Mohon tunggu...
Sarwi Prasiji
Sarwi Prasiji Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penggila Bunga Citra Lestari. Jika tegak ternyata susah, miring pun tak masalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemeja Putih

19 Juli 2016   14:23 Diperbarui: 19 Juli 2016   16:58 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk mencari sebuah kemeja putih, ternyata butuh waktu yang tidak sedikit rupanya.  Hampir satu jam, tidak terasa.  Tapi ini hari Jumat, sudah tanggung baginya, sebentar lagi masuk waktu sholat berjamaah.  Tidak ada pikiran lain bagi Jumino kecuali bersegera keluar dari mall dan mencari masjid.

Di kota ini, bukan hal yang sulit untuk mencari mesjid.  Pengalaman bersekolah lebih dari enam tahun di sini, menjadikannya hafal betul dengan kota ini.  Ia menemukan masjid yang pernah disinggahinya beberapa kali.  Sebuah tempat  ibadah yang berdiri di atas lahan milik perusahaan kereta api.  Halaman parkir yang luas dan tempat wudhu dan toilet sangat terawat, sangat ia senangi.  Terlagi saat di dalam ruangan: sejuk dan bisa menikmati karpet yang bersih.

Kemeja putih yang terbungkus kantong ia bawa masuk ke toilet.  Dan dia melukar kemeja batik motif parang rusak lengan pendek, dengan kemeja yang baru ia beli. Sebelum berwudhu, Jumino mendatangi sepeda motornya, membuka jok dan menaruh baju batik yang terbungkus kantong plastik biru itu di bawah tempat duduk motornya.

***

Mengingat jarak yang harus ditempuh untuk kembali ke rumah sekitar tiga puluhan kilo, ia merasa tak perlu lagi mendatangi tempat reuni.  Walaupun kata Seto, dua bulan yang lalu, acaranya hingga jam tiga siang.  “Tapi ini suasana lebaran.  Jalanan padat kendaraan!” pikirnya.  “Kalaupun tidak macet, kemungkinan harus bergerak pelan.”

“Mendingan pulang!”


Jumino pun meninggalkan masjid  menjelang pukul satu.  Namun, ia terlebih dulu menyusuri jalan menuju tepat berlangsungnya reuni  SMP-nya.  Dari jalan protokol kota itu, ia memandangi.  Banyak mobil terparkir.  Sudah banyak, melibihi saat ia datang ke sana.  Beberapa motor tampak juga.  Hanya, kawan-kawannya tak ada yang tampak dari kejauhan.   Hatinya sebenarnya ingin berbelok dan  menemui mereka yang masih ada di dalam ruangan.   Sudah puluhan tahun belum lagi berkumpul. Tapi ia urungkan.  Awan gemawan pekat di langit.  Terik yang mencecar tubuhnya mengingatkan bahwa hari akan hujan.  Dan ia paling enggan berkendaraa dalam keadaan hujan. Pengalaman tergelincir dan jatuh, membuatnya trauma.  Istrinya selalu cemas bila demikian adanya.

Maka, setelah satu jam lebih di atas roda dua di atas hamparan aspal dengan terik matahari yang menyengat, sampailah ia di  rumah.

Helm dan jaket ia lukar.  Sepatu sandal yang saat berangkat belum sempat disemir dilepas, ia letakkan pada raknya.

“Lo, Bapak pakai kemeja putih.  Seperti orang kantoran!” tegur istrinya. Agaknya ia kaget dengan penampilan suaminya yang beda saat berangkat pagi itu.

“Ini oleh-oleh reuni, Bu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun