Bayangkan jika Anda membuka situs luar negeri dan menemukan iklan bahwa Pulau Panjang, Nusa Tenggara Barat, dipajang untuk dijual ke siapa pun yang berminat. Pemerintah Indonesia bereaksi cepat, mengutuk praktik ini sebagai tindakan ilegal dan menyesatkan.Bukan hanya menyalahi hukum agraria dan asas kepemilikan, tetapi juga berpotensi melemahkan kedaulatan, keamanan, dan tatanan pertahanan negara. Kasus ini mengajak kita menelusuri lebih dalam tentang asas legalitas, batas kepemilikan tanah, serta pelindungan pulau dalam hukum nasional.
Tetapi, apakah semua itu benar? Ada baiknya kita membaca, mencermati, meneliti dan menelaah terlebih dahulu berita tersebut sebelum menelan dan mencernanya.
Asas Nemo Dat Quod Non Habet dalam Hukum
Adagium Bahasa Latin dan asas hukum nemo dat quod non habet dalam sistem hukum perdata menegaskan bahwa seseorang tidak dapat memberikan kepada orang lain hak atas sesuatu yang bukan miliknya. Secara analogi, asas ini juga tidak memungkinkan seseorang untuk menjual atau menawarkan untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah alter ego (orang di balik) situs yang terdaftar di Canada tersebut, yang menawarkan penjualan pulau-pulau tersebut, adalah pemilik sah dari pulau-pulau tersebut?
Jika pemilik situs seperti Private Islands Inc., yang menawarkan pulau Indonesia untuk dijual, atau pihak yang memasang iklan penjualan tersebut adalah individu atau institusi (badan hukum) asing, sudah pasti penawaran tersebut tidak sah menurut hukum Indonesia karena penjual bukan pemilik yang sah atas pulau-pulau tersebut. Di bawah ini, Penulis akan berikan penjelasannya. Akan tetapi bagaimana jika pemilik dari situs tersebut adalah individu warga negara Indonesia atau institusi badan hukum Indonesia? Hal inipun tidak mungkin, dan hal ini akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Dalam kasus pulau dijual, tidak terdapat pihak yang secara sah memiliki hak atas pulau-pulau tersebut dan oleh karenanya, tidak ada pihak yang berhak menjual atau menawarkan penjualan pulau-pulau tersebut.
Larangan Kepemilikan Asing Terhadap Tanah Indonesia
Jika pemilik situs seperti Private Islands Inc., yang menawarkan pulau Indonesia untuk dijual, adalah individu atau institusi (badan hukum) asing, maka berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), kepemilikan hak milik, hak guna bangunan, atau hak guna usaha atas tanah adalah tidak mungkin. Hal ini jelas diatur dalam Pasal-pasal 21 ayat 1 UUPA (hanya Warga Negara Indonesia yang bisa memilki hak milik atas tanah), 31 ayat 1 UUPA (hanya WNI dan badan hukum Indonesia yang bisa memiliki hak guna usaha atas tanah) dan 36 ayat 1 UUPA (hanya WNI dan badan hukum Indonesia yang bisa memiliki hak guna bangunan atas tanah).
Ketentuan-ketentuan dalam UUPA ini jelas dan dipertegas oleh turunannya Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (PP 18/2021) yang mengubah PP 24/1997, dan mencabut Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah
Dengan demikian, setiap bidang tanah yang menjadi bagian dari pulau manapun di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, jika sertifikat haknya adalah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Guna Usaha, tidak dapat dibeli atau dimiliki oleh pihak asing, apalagi seluruh pulau, pulau kecil sekalipun.
Oleh karenanya, jika pemilik situs seperti Private Islands Inc., yang menawarkan pulau Indonesia untuk dijual, atau yang memasang iklan yang menawarkan penjualan pulau-pulay tersebut adalah individu atau institusi (badan hukum) asing, maka yang bersangkutan tidak akan bisa menjalankan transaksinya, karena transaksi jual beli tersebut harus dilangsungkan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (yang sudah pasti akan menolaknya) dan kemudian juga harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional setempat (yang sudah pasti juga akan menolak pendaftarannya).