Mohon tunggu...
yudhi
yudhi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pendidikan itu mengobarkan api dan bukan mengisi bejana. (Socrates)

Suka tertawa sendiri, tetapi tidak gila. Hu hu hu ha ha ha ....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintahan yang Tidak Bermoral

20 Mei 2019   12:43 Diperbarui: 20 Mei 2019   12:56 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama Jokowi memerintah, ada banyak kemajuan di negara Indonesia, yaitu dalam bidang infrastruktur dan reformasi birokrasi. Tetapi ada yang sangat kurang dari pemerintahan Jokowi, yaitu ketiadaan moral.

Semua hal hanya dilandaskan pada logika, tetapi mengabaikan moral. Semua prestasi diumbar, tetapi kegagalan ditutupi. Tidak ada kebijaksanaan untuk mengalah demi kebaikan bersama, tetapi yang ada hanyalah saling menginjak lawan supaya bisa menang dengan segala cara. Yang sudah berkesempatan tidak memberikan kesempatan kepada yang belum berkesempatan. Yang kuat menguasai yang lemah.

Hukum hanya dijadikan alat untuk mengkriminalisasi lawan, dan pelanggaran kawan didiamkan. Kritikan tidak dihiraukan sama sekali dan tidak ada rasa bersalah dan tanggung-jawab sedikitpun untuk menghiraukan kritikan tersebut. Pemerintah memang bekerja demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat, tetapi bersikap abai (acuh tidak acuh) kepada suara rakyatnya sendiri.

Masyarakat Indonesia memang membutuhkan kemajuan infrastruktur dan reformasi birokrasi, tetapi lebih daripada itu, masyarakat membutuhkan keteladanan moral dari pemerintah. Ketika pemerintah bisa mengalah dan berbelas kasihan kepada sang lawan, memberikan kemenangan kepada pihak yang kalah dan kekalahan kepada pihak yang menang, memanusiakan sesamanya, maka di situlah pemerintah sudah menunjukkan keteladanan moral yang jauh lebih penting dari pembangunan infrastruktur dan reformasi birokrasi.

Manusia itu bukan hanya punya pikiran dan logika, tetapi juga punya hati dan perasaan. Secara pikiran dan logika, 1+1 adalah 2, tetapi secara hati dan perasaan, 1+1 belum tentu 2, bisa jadi 1+1 adalah 0, 1, 2, 3, atau bahkan 1000. Yang kuat mengalah kepada yang lemah, yang menang mengalah kepada yang kalah, yang benar mengalah kepada yang salah, karena semua ini bukan hanya soal pikiran dan logika, tetapi juga soal kebijaksanaan untuk menghadirkan rasa keadilan dan kebenaran di dalam hati dan perasaan pada pihak yang lemah, pihak yang kalah, dan pihak yang salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun