Oleh karena itu, setelah bantuan pemerintah Finlandia tentang persemaian modern kepada pemerintah Indonesia dinyatakan selesai dipertengahan dan akhir tahun 90'an, warisan persemaian modern tersebut dirancang  dan dimodifikasi kembali menjadi persemaian permanen guna menekan biaya produksi yang sangat mahal.
Di Kabupaten Bone, provinsi Sulawesi Selatan, yang menjadi tanggung jawab Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wilayah IX Sulseltra yang berkedudukan di Ujung Pandang (waktu itu), persemaian modern dimodifikasi menjadi persemaian permainan dengan menurunkan/mengganti perlakuan media tumbuh dengan bahan lokal yaitu ampas tebu dari pabrik gula setempat.
Jumlah produksi diturunkan menjadi satu-dua juta batang bibit tiap tahun dan tanpa mengurangi kualitas bibit itu sendiri. Demikian juga, dengan net pengatur cahaya tidak dibeli dari bahan luar, cukup didatangkan dari dalam negeri saja. Pertimbangannya adalah untuk menekan biaya satuan bibit yang sangat mahal dan membebani APBN Departemen Kehutanan.
Efektivitas PersemaianÂ
Dari tujuan awal adanya pembuatan persemaian permanen yang menyediakan bibit untuk kegiatan RHL di wilayah DAS, pelaksanaannya  jelas menyimpang jauh dari tujuan semula. Perencanaan tahunan RHL sebagai panduan belum banyak dipatuhi dalam pelaksanaannya khususnya dalam penyediaan bibit berkualitas.
Persemaian permanen yang banyak menghasilkan bibit berkualitas tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Contoh aktual adalah persemaian permanen Cimanggis, di Jalan Raya Bogor, Kelurahan Jatijajar, Tapos, yang dikelola oleh UPT Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Citarum-Ciliwung. Persemaian permanen Cimanggis ini, hanya sibuk membagi bibit gratis kepada masyarakat Depok dan sekitarnya.
Bibit tanaman pohon dibagi gratis kepada setiap warga yang meminta dengan yang dibatasi setiap orang maksimal hanya diperbolehkan mengambil 25 bibit yang terdiri dari 5 bibit buah dan 20 bibit tanaman kayu.
Menurut manager persemaian permanen Cimanggis, Cecep Firman yang sempat viral di media sosial itu, program bibit gratis sudah dilakukan sejak akhir 2010 di bawah Ditjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Setiap tahunnya ada 1 juta bibit yang dihasilkan dan disalurkan. Namun, karena kabar viral yang beredar, bibit yang biasanya disalurkan secara bertahap, langsung habis dalam waktu singkat.
Program bibit gatis kepada masyarakat tidaklah salah sepanjang fungsi pokok persemaian permanen telah dipenuhi dengan menyediakan bibit untuk kegiatan rehabilitasi DAS minimal dalam kawasan DAS Ciliwung sesuai dengan rencana tahunan RHL BPDASHL Citarum-Ciliwung.
Bila ya, kegiatan pembagian bibit gratis yang sudah dilaksanakan sungguh baik mendukung kegiatan RHL yang sedang gencar-gencarnya dilaksanakan pemerintah. Setidak-tidaknya, manfaat yang diperoleh adalah menggugah kesadaran masyarakat untuk menggerakkan budaya menanam pohon dan mencintai lingkungan.