Perbedaan ini terlihat sederhana, tetapi sangat signifikan. Formula ABCD membuat tujuan pembelajaran:
Lebih spesifik: siapa yang dimaksud, apa yang harus dilakukan, dan dalam konteks apa.
Lebih terukur: ada indikator keberhasilan yang jelas, bukan sekadar asumsi.
-
Lebih terarah: guru bisa merancang aktivitas dan penilaian sesuai dengan tujuan yang nyata, bukan abstrak.
Lebih bermakna: siswa tidak hanya sekadar "mengerti" atau "memahami," tetapi benar-benar menunjukkan kompetensi dalam bentuk perilaku yang bisa diamati.
Dengan kata lain, tujuan pembelajaran yang disusun dengan formula ABCD bukan hanya kalimat formal di RPP, melainkan peta konkret yang membantu guru dalam mengajar, siswa dalam belajar, dan sekolah dalam menilai capaian pembelajaran.
Selama ini, pendidikan sering kali hanya berhenti pada transfer pengetahuan. Padahal, pengetahuan yang hanya dihafalkan tanpa konteks mudah sekali terlupakan dan jarang bisa dipakai dalam kehidupan nyata. Di sinilah pentingnya melihat pendidikan bukan sekadar soal "berapa banyak yang diingat," melainkan "apa yang bisa dilakukan dengan pengetahuan itu."
Trilling & Fadel (2009) menekankan bahwa dunia abad 21 menuntut keterampilan yang jauh lebih kompleks daripada sekadar hafalan. Mereka membaginya ke dalam tiga kategori utama:
Learning and Innovation Skills: keterampilan untuk berpikir kritis, kreatif, komunikatif, sekaligus mampu berkolaborasi.
Information, Media, and Technology Skills:Â keterampilan melek digital, informasi, dan media, agar siswa tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga pencipta yang cerdas.
Life and Career Skills: keterampilan hidup dan karier seperti fleksibilitas, kepemimpinan, dan tanggung jawab, yang menjadi bekal untuk menghadapi perubahan dunia kerja dan kehidupan sosial.