Tiongkok memiliki kekayaan sumber daya genetik teh yang luar biasa, termasuk varietas liar dan hasil budidaya. Pemerintah Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi sumber daya ini melalui pembentukan bank genetik dan program konservasi. Sebagai contoh, Camellia petelotii, atau "golden camellia," adalah spesies teh langka yang dilindungi secara nasional karena nilai ekologis dan ekonominya.
Selain itu, Tiongkok telah mengadopsi protokol internasional seperti Protokol Nagoya, yang menekankan pentingnya pembagian manfaat yang adil dari penggunaan sumber daya genetik. Ini memastikan bahwa pengetahuan tradisional dan sumber daya genetik digunakan secara berkelanjutan dan adil.
Perbedaan utama antara rahasia negara dan rahasia dagang terletak pada sifat dan tujuan perlindungannya. Rahasia negara berkaitan dengan informasi yang, jika diungkapkan, dapat membahayakan keamanan nasional dan biasanya dilindungi oleh undang-undang ketat. Sebaliknya, rahasia dagang melindungi informasi bisnis yang memberikan keunggulan kompetitif dan dijaga melalui langkah-langkah internal perusahaan.
Dalam konteks teh Tiongkok, meskipun proses fermentasi dan teknik produksi dijaga ketat, mereka tidak diklasifikasikan sebagai rahasia negara. Namun, pentingnya teh dalam budaya dan ekonomi Tiongkok membuatnya menjadi aset nasional yang dijaga dengan serius.
Proses pembuatan teh di Indonesia secara umum memiliki kesamaan mendasar dengan pembuatan teh di Tiongkok, karena keduanya berakar pada teknik tradisional yang melibatkan proses pemrosesan daun teh melalui pengeringan, pelayuan, penggulungan, fermentasi (oksidasi), dan pengeringan akhir. Namun, dari segi keragaman, kedalaman warisan budaya, dan inovasi teknis, harus diakui bahwa Tiongkok masih jauh lebih unggul dan kompleks dibanding Indonesia.
Meski memiliki sejarah panjang sejak masa kolonial, terutama pada masa Hindia Belanda, Indonesia lebih fokus pada produksi teh hitam dan teh hijau, dan sebagian besar hasil produksinya diarahkan untuk ekspor massal, dan tidak memerlukan pengolahan khusus seperti di Tiongkok.
Di Indonesia, proses fermentasi lebih umum dilakukan untuk teh hitam (orthodox atau CTC -- Crush, Tear, Curl). Proses ini lebih terstandarisasi dan industrialis, dengan pendekatan yang lebih modern dan berorientasi ekspor, bukan berbasis warisan budaya lokal.
Di Indonesia, teh adalah bagian dari kebiasaan sosial, terutama di Jawa Barat (misalnya teh poci atau teh tubruk), tapi tidak dikembangkan menjadi sistem filosofis atau ritual tradisional yang setara. Warisan budayanya tidak terdokumentasi secara mendalam atau luas.