklat Pak Taryat merasa akan sepenuh hati dalam menjalankan usaha. Bermodal tekad Pak Taryat memutuskan mengundurkan dari kantor. Mereka berfokus pada proses produksi dan pengembangan usaha. Pengembangan inovasi produk dan dukungan modal pinjaman serta pengembangan kapasitas manajemen dari BPTN menjadikan mereka dapat memiliki usaha coklat yang berkembang pesat.

Nah sekarang mari kita lihat satu persatu tokoh inspiratif yang diulas oleh para Kompasianer. Pada halaman pertama Afandi Sido (www.Kompasiana.com/afsee) mengisahkan kesetiaan dari Hanggono Setia yang mendayagunakan kearifan lokal tradisional dalam pengembangan usaha getuk dengan merek Getuk Marem. Sebagai abdi negara di sebuah instansi di Magelang,  Hanggono pada saat itu menyadari bahwa jaminan pensiun belum memberi ketenangan masa depan. 10 tahun sebelum masa purnabhakti dengan metode Amati Tiru Modifikasi (ATM), Hanggono beserta istri membuka usaha produksi getuk (camilan dari ketela pohon) dengan merek "marem" (bahasa Jawa: puas). Persaingan dengan merek lain terutama dengan Trio, dimana sang pemilik merupakan pembeli utama mesin adonan membuat getuk karya ayahanda Hanggono. Kala itu dengan pinjaman modal Bank BTPN, mereka mengalami masa kesulitan dalam pengembangan pasar. Dalam kegalauan tetap usaha berjalan dengan perubahan inovasi kemasan. Perubahan terobosan pemasaran,  menjadikan Getuk Marem dapat berproduksi stabil dan mulai diperhitungkan para kompetitor. Hal ini tentu saja berkat prinsip berani mengambil risiko tanpa mengikuti teori ekonomi. Keberanian bereksperimen dengan bahan ketela dari banyak daerah,  merekrut karyawan tanpa menuntut surat lamaran, hingga pemindahan basis produksinya, terbukti berbuah manis. Bersama program purnabhakti BTPN, Hanggono telah mengikuti Program Daya Usaha untuk pemberdayaan dan pengembangan wirausaha produktif. Kuncinya berani melangkah, sehingga dalam mengambil tindakan akan muncul keberanian menghitung dan menaklukkan risiko.

Dody Kasman (www.kompasiana.com/dodykasman) pada halaman 15, mengisahkan Milda Fitriawati seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan ijazah Paket C. Sebelum menikah Milda harus putus sekolah tingkat 3 SMEA dan memupuskan harapan menjadi guru.  Ketika menikah dan sudah punya anak,  atas dorongan teman dan keluarga akhirnya Milda resmi berijazah Paket C setara SMA. Meski penghasilan cukup,  Milda mencoba usaha kredit pakaian, seprai dan sejenisnya. Dalam pertemuannya dengan BTPN sebagai nasabah, Milda mendapatkan kesempatan mengikuti program Daya sebagai Kader Kesehatan. Dalam penempatannya Milda bertugas memberikan konsultasi dan penyuluhan kesehatan sebagai upaya pencegahan bukan untuk mengobati. Tak mudah untuk mengubah kultur masyarakat terhadap pola lingkungan kesehatan yang baik. Penghargaan Kader Kesehatan terbaik telah diraih dalam beberapa kesempatan. Milda mengatakan sehat harus berawal dari diri sendiri dan membagikan manfaatnya untuk lingkungan masyarakat sekitar.

Nanang Diyanto (www.kompasiana.com/bunnan) pada halaman 25 mengulas Suwono, yang merupakan pensiunan PNS dari Dinas PU Kabupaten Ponorogo. Setelah pensiun Suwono membuka usaha sedot WC. Orang sering mengolok "Rejekiku soko silitmu". Hasil sedotan tinja tersebut dibuang ke sungai,  yang menimbulkan banyak protes warga. Karena ingin usahanya mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah, Suwono bereksperimen dengan teknologi sederhana penjernihan air limbah tinja. Ketika air jernih ini dibuang ke sawah, justru keajaiban berupa tanaman padi yang jauh lebih subur dan hijau. Untuk memastikan kualitas padi,  Suwono sampai mengirimkan sampel untuk diperiksa ke Laboratorium UGM dalam menjawab keraguan diri sendiri, keluarga dan masyarakat umum. Dengan ketekunan pengolahan air limbah tinja yang diaplikasikan pada areal pertanian sebagai pupuk organik, menjadikan beras dan katul organik Suwono menarik minat pecinta makanan organik. Kandungan gizi katul lebih tinggi dari beras, menjadikan buruan orang yang sedang mengalami gangguan kesehatan. Padahal produk tersebut tidak diiklankan di media massa, hanya dari mulut ke mulut. Semua ini tentu saja didukung dengan permodalan BTPN yang memfasilitasi setiap kegiatan termasuk pembinaan kelonpok petani yang menjadi nasabah. Menurut Suwono seharusnya Indonesia dapat swasembada pangan bila pola cocok tanamnya benar.

Hadi Santoso (www.kompasiana.com/hadi.santoso) pada halaman 37, mengulas Anik Sriwatiah warga kawasan Dupak Bangunsari Surabaya. Kawasan ini identik sebagai lokalisasi di Surabaya selain Dolly/Jl.Jarak, Kremil, Moroseneng. Pendapatan warung makannya sangat luar biasa besar dengan lalu lalang tamu pelanggan. Namun Anik sadar akan bahaya negatif mengintai yang dapat mengancam masa depan putrinya. Ketika Pemkot Surabaya hendak menutup lokalisasi pada tahun 2012, Anik termasuk yang berani lantang mendukung penutupan lokalisasi Dupak Bangunsari, meski benar-benar sempat dimusuhi tetangga yang kuatir kehilangan pendapatan. Ketika penutupan direalisasikan, warungnya langsung mengalami penurunan omzet drastis. Namun Anik tak kuatir karena telah mengikuti program ketrampilan memasak, menjahit, hingga membuat kerajinan. Tanpa patah semangat, Anik berhasil mengajak beberapa mantan mucikari dan PSK untuk turut serta dalam pelatihan. Dengan bantuan permodalan Pemkot Surabaya, mereka berhasil mendirikan rumah kreatif tempat produksi aneka kerajinan. Keberhasilannya ini membuat Anik ingin menularkannya ke warga Jl. Jarak/Dolly. Namun tak semudah yang diperkirakan dalam berbagi ilmu disana, yang nyaris mati dikeroyok warga. Ekspansi usaha baru pun didapat dengan penyediaan katering bagi lansia yang menghuni Liponsos Surabaya. Semua ini harus diawali prinsip bukan soal bisa atau tidak,  melainkan mau atau tidak untuk berubah.

Agung Budi Santoso (www.kompasiana.com/trojanganjen) pada halaman 67, mengulas Siti Rochanah asal Semarang yang membuka usaha kue kering, roti dan varian baru panganan crispy berbahan baku ikan wader dan udang. Panganan crispy dengan merek "Iwak Nyuzz" mendapatkan rintangan dalam hal pemasaran produk pada awalnya. Masa sulit selama sebelas sebelas tahun, produk Iwak Nyuzz mulai dikenal di kalangan menengah atas dan pasar modern. Keberhasilan ini tak terlepas peranan program Daya BTPN. Pemasarn pun telah merambah lewat dunia digital. Produk Iwak Nyuzz telah menjadi produk unggulan daerah dalam mewakili pameran tingkat nasional. 

Singgih Swasono (www.kompasiana.com/satejamur) dalam halaman 75, mengulas Slamet Akhmad Mukhyidin (65 tahun) berprofesi sebagai tukang bangunan yang berdomisili di Purwokerto. Aktivitas mengelola Bank Sampah Bintang Sembilan, menjadikan kesehariannya bertambah menjadi pejuang lingkungan hidup. Program pemberdayaan masyarakat selalu ada pro kontra. Dengan sosialisasi intensif komunitas bank sampah telah melebarkan sayap di banyak Purwokerto. Pilihlah sampah sejak di rumahmu jadikan sampah menjadi berkah,  jangan tunggu jadi musibah.

Hendra Wardhana (www.kompasiana.com/wardhanahendra) dalam halaman 81, mengulas Supriyanto (37 tahun) pengrajin batik kayu asal Bantul Jogja. Kerugian besar akibat legagalan produksi, sempat membuat langkahnya tertatih. Setelah mengikuti pelatihan Daya BTPN, Supriyanto mulai bangkit dengan sungguh-sungguh. Akses pemasaran pun mulai merambah media digital Pasar Daya BTPN di www.bukalapak.com/pasardaya.  

Dhanang Dhave (www.kompasiana.com/dhave) pada halaman 103, mengulas sosok Munadji pensiunan guru agama di sebuah SD kota Salatiga. Munadji prihatin terhadap minat generasi muda untuk aktif dalam bidang pertanian dan perikanan. Munadji mulai menggerakkan pemuda dalam kelompok tani yang murni usaha pemberdayaan tanpa teralifiasi ormas tertentu. Masa pensiun Munadji dilalui dengan menciptkan lapangan pekerjaan baru dengan program berkelanjutan dari BTPN. 

Isroi (www.kompasiana.com/abimosaurus) dalam halaman 117, mengulas Dominggus Nones (41 tahun) petani pala & kelapa asal Halmahera yang hanya mengenyam pendidikan SD. Dominggus didaulat menjadi ketua kelompok Tani yang beranggotakan 1205 orang, setelah kelompok ini tersertifikasi standar pala organik dari Departemen Peetanian AS. Omzet kelompok tani ini dari biji pala organik mencapai Rp 31,5 milyar per tahun. Total petani yang tergabung saat ini mencapai 3505 orang. 

Akhmad Fatkhulamin (www.kompasiana.com/akhmadfatkhulamin) pada halaman 133, mengulas sosok Sunardi (65 tahun) pensiunan PNS asal Kabupaten Tegal. Pada usia 50 tahun Sunardi mengajukan pensiun dini untuk membesarkan usaha sampingan yang sempat terhenti. Usaha tambak udang windu yang sempat moncer,  harus terpuruk saat krismon 1998. Dengan penguatan kembali mental usaha bersama BTPN, Sunardi kembali ke usaha tambak namun kali ini budidaya udang bandeng yang berkembang baik hingga saat ini. Sunardi tergerak membantu dua kelompok tani tambak lele yang dijalankan dengan manajemen sederhana. Program pemberdayaan para pemuda dilakukan dalam bisnis budidaya lele. Sejak tahun 2014 ekspansi bisnis telah merambah pada usaha kuliner.

Iskandar Zulkarnain (www.kompasiana.com/isz.singa) pada halaman 145, mengulas Ulyati dan suami Ujang Amir. Kegetiran hidup akhirnya mengantarkan mereka bekerja di pabrik usaha kerajinan kerupuk sanjai. Setelah sembilan bulan bekerja, mereka memutuskan membuka usaha sendiri dengan modal pinjaman kerabat jauh. Saat usaha berkembang, ada terkendala dana pinjaman yang lebih besar. Meskipun krisis moneter 1998 namun permintaan keripik sanjai dan taleh tetap mengalir. Setelah krismon lewat,  tantangan perubahan menuju arah sebaliknya. Ditengah kegalauan program Daya BTPN menjadi solusi penyelamat. Inovasi usaha dilakukan dengan plasma sehingga ikut memberdayakan tetangga sekitar rumah dan kampung mereka. Setelah mengalami lika lku naik turun rod kehidupan , kini mereka saat usia senja tengah menapaki kesuksesan. 

Evrina Budiastuti (www.kompasiana.com/evrinasp) pada halaman 157, mengulas sosok Syarief Hidayatullah (25 tahun) asal Kabupaten Bogor. Syarief terpanggil membangun pertanian desa karena ada potensi besar dimana tidak pemuda yang tertarik untuk meliriknya. Prospek agribisnis yang dilirik adalah budidaya jambu kristal. Cita cita mendirikan agrowisata diyakini dapat mendayakan pertanian Indonesia yang mandiri.

Mubarok (www.kompasiana.com/mubarokkom01) pada halaman 55, mengulas sosok Bodro "Wawan" Irawan yang memiliki usaha fotokopi, rental komputer dan warnet. Dalam pengembangan usaha  Wawan memilih bermitra dengan BTPN karena adanya komitmen peningkatan kapasitas pelaku usaha yang menjadi nasabahnya. Untuk mendukung program pemberdayaan bagi warga sekitar,  Wawan memutuskan membuka kursus komputer gratis bagi para pelanggannya yang belum melek komputer. Beragam masalah tidak menyurutkan Wawan memberikan kursus gratis ini. 

Gatot Swandito (www.kompasiana.com/gatotswandito) pada halaman 43 mengulas Dian Novalia (36 tahun) yang mewarisi tradisi dan usaha batik Cirebon milik orang tuanya. Seiring waktu menjadi nasabah BTPN Syariah, Dian akhirnya mengenal program Daya Tumbuh Komunitas BTPN. Dilandasi alasan kesehatan maka para pengrajin batik ditawarkan program diversifikasi bahan pewarna batik menggunakan zat pewarna alami. Selain ramah lingkungan tentu saja tidak mengganggu kesehatan manusia.

Agung Soni (www.kompasiana.com'takutpada-allah-) pada halaman 161 mengulas Solihin (42 tahun) yang menekuni pembuatan tas tangan. Setelah dirasakan cukup bekerja pada perusahaan pembuat tas tangan di Bali, Solihin kemudian keluar dan membuat tas tangan sendiri secara otodidak. Produk tas tangan Solihin sangat diminati pembeli mancanegara, karena sangat unik dengan bahan baku sisa barang tak terpakai. Habis sepah berguna kembali. Tak hanya bahan karung goni dan kemasan deterjen,  namun juga ban bekas bagian dalam. Jika Solihin memiliki keahlian tas dan dompet,  maka sang istri ahli dalam membuat hiasan dinding dari bahan kertas perak. Mereka berdua saling bersinergi juga dengan tetangga sekitar rumah saat ada order diluar dugaan. Tentu saja mereka dilatih dengan ketelatenan oleh Solihin. Mereka pun memiliko penghasilan tambaham yang lumayan. Semua ini tentu saja dengan dukungan penuh BTPN dalam hal permodalan dengan pendampingan dalam program Daya.

Didno (www.kompasiana.com/didno76) dalam halaman 171, mengulas Komunitas Mawar  Plumbon Kabupaten Cirebon yang diketuai oleh Bu Rita. Mayoritas anggota hanya lulusan SD ini bergerak di bidang kerajinan berbahan dasar rotan. Program Daya dari BTPN Syariah telah meningkatkan kapasitas anggota sebagai nasabah dalam pengembangan kerajinan rotan yang berkelanjutan. 

Nia Ayu Anggraeni (www.kompasiana.com/niaayua) pada halaman 181, mengulas Faizal Abdillah sang pendiri Kmunitas Iket Jawa (KI Jawa) yang berbasis bisnis dan budaya. KI Jawa mengajak para pemuda menggunakan iket dalam aktivitas seharian dalam usaha mencintai budaya. Program pemberdayaan desa juga untuk menggerakkan roda perekonomian desa. Proyek desa wisata di Desa Ketawangrejo Kabupaten Purworejo telah memberikan tambahan penghasilan warganya. 

Fifin Nurdiyana (www.kompasiana.com/fienprasetyo) pada halaman 187, mengulas Deni Mulyadi (55 tahun) penggagas Kampung Tas di desa Bojong Rangkas Kabupaten Bogor. Setelah melewati krisis moneter yang berat,  sentra industri tas berskala rumah tangga Desa BojongRangkas kembali menggeliat untuk menjadi lebih berdaya. 

 

Data spesifikasi buku:

Judul : Hidup yang Lebih Berarti

Penulis: 20 Blogger Kompasiana

Penerbit: PT Elex Media Komputindo (Anggota IKAPI Jakarta )

Cetakan: Edisi Pertama

Halaman: 190 halaman

ISBN: 978-602-02-7978-7

Percetakan: PT Gramedia Jakarta

 

 

Setelah membaca buku ini semoga dapat menginspirasi untuk berdaya dan memberdayakan. Saatnya dapat menjadi inspirator untuk dayakan hidup yang lebih berarti dengan cara:

√Dapat memberikan buku ini kepada individu yang membutuhkan inspirasi untuk berdaya atau memberdayakan. 

√Kunjungi www.dayakanindonesia.com untuk mengetahui apa saja yang bisa dilakukan untuk berdaya atau memberdayakan. 

√Kunjungi Facebook Dayakan Indonesia untuk menyebarkan semangat pemberdayaan. 

√Follow @Dayakan_ID untuk mengikuti atau mengetahui kegiatan pemberdayaan

√Kirim tulisan inspirasional mengenai pemberdayaan ke contact@dayakanindonesia.com untuk menjadi bagian dari buku selanjutnya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun