Salah satu artikel di media The Economist yang saya baca baru-baru ini dan menarik perhatian saya, yang berjudul "On its own terms, ASEAN is surprisingly effective" menyoroti efektivitas ASEAN dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Meskipun tanpa struktur supranasional yang kuat seperti Uni Eropa, ASEAN berhasil mencegah konflik antarnegara anggotanya melalui pendekatan konsensus dan non-intervensi. Pendekatan ini, dikenal sebagai "ASEAN Way", menekankan pada diplomasi sunyi dan penghormatan terhadap kedaulatan negara masing-masing negara anggota.
ASEAN menekankan pada diplomasi sunyi dan penghormatan terhadap kedaulatan negara masing-masing negara anggota. Istilah "diplomasi sunyi" atau quiet diplomacy merujuk pada pendekatan dalam hubungan internasional yang menghindari konfrontasi terbuka, tekanan publik, atau intervensi terang-terangan dalam urusan dalam negeri negara lain.
Dalam konteks ASEAN, diplomasi ini dijalankan melalui dialog tertutup, pertemuan informal, dan kompromi diam-diam yang tidak disorot media secara luas. Pendekatan ini dianggap sesuai dengan nilai-nilai budaya Asia Tenggara yang menjunjung tinggi keharmonisan, penghormatan terhadap otoritas, dan penghindaran rasa malu di muka umum.
Diplomasi sunyi merupakan ciri khas dari apa yang disebut sebagai "ASEAN Way", gaya khas ASEAN dalam mengelola perbedaan di antara negara-negara anggotanya. Pendekatan ini lahir dari pengalaman sejarah kawasan yang pernah dilanda konflik dan ketegangan.
Dalam suasana yang penuh kehati-hatian, negara-negara anggota memilih membangun kepercayaan satu sama lain melalui interaksi yang tenang, tidak memojokkan, dan tanpa paksaan. Meskipun sering dikritik karena dianggap lamban dan tidak efektif dalam menangani krisis akut, diplomasi sunyi terbukti mampu menciptakan stabilitas jangka panjang di Asia Tenggara.
Tiada Konflik
Keberhasilan ASEAN dalam mencegah pecahnya konflik bersenjata terbuka antara anggotanya menjadi bukti bahwa diplomasi sunyi memiliki kekuatan tersendiri. Misalnya, sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja terkait Candi Preah Vihear atau ketegangan antara Malaysia dan Indonesia soal wilayah maritim dapat diredam melalui dialog tertutup dan kerja sama bilateral, bukan melalui sanksi atau tekanan publik yang konfrontatif.